.
.
.
Preinan POV
"Dek ... Dek .. Hei!"
Suara teriakan terus menggema di telingaku, mambuat mataku yang terpejam perlahan terbuka.
"Hh?" Aku mengucek mataku dan celingukan ke segala arah karena bingung.
"Kamu ketiduran ya? Rumah kamu di daerah mana? Kita sudah sampai Bogor ini." ucap sopir taksi yang menghentikan mobilnya.
"BOGOR!" gila, jauh banget.
Buru buru aku turun dari taksi itu. Mataku menyapu sekitar dan mendapati diri berada disebuah pom bensin.
Ah, Bagaimana bisa aku ketiduran selama dijalan?
Matahari terlihat sudah naik, aku melirik arlogi ditanganku dan seketika tersentak kaget.
Jam 09.30? Sial!!
Tiga jam lebih aku tidur di taksi? kok bisa sih!
Aku berputar putar mencari di sekitar sesuatu yang mungkin aku kenali. Tapi aku malah bingung sendiri. Satu satunya hal yang mengisi pikiranku adalah aku harus cepat kembali, harus cepat kembali.
Lalu tanpa berpikir panjang aku lari dari tempat itu meninggalkan sopir taksi yang sedang mengisi bensin. Dia mulai panik dan berteriak memanggilku.
"Hei! Kembali! Kamu belum bayar! Hei!."
Sialan, Dia malah berlari mengejarku.
Aku mulai merasa takut, kenapa dia sampai membawaku ke tempat yang jauh alih alih membangunkanku didaerah sekitaran Jakarta. Apa dia mau menculikku? Dan menjualku? Lalu memutilasi semua organ tubuhku? Memikirkannya saja sudah membuatku bergidik ngeri.
Dia semakin dekat dan payahnya aku malah merasa lelah. Langkah kakiku kian melambat. Aku takut dia akan menyusulku. Jadi aku menengok sekejap kebelakang untuk memastikan.
Bang!
Satu detik kemudian aku jatuh tersungkur karena menabrak seseorang yang datang entah dari mana.
"Aww," rintihku saat memegangi lenganku yang terasa nyeri.
"Hei, kamu gak apa apa? Sini kakak bantu berdiri." ucap orang yang ku tabrak dengan mengulurkan tangannya padaku.
Aku mendongkak keatas, seorang lelaki berambut gondrong dan tinggi terlihat tengah menatapku. Aku meraih tangannya kemudian kembali berdiri.
Naas, tak lama setelahnya si sopir taksi itu berhasil menyusulku. Karena saking takutnya, aku berlindung dibalik punggung orang asing ini dan meremas kemejanya sekuat tenaga. Agar dia tidak lari dan meninggalkanku dengan si sopir.
"Eh, dasar anak nakal. Sini kamu, bayar dulu ongkos taksinya!" dia menarik lenganku dengan paksa, tapi aku meronta dan mencoba melepaskan diri.
"Ini ada apa?" Suara ngebass dari si pria tinggi ini berhasil membuat si sopir melepaskan tanganku.
"Saya sudah anter dia jauh dari Jakarta sampai kesini, tapi dia nggak mau bayar."
"Hah? Anak kecil naik taksi sendirian ke tempat sejauh ini?" 'Anak kecil katanya'-' aku ini sudah 15 tahun tau!
Dia terlihat bingung dan menatapku.
"Aku nggak minta dianter kesini, kok." tukasku cepat. "Bapak yang seenaknya bawa aku."
"Eh, udah gak mau bayar malah nyalahin lagi. Awas kamu yah." ucap si sopir yang hampir saja memukulku. Untung orang asing ini buru buru menarikku ke belakang punggungnya.
"Tenang, pak. Ini mungkin cuma salah paham. Berapa ongkosnya? Biar saya yang bayarin."
"Hah?" Aku terkejut,
Apa barusan aku salah dengar?
"600 Ribu."
"Oke, sebentar."
Dia merogoh dompet bernuansa coklat dari saku belakangnya dan mengambil uang sebanyak yang di minta si sopir.
Tunggu dulu!
Orang gila mana yang rela ngeluarin uang buat orang yang sama sekali nggak dia kenal?
...
Raiga POV
"TUH, KAN!" Aku berteriak sambil menunjuk layar monitor di depan kami.
Sontak saja si nenek sihir memukul lenganku dengan keras. "Kita juga liat, gak usah teriak segala."
"Berarti dia emang nggak sempet masuk ke sekolah, kan? Tuh liat dia malah naik taksi." ucap Erik yang terus memantau monitor dari rekaman cctv pagi ini.
Kami bertiga memutuskan memeriksa cctv daripada susah payah mencari anak yang hilang itu di lingkungan sekolah, dan benar saja dugaanku. Dia bahkan tidak sempat melangkah melewati gerbang. Tidak sia sia juga pencarian kami selama satu jam ini.
Aku menengok arlogi ditanganku, sudah tengah hari dan jika dia memang tidak berniat ke sekolah hari ini, kami tidak peduli. Yang jelas dia akan dihukum karena perbuatannya yang menyusahkanku hari ini.
"Udah clear kan? Jadi gak ada yang perlu di khawatirin lagi." Aku melipat kedua lenganku di dada dan berniat berbalik keluar dari ruangan satpam ini saat si menyebalkan Fiya tiba tiba menarik ujung bajuku.
"Eh, tunggu."
"Apalagi sih, Fi? Kan udah ketemu." Sahutku ketus.
"Coba liat sini." Dia menarikku dan membawaku kembali ke depan monitor.
"Apa?"
"Dia balik lagi."
"Hah?" Aku agak terkejut.
Dia benar benar kembali. Tapi kali ini dia menaiki sepeda motor.
