Bawaan bayi seperti nya" ucap Shafa serius.
"Kamu Bercanda kan?" Tanya Dafa sedikit terkejut mendengar Shafa mengatakan jika ia sedang mengandung.
"Apa dari raut wajah ku terlihat seperti sedang bercanda?" Tanya Shafa kemudian.
"Nggak sih, tapi kamu bercanda kan? Aku lemes ini denger kamu sudah jadi milik orang, aku bahkan sudah menyukai mu sejak dulu" ungkap Dafa yang seperti sedang bercanda.
.
"Kamu bercanda kan? katakan jika itu hanya bercanda enggak lucu" ucap Dafa kemudian.
"Enggak Daffa aku memang sudah menikah dan kini aku sedang hamil," cerita Shafa pelan.
"Ah aku tetaplah nggak percaya, mana bukti nya jika kamu telah menikah?" Ujar Dafa mengintrogasi Shafa.
"Ada, bentar. Ia meraih ponsel nya hendak menunjukkan foto pengantin yang ada di ponsel nya.
Shafa bahkan lupa jika ia sedang sengaja mematikan ponsel nya sang suami tidak dapat mengecek keberadaannya.
Aku lupa jika hp-ku lagi ngedrop yang jelas aku sudah menikah" ucap Shafa.
Daffa meraih kedua tangan Safa cek kedua jarinya jemarinya yang masih polos tanpa ada cincin yang melingkar di sana.
"Kamu tahu ini apa?" Tanya Dafa kemudian seraya mengangkat kedua tangan Shafa
"Pertanyaan macam apa itu, ya jelas tahulah itu jari tangan" ucap Shafa seraya melepaskan tangan dafa.
"Maksud nya kalau kamu dah menikah itu pasti ada yang melingkar di sana" ujar Dafa.
"Ah kalau kamu nggak percaya ya sudah aku nggak maksa juga." Ujar Shafa kemudian..
"Makanya lain kali jika mau bohong itu lihat-lihat kasih bukti akurat" ujar Dafa tak percaya..
"Ah kamu,. kalau tidak percaya ya sudah aku juga nggak maksa hmm, yang pasti aku sudah berusaha jujur" ujar shafa seraya mengerucut kan bibir nya.
"Seperti janji ku tadi, aku makan secara kilat kali ini, mari nona aku antar kan ke keluarga Grandma ucap Dafa Kemudian menggandeng tangan Shafa keluar dari kedai mi Tersebut setelah membayar semua tagihan makanan nya.
Dafa masih terus menggandeng tangan Shafa melangkah ke arah mobil nya yamg terparkir di badan jalan kemudian membuka pintu mobil nya dan menyusun Shafa untuk masuk ke dalam nya. Pria berwajah tampan dan manis tersebut kemudian tersenyum ke arah Shafa setelah Shafa duduk di kursi depan mobil nya. Body nya Dafa yang atletis menambah kesempurnaan fisik pria tampan itu yang telah lama tak di jumpai itu.
Di dalam mobil kedua nya lebih banyak diam, pandangan shafa tertuju ke arah jendela , ia melihat sungai dan hamparan sawah yang dengan tanaman padi yang menghijau, bagi nya sungguh pemandangan indah yang tak pernah di jumpai nya di kota Jakarta.. kota yang selama ini jadi tempat nya tinggal dan mengarungi pahit manis nya kehidupan.
"Benarkah kamu sudah menikah?" Tanya Daffa yang sejak tadi memperhatikan Safa
"Tentu saja benar masa aku bohong sama teman sendiri" jawab Safa.
"Aku aja nggak punya pacar kamu tiba-tiba punya suami,"
"Kamu juga bisa tiba-tiba punya istri kamu juga ganteng tajir lagi cewek di sini nggak mungkin ada yang menolak mu jika kamu mengatakan akan ku pinang kamu jadi istriku ah kurang lebih seperti itu" ucap Shafa mengajarkan teman nya itu.
"Apakah suamimu saat meminangmu juga mengatakan seperti itu?" Tanya Daffa.
