Kamu jangan banyak bertanya, saya tidak butuh perempuan pengkhianat!
"Tugasmu saat ini adalah melaksanakan apa yang ku perintahkan! Untuk urusan yang lain itu bukan urusanmu!" Devan berujar dengan raut wajah menahan amarah.
____///____///____///____///_____
Malam harinya, seluruh keluarga berkumpul di meja makan. Semua telah berkumpul dengan peralatan makan yang ada di depannya.
Tuan Alexander nampak mencari-cari sesuatu yang tak ada di depannya, pandangannya tertuju pada Devan yang tiba-tiba menundukkan pandangan nya kebawah.
"Kemana Shafa?" Tanya tuan Alexander Tiba-tiba dengan tatapan tajam kearah putra semata wayangnya.
"Dia sedang keluar kota ada urusan pekerjaan."Jawab Devan singkat dan tanpa membalas tatapan ayahnya.
"Saya sedang bertanya Devan!"
"Ya ayah, saya juga sudah menjawab." Jawab Dev dengan enteng.
"Aslan lapar ayah, kakek kapan kita mulai makan?" Suara anak kecil di samping Devan tiba-tiba membuat anak dan dan ayah itu seketika terdiam dan saling pandang.
"Baiklah nak, silahkan makan dulu, sini ayah ambilkan nasi untuk mu." Ujar Devan yang kemudian menyendok nasi dan lauk kedalam piring yang ada di depan putra semata wayangnya.
Tuan Alexander kemudian mengikuti Devan mengambil nasi dan meletakkan di dalam piringnya, ketiganya kemudian makan dengan penuh khidmat tanpa ada yang bersuara.
"Ada yang ingin ayah bicarakan dengan mu, kakek mau bicara dengan ayah ya, Aslan dengan mbak main ya sayang..." Tuan Alexander berbicara pada Aslan setelah selesai makan malam.
"Apakah ayah bisa pastikan kapan mama shafa akan pulang?" Suara anak kecil dengan polosnya bertanya pada Devan.
"Ayah nggak tau sayang, tapi cepat atau lambat pasti pulang." Jawab Devan kemudian tanpa berfikir.
"Baiklah..." Jawab Aslan dengan suara khasnya.
Devan dan tuan Alexander melangkah ke raung kerja setelah melihat punggung anaknya yang pelan tapi pasti menghilang masuk kedalam ruang bermain.
Di dalam ruang kerja, tuan Alexander nampak menatap tajam kearah putra semata wayangnya, dari sorot mata Devan, Alexander dapat membaca jika kondisi rumah anaknya saat itu sedang tidak baik-baik saja.
"Cepat katakan apa yang terjadi?" Suara Alexander bertanya dengan suara yang cukup enak di dengar.
"Kami, sedang ada masalah, dan dia kembali ke rumah neneknya." Devan berkata dengan raut wajah serius.
"Kenapa kamu nggak susul dia?"
"Pantang bagi saya untuk menyusul seorang wanita, itu tidak ada dalam kamus ku, bukankah ayah tau itu?"
"Kamu turunkan Ego mu, bagaimana kamu akan menjelaskan pada Aslan?"
"Dia akan baik-baik saja seperti biasanya, aku akan jadi ibu sekaligus ayah buat anakku."
"Bisakah kamu menurunkan sedikit saja ego mu sebagai seorang ayah? Ini demi kebahagiaan anakmu."
"Tidak itu sudah prinsip, sama seperti ayah yang juga tidak menyusul istri baru Ayah. Dev juga punya prinsip yang sama." Devan berkata dengan tegas.
"Ayah tidak harus menyusul nya karena ia pergi atas kemauan nya sendiri, toh ayah tak peduli, namun yang harus kamu tahu adalah... Kita itu berbeda." Tuan Alexander berkata dengan penuh keyakinan.
"Sudahlah, jangan paksa Dev. Dev sudah cukup dewasa untuk menentukan sikap." Devan kembali berkata dengan cukup tegas seraya keluar dari ruang kerjanya meninggalkan sang ayah yang sudah mengepalkan tangan nya menahan emosi menghadapi putranya
***to be continue***