Memasuki halaman rumah Devan, seorang pria paruh baya segera menyambut Leo dan juga Oma.
Pria itu adalah supir pribadi Devan, Hendra.
"Lija masih ada?" tanya Leo pada Hendra.
"Lija baru saja pulang, Tuan."
"Baiklah. Bawa barang yang ada di bagasi ke dapur," ucap Leo.
"Baik Tuan."
"Ayo, Oma."
"Devan ada di dalam kan?" tanya Oma.
"Ada, Nyonya," jawab Hendra sedikit membungkukkan badan, ia sudah sangat lama bekerja dengan Devan, jelas ia tahu siapa wanita tua yang sedang bersama dengan Tuan Leo saat ini, dia adalah Nyonya besar Atmadja 'Nyonya Raina Atmadja.'
Sedangkan Lija, dia adalah maid yang bekerja di rumah Devan. Hanya datang ketika pagi dan pulang saat sore hari, tugasnya hanya membersihkan rumah, tidak lebih.
Alasan mengapa Lija tidak tinggal di rumah besar itu karena permintaan Devan. Pria itu tidak menyukai jika orang lain berada di atap yang sama dengannya. Menurutnya itu akan sangat menganggu, ia lebih suka hidup sendiri.
Sedangkan untuk urusan masak memasak, Devan lebih suka makan diluar, melakukan delivery makanan, atau memasaknya sendiri. Ya, karena ia memutuskan untuk tinggal terpisah dari Oma, sesekali ia memasak makanannya sendiri.
"Devan…" teriak Leo menghambur memasuki rumah besar bernuansa putih itu.
"Dimana anak itu?" Oma bertanya sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Mungkin lagi berenang di kolam belakang, Oma." Leo tahu kebiasaan Devan ketika sore hari di akhir pekan. Jika sepupunya itu tidak keluar maka biasanya ia hanya akan menghabiskan waktunya di kolam renang.
"Biarkan Leo mengeceknya, Oma tunggu dan duduklah dulu."
Namun bukannya menuruti ucapan Leo, Nyonya besar Atmadja itu segera berjalan ke dapur, berniat mengatur bahan makanan yang dibelinya selama perjalanan.
"Oma, istirahat dulu. Biarkan Hendra yang melakukannya," seru Leo ketika melihat Oma berjalan ke dapur.
"Tidak apa. Sudah sangat lama, aku ingin melakukan hal ini."
"Baiklah, terserah Oma saja." Leo segera berjalan ke taman belakang tempat kolam renang berada.
Namun hanya berselang beberapa menit ia kembali muncul.
"Devan…" panggilnya sekali lagi, tak mendapat jawaban apapun, Leo merogoh saku celananya, mengeluarkan ponselnya dan melakukan sebuah panggilan.
Bersamaan dengan itu, indera pendengarannya menangkap nada dering yang tidak asing di telinganya. Mengikuti kemana suara itu dan berakhir di sebuah kamar yang berada di lantai satu.
Membuka pintu kamar dan "Astaga Devan…." teriak Leo segera masuk, membangunkan sepupunya itu. Pantas saja tak ada balasan apapun sejak tadi.
"Bangun. Ini sudah sore."
"Oma datang," ucapnya lagi sembari menarik selimut yang menutupi tubuh Devan.
Mendengar suara keributan, Devan mengerjap-ngerjapkan mata, menyesuaikan cahaya yang memasuki retinanya. Sembari berusaha menormalkan perasaan, ia bangkit dan bersandar pada ranjang, kepalanya terasa sedikit berat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Devan tepat setelah mendapatkan penglihatan yang jelas dan menemui Leo yang sedang berkacak pinggang di depannya.
"Kau tidur atau latihan mati?"
"Berisik," ucap Devan lalu bangkit dari posisinya.
"Bereskan ini, aku mau mandi," ucapnya kemudian lalu meninggalkan Leo seorang diri dalam kamar.
"Hei, aku bukan pembantumu," teriak Leo ikut keluar dari kamar. Meninggalkan ruangan yang sangat berantakanitu.
