Setelah hari ke-lima di Yogya berakhir beserta kegiatan-kegiatan sekolahpun telah usai, maka kamipun berkemas pakaian dan barang-barang kami untuk dibawa pulang kembali ke kampung halaman.
Aku rindu Mamah Papah, aku rindu adik-adikku, aku rindu sekolah, aku rindu minum cokelat hangat di kantin Abah, dan akupun sangat rindu Tuan Cokelat. Bagaimana kabar dia sekarang? Sedang apa dia sekarang? Apa ia juga merindukanku? Apa ia juga merindukan pandanganku? Apa ia juga merindukan hadirku?
Ataukah tak ada rindu sedikitpun untukku? Atau apakah ia merasa bebas tanpa hadirku? Ini yang aku takutkan. Dalam jatuh cinta, kita hanya di suguhi dua kepastian. Yakni Penerimaan dan penolakan. Sebab kita tidak bisa memaksa orang untuk juga jatuh cinta pada kita.
Dan jika hasil yang didapati adalah penolakan, maka siap tidak siap inilah resiko dalam jatuh cinta. Tetapi jika yang terjadi adalah penerimaan, sungguhlah beruntung. Jika sulit untuk didapatkan, maka sulit pula untuk dilepas.
Aku tahu aku sudah akrab dengan kakaknya Kak Rangga. Bahkan dengan semngat ia menceritakan Kak Rangga kepadaku. Tentang masa kecilnya yang menggemaskan. Tentang dirinya yang menjadi anak kesayangan semua anggota keluarga.
Di balik rasa bahagia, ada sedikit rasa takut. Aku takut Kak Rangga tidak senada dengan Kak Elsa dalam menyikapi ku. Kak Elsa sangat baik kepadaku, bahkan menganggap aku seperti adiknya. Meski aku tahu kami belum pernah bertemu secara langsung.
"Oke semuanya! Hari ini kita akan pulang kembali ke kampung halaman. Tapi sebelum itu, kalo kalian mau belanja oleh-oleh khas Yogyakarta, silahkan. Kami beri waktu hingga jam 9 malam. Oke?" ucap seorang pemandu wisata ketika kami berada di bus dan akan menuju ke Malioboro.
Sore ini, rintik hujan mulai membasahi Malioboro. Aku bersama Risma pergi berkeliling di sekitar Malioboro menggunakan becak motor. Suasana Malioboro malam memang indah. Banyak orang berlalu lalang untuk berbelanja.
Setelah lama berkeliling, akhirnya aku dan Risma berhenti di sebuah toko yang menjual kue pia. Setelah itu, kami berhenti lagi di toko yang menjual baju kaus khas Yogyakarta.
"Eh, Ris. Coba telepon Lulu sama Eva. Mereka dimana, ya?" tanyaku ketika kami sudah menaiki becak motor.
"Iya nih. Dari tadi aku chat tapi gak dibales" lirih Risma seraya memainkan ponselnya.
Karena tidak mendapat balasan, akhirnya kami bersepakat untuk kembali ke tempat mobil bus di parkiran. Padahal waktu masih lama. Tetapi belum saja kami tiba di parkiran, Lulu dan Eva sudah berdiri di pinggir jalan dan kamipun mendekati mereka dan berhenti tepat di hadapan mereka.
"Woy! Kalian dari mana aja? Kita nyariin dari tadi!" teriak Eva.
"Kalian yang dari mana? Aku chat Lulu gak dibales, telepon juga gak diangkat. Terus aku telepon Eva juga gak aktif!" seloroh Risma meluapkan kekesalan.
"Iya nih, gara-gara Eva nih, Ris. Aku dari tadi nungguin Eva disini lama banget entah kemana dia. Baru sekarang ketemunya" ucap Lulu pula menuangkan kekesalannya.
"Kalian tau gak? Handphone ku mati. Aku juga tersesat tadi entah dimana. Untung aku ketemu sama Dhea temenku dari kelas 11 IPA 4. Aku tuh pengen nangis tau. Takut ditinggal" cerita Eva.
"Risma, Shana. Kalian udah belanja?" tanya Lulu ketika kami sudah mulai tenang. Aku dengan Rismapun mengangguk.
"Kayaknya jangan belanja oleh-oleh di toko, deh! Harganya mahal-mahal. Mending di pasar malamnya. Tuh Risma juga ketipu. Masa kue pianya keras amat kaya batu, terus mahal lagi. Tadi pas nyobain iya sih, lembut. Parah emang" ucapku panjang lebar.
