Chereads / Cinta Om Bule / Chapter 39 - Amanda Minta Adik

Chapter 39 - Amanda Minta Adik

21+

Balon dan aneka kertas warna-warni menghiasi ruangan. Amanda terlihat cantik memakai kostum Elsa. Pesta ulang tahun dengan tema Frozen. Mataku mencari keberadaan Om bule, aku belum melihatnya dari tadi. Ibu mendekat dan berbisik padaku. Seketika aku ingin tertawa sambil berguling-guling di lantai.

Ok, aku naik ke kamar tidur Steve. Ketukan pertama, Steve langsung menjawab, "Come on in."

"Waw!" teriakku melihat Steve memakai kostum Kristoff.

Ganteng sih. Totalitas banget demi Amanda. Benar-benar ayah yang keren.

"Untung Amanda enggak minta daddynya pakai kostum Anna," godaku pada Steve.

"Atau Olaf," timpal Steve terkekeh sambil menarik pinggangku.

Kami menyesap bibir satu sama lain. Aku merindukan Steve. Rasanya lega berada dalam dekapannya. Napasnya yang hangat menyapa kulit wajahku membuat enggan beranjak turun padahal sebentar lagi pesta dimulai.

Suara berdeham membuat Steve menghentikan ciumannya.

"Maaf mengganggu, tamu sudah menunggu di bawah Tuan Kristoff," goda Ibu Steve.

Kami tergelak dan turun ke bawah untuk menemui para tamu.

***

Pesta yang meriah. Amanda tertawa sepanjang pesta, terutama ketika menerima hadiah ulang tahun dari para tamu. Ia mengumpulkan hadiah di meja lalu menghitungnya. Tiap dapat hadiah, Ia menghitung ulang jumlahnya.

Dasar Steve jahil minta ampun. Ketika Amanda lengah, beberapa hadiah diambil lalu disembunyikan.

Amanda datang dengan dua hadiah baru di tangan. Ia memutar kursi roda mendekati meja, meletakkan hadiah, lalu menghitung jumlahnya. Ia tak menjerit, tetap kalem, hanya saja menatap Steve tanpa berkedip. Steve pura-pura sibuk membagikan potongan kue pada tamu undangan. Ih, aku gemas melihatnya.

"Where is my package, Daddy?" tanya Amanda, masih dengan nada datar.

"What package? Daddy sibuk di sini," balas Steve.

"Where is my package?!" tanya Amanda mulai bertanya pakai power.

Steve diam memandang Amanda. Amanda tetap memandang Steve, bibirnya yang mungil mencebik. Aih lucunya.

"Where is it, Daddy!" Amanda teriak.

Steve tertawa lalu menggendong Amanda, mengajak putri semata wayangnya ke tempat persembunyian hadiah. Amanda terkikik.

***

Pesta sudah usai. Amanda dapat banyak hadiah.

"Oh look at that face," goda Steve.

"Daddy, mana janjinya?" tanya Amanda.

Steve mengerutkan dahi.

"Janji apa?" tanya Steve.

"Mana adik bayiku? Aku mau adik bayi yang ganteng seperti Daddy," kata Amanda.

Ibu, pengasuh, dan para asisten yang mendengar, tertawa lepas. Steve mengacak rambut mungkin bingung mau jawab apa.

"Aku mau adik bayi. Mana?" tanya Amanda sambil menengadahkan tangan.

"Steve, Amanda sudah pengen adik tuh," goda Ibu.

Steve berjongkok di depan Amanda. Kedua tangannya sudah siap mengangkat tubuh Amanda dari kursi roda.

"No, Daddy. Don't! Mana adik bayiku?" tanya Amanda.

Aih kecil-kecil sudah pintar drama nih bocah. Steve memaksa menggendong Amanda.

"Put me down. Now! Mana adik bayiku? Keluarkan mobilnya, ayo ke mall. Beli adik bayi!" teriak Amanda.

"Hey, mall tidak jual adik bayi, ok. Kita beli mainan," bujuk Steve.

"No! Adik bayi!" teriak Amanda, sebentar kemudian Ia menangis dengan suara keras.

"Oh my gosh, Amanda! Please!" Steve mulai teriak.

Aku segera mengambil alih Amanda dari gendongan Steve. Kalau dibiarkan, ayah dan anak bisa bertengkar. Kubawa Amanda ke kamar tidur sambil bercerita tentang adik bayi yang sedang tidur dalam perutku. Tangis Amanda reda seketika.

Di kamar, Amanda menempelkan telinganya di perutku. Aku tersenyum melihat tingkahnya.

"Muah ... muah. I love you, Jordie," kata Amanda, menciumi perutku.

Aku dan Steve saling berpandangan. Wah, sudah punya nama buat adiknya.

