Dani fokus menyetir, jalanan sangat ramai. Aku sudah mencoba menawarkan untuk menggantikan menyetir agar Dani tak lelah tapi Ia menolak.
"Kasih tahu arahnya saja, Love. Biar enggak nyasar," kata Dani. Aku mengangguk.
"Kania, suka karaoke di mobil?" tanya Dani.
Wah, beneran enggak ingat apa-apa nih Dani. Bukannya dulu di Dortmund aku suka nyanyi, duet ala-ala gitu di mobil bareng Dani.
"Kan Kita suka nyanyi bareng di mobil. Meskipun salah-salah gitu deh," jawabku.
Jari Dani menekan tombol play dan volume, lalu kita mulai menyanyi.
Menatap kepergian dirimu
Menatap menangis sedih tak tertahan
Terbayang saat bersama lewati masa terindah
Saat kau memelukku tuturkan cinta
Duet, karaoke dalam mobil bareng Dani. Kenapa hatiku jadi cekat-cekit enggak tega gini ya? Apalagi lirik lagunya membuatku baper.
Kaulah seluruh cinta bagiku
Yang selalu menentramkan perasaanku
Dirimu kan selalu ada di sisiku selamanya
Kau bagaikan nafas di tubuhku
Yang sanggup menghidupkan segala gerakku
Ku kan selalu memujamu
Hingga nanti kita 'kan bersama
Di akhir lagu, Dani menciumku. Aku tak sanggup menolak. Walau setelah itu suasana jadi super duper canggung.
"Maafkan aku, Dani," kataku dengan tenggorokan tercekat.
"Maaf untuk apa, Kania?" tanya Dani.
"Karena menyakitimu," jawabku penuh rasa bersalah.
Dani tersenyum, menampakkan garis samar di sudut mata indahnya. Tangannya membelai, mengacak rambutku.
"Jangan pernah merasa seperti itu, Love. Asalkan bisa melihatmu setiap hari, sudah cukup bagiku," jawab Dani.
Brugh! Pertahananku runtuh. Kupandangi lelaki tampan yang sedang menyetir. Harus jawab apa coba?! Sekali lagi tangan Dani membelai rambutku.
"Kania, boleh aku memelukmu? Sebentar saja," pinta Dani ketika mobil berada di pemberhentian lampu merah.
"Iya boleh, Love," jawabku.
Saat itu kurasakan ada luka menganga di hati. Kenapa luka ini berubah jadi beban dan rasa bersalah. Terlebih ketika Dani memelukku bersama butiran bening yang menuruni pipinya.
Ya ampun! Haruskah aku cari pacar satu lagi agar Steve dan Dani sama-sama terluka? Biar adil gitu! Biar Steve dan Dani bisa nangis bareng di pojokan. Seluruh rasa bersalah datang menyergap.
Tuter mobil belakang berbunyi, Dani melepaskan pelukan sambil tersenyum. Lampu hijau sudah menyala dari tadi, menyebabkan beberapa pengendara menekan tuter.
"Ok .., ok. Aku jalan, sabar," kata Dani.
Kita berdua tergelak.
Hujan bertambah deras. Kupandangi butiran air yang mengetuk jendela di sampingku. Ingatanku terbang ketika di Dortmund bermain air hujan di taman. Lalu berteduh di kedai makanan, hanya mampu beli segelas cokelat hangat untuk berdua.
"Nanti sampai rumah kita buat segelas cokelat hangat yuk," ajakku.
"Boleh banget tuh. Jangan cuma cokelat dong, siapin camilan. Nonton dvd di ruang tengah," kata Dani.
"Eh, lebih enak mana sih? Nonton bareng apa masak bareng? Bikin yang asyik gitu, nanti difoto terus upload," kataku.
Lalu Kami berdua sibuk mengatur rencana mengisi sisa waktu. Well, aku suka semua ide Dani. Kangen kebersamaan, apalagi Dani itu pintar menyisipkan sesuatu yang romantis di tiap kegiatan. Duh, enggak sabar sampai rumah deh.
***
Rambut dicepol ke atas ala artis Korea. Baju santai dengan satu tali tergantung di pundak. Kuturuni tangga dan menemui Chef Dani yang sudah sibuk dengan adonan pizza.
"Aku bantu ya," kataku sambil memakai celemek bermotif kelinci.
Dani tersenyum melihatku di dapur. Tangannya mengulurkan beberapa adonan yang harus diberi toping.