"Wah, yang bener?"
"Iya"
"Kalo gitu ayo kita ke pasar nya. Kita jalan kaki aja, deket ini" ucap Lulu memberi saran.
Akhirnya kami berjalan menyusuri jalan trotoar. Hari semakin gelap, kami menyempatkan untuk melaksanakan Shalat Maghrib terlebih dahulu.
Pasar malam ini begitu ramai pengunjung. Banyak barang-barang atau makanan khas Yogyakarta yang dijual disini. Kami berkeliling dari satu jongko ke jongko lain dan membandingkan harga barang.
Ya beginilah perempuan jika berbelanja. Barangnya harus bagus, harganya harus murah dan terjangkau. Waktu belanjanyapun lama. Jangan salahkan kami perempuan. Karena kami mau yang terbaik untuk diri kami.
"Pak, harga baju ini berapa?" tanyaku kepada pedagang yang mendagangkan baju oleh-oleh.
"Itu lima belas ribu, mbak" jawab bapak paruh baya itu.
Sementara uangku sisa delapan ribu. Barang belanjaanku sudah banyak, tapi aku juga ingin baju ini.
"Turunin deh harganya, Pak. Delapan ribu bisa?" ucapku yang sebenarnya hanya bergurau.
"Wah, gak bisa mbak. Kalo segitu saya rugi"
"Ya udah. Kalo gitu potong aja dua tangannya, Pak. Harganya kan jadi turun, saya hargain delapan ribu" ucapku diakhiri tawa dan diikuti tawa pedagang ini dan tawa sahabat-sahabatku.
Maksudnya, baju yang aku incar baju tangannya panjang, kalo baju tanganny di potong mungkin harganya akan turun. Begitulah akal humorku.
"Ya mana bisalah, Shan. Dasar Shana! Dia mh orangnya gini, Pak. Maafin, ya!" ucap Eva.
Kamipun berlalu dan akan menghampiri jongko lain. Tapi baru saja beberapa langkah, aku lihat Lulu dengan Adi bertabrakan. Mereka terlalu fokus pada ponsel masing-masing hingga akhirnya mereka bertabrakan.
"Aduh. Maaf ya, Lu. Gak kelihatan tadi" ucap Adi seraya memungut handphone nya yang terjatuh. Lulu juga memungut tasnya yang terjatuh.
"Iya gak apa-apa. Aku juga malah gak lihat-lihat jalan. Maaf, ya" ucap Lulu pada Adi seraya memasang wajah setenang mungkin. Aku tahu Lulu sedang berdebar-debar dan bahagia. Karena ia sedang berurusan dengan yang dicintainya. Aku bisa merasakan itu.
"Kamu gak apa-apa, Lu?" tanya Adi kembali.
Selanjutnya aku tidak mendengar lagi percakapan mereka karena mungkin tidak ada yang menyadari dengan insiden ini kecuali aku. Risma dan Eva terus berjalan seraya fokus dengan barang oleh-oleh. Sementara aku pura-pura tidak sadar seraya berjalan pelan agar Lulu bisa lekas menyusulku.
Melihat insiden yang baru saja terjadi, betapa bahagianya jika menjadi Lulu. Aku perhatikan dari jauh ternyata mereka mengobrol cukup lama. Ah, ingin rasanya aku berada di posisi Lulu. Aku bisa mengobrol lama hanya berdua dengan Kak Rangga. Ku harap, mungkin suatu saat nanti.
Setelah cukup lama Lulu berbicara dengan Adi, akhirnya Lulu menyusul kami.
"Kamu dari mana, Lu?" tanya Eva yang mulai menyadari kehadiran Lulu.
"Tadi ada perlu sebentar sama temen" ucap Lulu. Aku tahu, Eva dan Risma belum mengetahui jika Lulu menyukai Adi. Hanya aku yang tahu.
"Ciye, yang habis tabrakan" bisikku menggoda Lulu dan berhasil membuat mata Lulu membulat kaget.
"Kamu tadi lihat, Shan?" tanya Lulu memastikan ku.
Aku hanya mengangguk seraya tak henti-hentinya menggoda Lulu hingga berhasil membuat mukanya merah merona. Ah, cinta cinta! Kamu adalah keindahan dan keajaiban Tuhan.