"Biar Lija saja yang membereskannya besok."
Devan yang melangkah mendekati tangga tiba-tiba berhenti dan mematung di tempat.
"Oma…"
"Apa yang Oma lakukan disini?"
"Devan…apa yang terjadi padamu?" tanya Nyonya Raina segera meletakkan bahan makanan yang berada di tangannya, nampak ingin mendekati cucunya.
Menyadari penampilannya yang sangat berantakan, ia kembali melanjutkan langkahnya, "Devan mandi dulu, Oma."
Melihat Devan naik ke lantai dua, wanita itu menoleh ke arah Leo.
"Jangan bertanya apapun padaku, Oma."
Nyonya besar Atmadja mendengus ketika mendengar ucapan dari cucunya sendiri. Ia lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.
Hingga beberapa puluh menit berlalu, Devan kembali turun. Mengenakan kaos hitam polos yang dipadukan dengan celana pendek selutut.
"Apa yang Oma sedang lakukan?" tanya Devan mendekati dapur tempat Omanya berada.
"Sedang meracik racun untuk kita berdua," celetuk Leo yang duduk di meja makan.
Bersamaan dengan itu, suara benturan yang sangat nyaring terdengar.
"Aww-sshh… Oma, ini sakit." Kepala Leo terkena lemparan kaleng bekas dari Nyonya Raina. Sejak tadi, pria itu hanya memperhatikan segala hal yang dilakukan wanita itu tampa berniat menganggu. Bukan tanpa alasan, sebab ia sudah berniat membantu namun hanya berakhir membuat wanita tua itu murka.
Tiba-tiba api membumbung tinggi membuat mereka bertiga panik. Beruntung Leo dan Devan bergerak sigap meraih tabung APAR* yang tergantung pada dinding dapur dan segera memadamkan apinya.
"Hampir saja," gumam Leo tepat setelah meletakkan tabung berwarna merah itu di atas meja dapur.
"Oma apa yang terjadi? Mengapa bisa …."
"Pancinya gosong, Oma lupa mengisi dengan air," potong Nyonya Raina.
"Astaga Oma… Oma mau memasak atau bunuh diri?"
Mendengar keduanya, Devan hanya menghela napas dalam-dalam. "Oma mau makan apa?"
"Oma memasak untuk kalian berdua, bukan untuk Oma sendiri."
Melirik arloji di tangannya, Devan kemudian memutuskan melakukan deliveri makanan.
"Sebaiknya Oma istirahat," ucap Devan kemudian mengangkat tubuh wanita tua itu dan mendaratkannya di sofa ruang tengah.
"Halo." Devan melakukan panggilan.
"Halo, Tuan."
"Hendra masuklah, dan bereskan kekacauan di dapur," ucapnya. Ya, meskipun tugas Hendra hanya supir, namun tak jarang ia melakukan pekerjaan rumah menggantikan Lija ketika maid itu tidak ada. Seperti saat ini. Dan tentunya, semua itu tidak ia lakukan secara cuma-cuma sebab Devan sudah memberikannya gaji lebih, khusus untuk masalah seperti ini.
Hendra dan pengurus taman serta halaman rumah Devan memiliki rumah sendiri yang disediakan khusus bagi mereka. Sebuah rumah terpisah yang berada tidak jauh di belakang rumah megah itu.
"Aku masih belum selesai," ujar Nyonya besar Raina.
"Leo tidak mengizinkan…Devan tidak mengizinkan," ujar kedua pria itu bersamaan.
Mendengar suara besar cucunya. Nyonya Raina merungut.
Devan yang kembali melirik layar ponselnya mengerutkan kening, manik matanya terfokus pada puluhan pesan dari Leo.
"Apa karena aku tidak menjawab teleponmu, jadi kau mengirimiku spam seba..." ucapannya menggantung tepat setelah melihat isi pesannya.
*KETERANGAN
_______________________
Tabung APAR adalah sebuah tabung berisi gas Co2 (Karbon dioksida) yang berfungsi memadamkan api bertipe ringan.