"Emm .., boleh tukar kerjaan enggak? Biar aku yang banting adonan," kataku.
Dani menghentikan kegiatannya.
"Sini, aku ajarin," kata Dani.
Aku mendekat, berdiri di samping Dani. Jari-jarinya cekatan mengoles adonan dengan saus, memberi berbagai toping.
"Nih udah, tinggal kasih keju," kata Dani.
Aku memarut keju di atas pizza. Dani tertawa. Ia berdiri di belakangku, berbisik di telinga, "Bukan gitu caranya, Love."
Jantungku bergemuruh. Terlebih ketika tangan Dani membimbing tanganku menyentuh potongan keju yang ternyata sudah disiapkan Dani di piring sebelah.
Ih, kok jadi ingat film jadul ya. Ketika aku belum lahir, ada film berjudul Ghost. Salah satu koleksi Ibu. Konsentrasiku terbang. Aku sibuk merasakan hangat napas Dani di leher. Dada Dani yang menempel di punggungku. Inikah yang dinamakan cooking with love? Emh, harusnya cooking with ex.
Dekat kompor itu hot tapi lebih hot kalau dekat Dani. Hujan deras di luar tak terasa dingin. Jantungku berkeringat terlebih ketika Dani memeluk pinggangku lalu kita berdua berdansa di depan kompor. Kurang apa coba, bahkan dapur pun bisa disulap untuk menciptakan momen romantis bagi seorang Dani Wibisono.
Aku, Dani melewati malam Minggu dengan indah. Jam di ruang tengah baru saja menunjukkan pukul dua belas malam. Film dvd juga sudah selesai. Waktunya kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.
"Aku antar sampai depan pintu kamar," kata Dani.
Jantungku salto, gembira tapi merasa bersalah pada Steve. Bagaimana mungkin seorang mantan pacar mengantar sampai depan kamar tidur.
"Jangan Love. Please, jangan. Aku takut lupa diri," jawabku.
"Ok .., well, selamat tidur, Kania. Mimpi indah," kata Dani. Ia balik badan, masuk ke kamar tidurnya.
***
Aku dan Dani mengenakan batik bernuansa biru di pesta pernikahan Dion dan Maya. Om bule belum menampakkan batang hidungnya.
"Cie, yang pakai batik couple-an. Awas, abis ini ada yang ngamuk loh. Bergmann on the way, Guys," kata Beck.
"Warnanya sama tapi bukan couple-an," jawabku.
Mataku melirik ke pelaminan. Maya terlihat sangat cantik dengan gaun warna hijau, sementara Dion gagah memakai jas.
Aku dan Dani berbaris menunggu untuk bersalaman dengan mempelai. Beck dan Saphira berdiri di belakang Kami. Mulutnya jahil, dari tadi menggodaku dengan komentar lucunya.
"Wah papa Dani gandeng tangan mama Kania. Sudah siap perang, Bos?" tanya Beck, jarinya mencolek bahu Dani.
"Kania pakai heels, aku cuma pegangin biar enggak jatuh," kata Dani.
"Bajaj kali, ngeles aja teros," kata Beck.
"Sst .., berisik banget sih my baby Beck," kata Saphira yang membuatku tertawa.
Kami bersalaman, berfoto, dan bercanda di atas pelaminan. Ketika hendak turun, Maya mengingatkan tradisi kantor jika ada pegawai yang menikah, Bos harus menyanyi. Saat Steve menjadi bos, Ia tak pernah hadir tiap ada anak buah yang menikah. Bukan karena sombong, Steve belum pulang dari dinas di luar kota atau luar negeri.
Tak peduli sekacau apa suaranya, pokoknya harus nyumbang lagu. Gawatnya Dani enggak mau nyanyi sendirian. Minta duet sama aku. Apa daya, demi Maya dan Dion.
Sebelum aku naik ke atas panggung, Beck berkata, "Nyanyi yang bagus harus pakai penghayatan."
Kampret! Aku enggak pernah menyanyi di depan orang banyak. Musik mengalun, anak satu divisi yang sudah hadir bersorak. Bahkan acara bersalaman dengan mempelai dihentikan, Dion dan Maya menatap ke arahku dan Dani. Nista durjana, aku makin grogi! Suara Dani menjadi pembuka di awal lagu.