"Eh, siapa tadi nama adiknya?" tanyaku ingin tahu. Lucu sekali Amanda ini, bikin gemas tingkat dewa.

"Jordan Bergmann, Mama. Panggilannya Jordie," jawab Amanda.

"Lah kalau keluarnya perempuan gimana?" tanyaku ingin tahu jawaban Amanda.

"Dimasukkan lagi di perut, minta tukar laki-laki. Itu pasti adiknya tertukar, kan mintanya laki-laki bukan perempuan," jawab Amanda dengan dua alis diangkat.

Tawaku dan tawa Steve meledak. Sumpah, lucu banget nih Steve kecil di depan mataku. Kuciumi pipinya dengan gemas.

Amanda menguap. Steve memberikan satu stel baju tidur untuk Amanda.

"Sini ganti baju dulu," kataku.

Amanda menurut melakukan semua ritual menjelang tidur. Matanya menciut ketika kugendong ke kasur. Baru beberapa menit menempel di kasur, Amanda sudah mendengkur. Aku membungkuk, mencium Amanda, sekaligus berpamitan. Aku harus kembali ke Jakarta bersama Steve.

"Bu, maaf, Kania enggak bisa nginap di Bali. Bos Kania lagi sakit. Mulai besok Kania menggantikan sementara," kataku sambil menggenggam tangan Ibu.

Ibu tersenyum mengangguk, sorot matanya teduh. Rasanya menenangkan memandang Ibu Steve.

"Ibu titip Steve ya, Nak. Makin dekat hari pernikahan, yang rukun. Biasanya banyak godaan. Ibu sayang Kania," balas Ibu mencium pipi dan kepalaku.

Steve pamit memeluk dan mencium Ibu.

"Doakan Steve dan Kania ya, Bu," pinta Steve dengan suara lembut.

Ibu mengangguk, mencium putra semata wayang. Kami berjalan memasuki mobil, tiba-tiba Ibu berkata, "Jangan lupa, Amanda minta adik loh."

Aduh Bu, masak iya mau proses sekarang? Sabar dong. Nanti di apartemen. Eh!

***

Selama Ibu ada di Jepang, aku tinggal bersama Steve. Malam ini Kami tidur di apartemen. Entah besok malam.

Steve baru saja naik ke atas kasur. Aroma parfum tercium. Wah kode keras nih. Duh, gimana ya? Badanku lagi capek banget. Kalau misalnya aku nolak, bakal ngamuk enggak ya?

"Em ... em ... Steve, duh gimana ya?" tanyaku antara bingung dan takut.

Hidung mancung Steve sudah menempel di leherku. Namun Steve berhenti, tersenyum memandangku.

"Capek?" tanya Steve lembut.

Aku mengangguk tak berani menatap Steve. Tangan Steve membelai kepalaku.

"Kania tidur, aku pijit," kata Steve.

Tangannya mulai memijat kakiku. Ah, nikmatnya. Gila, pengertian banget nih Steve. Ya ampun, mimpi apa dapet Om-om super duper sayang sama aku.

***

"Wake up, Honey," bisik Steve.

Mataku mengerjap, membiasakan dengan ruangan remang-remang. Steve menggandeng tanganku.

"Mau ngapain sih? Ini masih malem loh," kataku.

Steve tak menjawab, hanya mengajakku turun dari kasur. Aku diajak ke kamar mandi, pagi-pagi buta tanpa tahu mau diapain. Aih gila!

"Ih Honey, ngapain sih di kamar mandi?" tanyaku mulai kesal.

Steve tak menjawab. Tangannya menekan pasta gigi, mengoleskan ke sikat gigiku dan sikat gigi miliknya.

Aku menyikat gigi tanpa banyak bertanya biar cepat selesai dan dapat memeluk bantal guling secepatnya. Sementara Steve sudah berada di bawah guyuran shower.

"No Honey. Don't go back to sleep. Clean yourself. I'm waiting on the bed. Please," kata Steve.

Kerja lembur, kejar tayang, kejar setoran. Whatever! Satu kegilaan Steve kutemukan.

Untuk saat ini, aku masih bisa merasa senang karena belum terlalu repot mengurus ini itu. Lelah yang mendera juga telah hilang karena sempat tidur beberapa jam.

Di bawah guyuran shower aku berpikir sampai kapan Om bule mengajakku kerja lembur tengah malam? Akankah Om bule sekeren ini, penuh kejutan dan kreatif ketika usia perkawinan sudah tak lagi muda?

Ternyata olah raga di kasur dini hari bersama Om bule mengakibatkan ketagihan, kesenangan, kenikmatan, sekaligus kelelahan karena esoknya, aku dan Steve nyaris terlambat berangkat ke kantor.