"Ayo kita samperin." ucap Fiya menarik lenganku dan Erik secara bersamaan.
...
Kami berdiri dibalik pintu gerbang, dan menunggu dia masuk. Gerbang sekolah kami tidak hanya tinggi, tapi juga tertutup, makanya tidak akan terlihat dari luar.
Kkriiittt ...
Pintu gerbang berderit, terlihat jelas perawakan anak lelaki nakal yang menambah pekerjaan kami ini.
Anak kurus tinggi dengan kulit putih yang terlihat halus serta gaya rambut yang tertata rapi membuatku yakin kalo dia anak orang kaya. Apalagi parfumnya, harumnya tercium sangat wangi dan elegan.
Fiya dan Erik mendekatinya, dan anak itu tiba tiba tertunduk. Aku yang juga tak mau kalah, aku ikut ke sana dan berdiri tepat didepan wajahnya.
"Heh kamu! Siapa nama kamu?"
Dia terlihat gemetar dan gugup. Aku sedikit tergelitik melihatnya ekspresi wajahnya yang terpojok. Tapi itu tak berlangsung lama. Karena saat dia mengangkat wajahnya, seringai diwajahku menghilang.
"Namaku ..
...
Preinan POV
3 jam sebelumnya
"Sebenernya, Kamu kenapa bisa sampe sini? Pake seragam lagi. Kamu kabur dari sekolah?" tanya orang di depanku.
Aku yang masih merasa canggung, hanya bisa menunduk sambil memegang pinggiran gelas jus yang dia belikan.
"Awalnya .. tapi aku nggak tau kalo sopir taksi itu bawa aku ke tempat sejauh ini. Makanya aku takut, terus lari." Jawabku agak terbata bata.
"Tapi kamu nggak diapa apain, kan?"
Wajah tirusnya mendekat ke arahku.
Aku menggelengkan kepala.
"Syukur kalo gitu. Lain kali hati hati. Kalo gak ada tempat yang dituju mending sekalian pulang aja kerumah."
Aku menunduk. "Mm, maaf jadi ngerepotin. Oh, iya. Uang yang dipake buat ongkos tadi, nanti aku ganti. Secepatnya." Sebenarnya aku bawa dompet, tapi isinya hanya kartu kredit.
"Eh, gak apa apa. Gak usah diganti. Buat pelajar kayak kamu mending uangnya dipake beli buku atau hal yang lain."
Aku terkejut. "Serius?"
"Heem" Dia mengangguk dengan entengnya.
"Makasih banyak kak .. Eh, bang" Aduh, aku bahkan tidak tahu namanya.
"Ariel, panggil Ariel aja." ucapnya seolah tahu isi pikiranku.
"Ah, iya. makasih banyak kak Ariel."
Aku tersenyum padanya dan meminum jus yang ku pegang.
Pria tinggi dengan kulit kecoklatan serta tatto berlambang aneh dipangkal leher. Kemeja murah, celana jeans lama dan sebuah tas gitar dipunggungnya, sangat mudah ditebak. Dia mungkin seorang anak band atau pengamen jalanan. Aku yakin dia bukan orang kaya, tapi dia memiliki hati yang baik.
Aku harus cari tahu cara kembali ke sekolah sekarang. Ini sangat merepotkan. Ditambah perutku sangat lapar karena tadi pagi tidak sempat sarapan.
'Eh, Aku kan bawa ponsel. Aduh dasar bego. Kenapa gak dari tadi aku telpon pak Eko buat jemput.'
Saat aku mencoba merogoh ponsel di saku celanaku, Kak Ariel tiba tiba berdiri dan menghampiriku.
"Mau kakak anter pulang?"
Mendengar tawaran itu aku mengurungkan niatku untuk menelpon pak Eko. Dan mengangguk kepala.
"Kakak bawa motor dulu, yah. kamu tunggu disini"
"Iya"
Aku sendiri bertanya tanya kenapa aku mau ikut dengannya begitu saja. Aku bahkan tidak tahu kalau dia sebenarnya baik atau tidak. Tapi, aku merasa lebih aman kalau dia yang mengantarku. Karena aku yakin, siapapun dia, dia pasti orang yang baik.
Tak lama dia datang dengan membawa motor hitam besar dan keren. Aku ternyata salah mengira. Dia kenyataannya tidak semiskin yang aku bayangkan.
.....
Dua jam terasa cepat berlalu, sekolah sudah terlihat jelas dari persimpangan. Dan dia berhenti tepat didepan gerbang.
Aku turun dan langsung memberikan helm yang ku pakai padanya. Dia tersenyum dan mengacak rambutku pelan. Persis seperti seorang kakak yang mengantar adiknya bersekolah.
"Sekali lagi makasih, kak Ariel. Lain kali, aku akan ganti semuanya."
"Iya iya .. cepet sana masuk. Ini udah lebih dari telat, lho" ucapnya tersenyum.
"Yaudah aku masuk. Bye .."
Aku melambaikan tangan padanya saat melangkah mundur menuju gerbang.
"Eh, tunggu"
"Iya?" Aku menoleh.
"Nama kamu siapa?."
...
"Heh kamu, Siapa nama kamu?"
Beberapa senior menahanku di ambang pintu gerbang. Satu diantara mereka berdiri tepat di depan wajahku. Membuatku gemetar dan gugup.
Aku menghela napas dan mengangkat wajahku untuk menjawab mereka. "Namaku Preinan Adala ... Saputra"
Lengkung dibibirnya menghilang, berganti tatapan aneh dan ekspresi wajah terkejut saat melihatku. Aku balas menatapnya lamat lamat. Seorang senior tinggi dengan wajah tirus dan mata coklat yang berkilau.
Sama persis dengan orang yang ada di ingatanku.
Dia, adalah orang yang ku temui ditepi jalan itu.