I'm not one to stick around
One strike and you're out, baby
Don't care if I sound crazy
But you never let me down, no, no
That's why when the sun's up, I'm stayin'
Still layin' in your bed, sayin'
Ooh, ooh, ooh, ooh
Got all this time on my hands
Might as well cancel our plans, yeah
I could stay here for a lifetime
Giliranku, duh, maafkan aku Pendengar yang budiman.
So, lock the door and throw out the key
Can't fight this no more, it's just you and me
And there's nothin' I, nothin' I, I can do
I'm stuck with you, stuck with you, stuck with you
So, go ahead and drive me insane
Baby, run your mouth, I still wouldn't change
Being stuck with you, stuck with you, stuck with you
I'm stuck with you, stuck with you, stuck with you, baby
Dion dan Maya berdansa di pelaminan. Ah, so sweet. Aku ikut senang melihat mereka berdua. Sementara anak kantor ribut menyuruhku berdansa bersama Dani.
Dani menuruti usul teman kantor. Dengan satu tangan, dipeluknya pinggangku. Anak kantor heboh, berbagai suara provokatif mulai terdengar.
"Kasih dansa yang romantis, bos Dani!" teriak Beck yang menyebabkan satu tangan Dani tak mau turun dari pinggangku hingga akhir lagu.
Sekakmat! Steve berdiri di sana, di barisan tamu yang akan memberi ucapan selamat pada mempelai. Aku tertangkap basah sedang berdansa dan bernyanyi bersama Dani. Steve melihat ke arahku dan Dani dengan wajah datar.
Hatiku tak karuan ketika turun dari atas panggung, sudah siap menerima kemarahan atau teriakan Steve sekaligus menahan malu, dilihat banyak orang.
Namun, seperti keajaiban. Steve tak berteriak, bahkan aku merasa tidak berhadapan dengan Om bule yang ku kenal. Begitu tenang, malah terlalu tenang, karena terlalu banyak diam. Sesekali kuamati Steve yang terlalu sibuk dengan ponselnya. Beberapa kali Dani, Beck, Saphira melempar lelucon, Steve tak menimpali dengan gayanya yang jahil.
Kami mengambil hidangan prasmanan. Kulirik piring di tangan Om bule. Astaga! Steve seperti orang tak niat makan. Porsi yang diambil sedikit sekali. Mungkinkah Ia sudah makan di bandara, atau tak cocok dengan menu makanan di pesta Dion dan Maya?
"Honey, ada apa?" bisikku di samping Steve.
Steve menggeleng dan tersenyum. Setelah itu sikap Om bule berusaha kembali seperti biasa. Mulai jahil dan menjadi seperti Steve yang aku kenal. Aku yakin pasti ada yang berusaha ditutupinya.
Makan sudah, foto bersama juga sudah, jahil pada mempelai, tentu saja sudah. Ada Steve dan Beck, kurang apa lagi. Jika ada lomba jahil, ya paling yang berebut piala Steve, Beck atau Dion. Anak kantor lainnya termasuk katagori normal. Semua sudah dilakukan, sekarang saatnya pulang.
Aku dan Dani satu mobil, ingatan Dani belum kembali, takut nyasar. Steve bawa mobil sendiri. Namun, ketika Dani dan aku berjalan mendekati mobil, kudengar suara Om bule memanggil Dani.
"Dani .., Dani .., I need to talk to you," kata Steve menghampiri.
Ah, mau ngomong apa sih? Kenapa baru sekarang?!
"In my car, please. I'll take you home. Let Kania drive by her self. Please, Dani," pinta Steve.
"What's wrong, Honey? Ada apa ini?!" tanyaku, mulai mencium sesuatu yang aneh.
"Please, Kania. This is between me and Dani," pinta Steve. Tumben nada bicaranya datar, wajahnya terlihat serius, bukan wajah marah.
Dani menggangguk dan menepuk pundakku.
"That's ok, Love. Pulanglah. Semua akan baik-baik saja. Steve sahabat baikku," kata Dani.
Tanganku mengulurkan dompet dan gawai milik Dani. Setelah itu Dani dan Steve berjalan beriringan ke mobil Steve, meninggalkan aku sendirian di dekat Audi Dani.
Aih, ada apa ini?!
****
Catatan :
Lagu Seluruh Cinta dipopulerkan oleh Siti Nurhaliza dan Cakra Khan.
Lagu Stuck with You dipopulerkan oleh Arianna Grande dan Justin Bieber
Sumber Foto :
Intisari Online
iStock