Shafa terdiam beberapa saat dia lebih memilih untuk tidak jujur pada Java Daffa tentang awal pertemuannya dengan suami yang ia anggap sebagai kejadian kelam dan tidak perlu untuk di ingat lagi. Shafa ingin melupakan semuanya termasuk sang suami. Kepergian nya ke kampung nenek nya menjadi hiburan tersendiri untuk nya saat itu.
Meskipun begitu tidak bisa di pungkiri jika ia tidak lah mudah melewati ini semua. Hati nya masih terpaut pada Devan, dan bayangan wajah suami nya bahkan tak pernah hilang dari pikirannya. Pesona devan seakan jadi magnet tersendiri untuk nya dan tidak mudah untuk Mengabaikan pria yang telah menikahi nya.
"Aku titip kan hidup ku padamu ya Tuhan" batin nya, engkau sebaik-baiknya penentu. Semoga rumah aku masih bisa melewati ini semua, yang terpenting saat ini aku bisa bahagia demi anak ku" batin Shafa Seraya menahan air mata nya agar tidak tumpah
"Heh, di Tanya Malah melamun" ujar Dafa seraya menggerakkan tangan nya di Depan wajah Shafa.
"Eh Iya kamu tadi nanya apa aku sedang memikirkan yang lain maaf" ucap safa
"Dulu waktu suamimu melamarmu kata-katanya Apakah seperti itu?" Tanya Dafa kemudian.
"Nggak, waktu itu kami sedang sama-sama mabok dan menikah gitu saja tiba-tiba dah jadi suami istri setelah sadar" canda Shafa.
"Ya ampun aku tuh serius" ujar Dafa.
"Oh serius, biasa nya kamu kalau di tanya nggak pernah jawab serius" ujar shafa.
"Aku lupa, sudah lah lupakan, sudah ada berapa cabang toko emas mu di sini?, Ngomong-ngomong?" Tanya Shafa mengalihkan perhatian teman Akrab nya itu.
"Berapa ya, di sini nggak banyak" ucap Dafa kemudian.
"Kamu sejak dulu selalu merendah, itu yang aku suka dari kamu" ucap Shafa.
"Kamu suka sama aku?, Kenapa nggak bilang?" Tanya Dafa antusias
"Suka berteman dengan mu maksud nya" Shafa meluruskan.
"Hmm... Kirain" ujar Dafa dengan raut wajah kecewa seraya mengerucutkan bibir nya
Keduanya kemudian terdiam Dafa banyak berkonsentrasi pada jalanan, sedangkan Shafa lebih banyak mengarahkan pandangan nya ke keluar jendela.
Begitu banyak pemandangan alam yang membuat hati Shafa teduh saat melihat sekitar jalanan yang ia lewati.
Setelah sekitar 30 menit berada di jalan, sampailah mereka di sebuah desa di mana nenek Shafa Tinggal,
Kedua nya di sambut gembira oleh paman, bibi dan nenek nya dengan antusias.
"Shafa?" Pulang dengan siapa?" Tanya paman nya melihat Shafa turun dari mobil hanya dengan Dafa.
"Aku sendirian, ucap Shafa, kemudian mendekat ke arah paman bibi ,dan nenek nya dan menyalami wanita Yang sudah mulai keriput di kulit nya lalu masuk ke dalam rumah nenek nya di ikuti Dafa yang juga ikut masuk ke dalam rumah nenek Shafa.
.
___//____//____//____
Siang itu Devan sedang berada di kantor. Di ruangan nya ia merasa begitu gelisah mencari keberadaan sang Istri istri yang entah di mana.
"Dendi kamu masuk ke ruangan saya! Cepat!" Ucap Devan dengan suara keras di telinga nya.
"Baik bos" ucap Dendi kemudian.
Dendi yang telah mengetahui masalah apa yang sedang di hadapi bos nya membuat ia merasa gelisah. Tugas nya untuk menemukan istri nya belum juga membuahkan hasil. Dia berfikir pasti akan mendapatkan kemarahan dari Devan. Meskipun begitu ia berusaha tetap bersikap tenang. Ia melangkah ke ruangan bos nya dengan cepat kemudian mengetuk pintu ruangan milik bos nya Tersebut.
___, Bersambung___