Chereads / Tuan Cokelat / Chapter 44 - Ditolong Kak Rangga

Chapter 44 - Ditolong Kak Rangga

Senja yang tenang telah berubah menjadi malam yang indah. Bintang-bintang gemerlapan dilangit sana. Bulan sabitpun turut serta menghiasi langit malam sehingga menjadi terlihat indah dan damai. Aku bersyukur masih diberi kenikmatan dapat melihat pemandangan indah yang diciptakan Tuhan.

Setelah shalat Maghrib, aku, adik-adikku; Aqfa dan Ziyah, Mamah, dan Papah bersiap dan menaiki mobil kami untuk makan diluar. Sekali-kali, kami memang perlu menghabiskan waktu bersama keluarga.

"Mamah. Kakak dipilih buat jadi kandidat ketua di Pramuka! Kenapa kakak kelas pilih kakak, ya? Padahal 'kan banyak yang lebih pinter dari kakak, lebih aktif dari kakak. Kok kakak, ya yang dipilih?" Tanyaku ketika kami dalam perjalanan. Mamah yang sedang duduk didepan disamping Papah yang sedang mengemudipun menoleh kebelakang.

"Itu karena kakak kelas tau kalo kakak itu berkualitas. Artinya mereka percaya bahwa kakak bisa menjadi pemimpin yang mereka harapkan," terang Mamah penuh dengan kelembutan.

"Masa iya, sih? Padahal semua orang tau kalo kakak suka jahil dan jarang serius," ucapku seraya membuka makanan ringan yang mengandung cokelat.

"Iya nih! Kalo kakak jadi ketua, nanti semua orang dikerjain sama kakak. Terus bikin peraturan bebas pacaran. 'Kan ketua mah bebas. Lagian kakak punya pacar, 'kan?" Ucap Ziyah panjang lebar dengan gaya bicara cadelnya.

"Apaan sih, Ziyah! Anak kecil gak boleh ikut campur!" Kataku yang sebenarnya ledekan untuk Ziyah.

"Kakak punya pacar? Yah, Aqfa kalah dong!" Ucap Aqfa yang sedang fokus bermain game namun perhatiannya teralih ketika kami membahas pacar.

"Apaan sih pacar, pacar! Kalian gak boleh pacaran! Kalo mau langsung nikah aja," sahut Papah yang sedang mengemudi mobil seraya melirik kami dari kaca spion depan.

"Kok jadi pacar. Enggak kok kakak gak punya pacar. Lagipula kakak gak mau pacaran. Dosa 'kan, Pah?" Tanyaku untuk membela diriku sendiri.

"Bohong tuh, Pah! Buktinya di handphone kakak ada foto laki-laki, Pah," ucap Ziyah dengan polosnya.

Ah dasar bocah ini! Rupanya dia masih ingat dengan foto kak Rangga yang berada di galeriku waktu itu. Aku juga yang ceroboh. Harusnya aku sembunyikan atau aku segera menghapusnya.

"Eh, enggak, Pah. Itu foto orang dari grup WhatsApp. Gak sengaja ke-download. Iya 'kan, Mah? Mamah juga tahu, kok!" Ucapku seraya menyentuh lengan Mamah agar tetap merahasiakan kak Rangga dari Papah.

"Iya." Ucap Mamah sambil tersenyum. Huft! Aku lega mendengarnya.

Selama dalam perjalanan, kami berbincang kesana-kemari membahas tentang keadaan sekolahku, sekolah Aqfa, dan sekolah Ziyah hingga akhirnya kami tiba di sebuah restoran klasik yang menjajakan makanan lezat dan beberapa makanan seafood.

Tiada yang lebih indah dari berkumpul bersama keluarga. Karena kepada keluargalah kita akan berkumpul setelah lelahnya berjuang dalam kesibukan masing-masing.

Pagipun menjelang. Sebelum berangkat sekolah, seperti biasa. Aku menyempatkan mencium punggung tangan Papah dan Mamah sebagai tanda berpamitan.

"Mah, Pah. Kakak berangkat. Oya. Pah, Mah, hari ini pemilihan ketua Pramuka. Doain kakak supaya kakak menang dan menjadi ketua Pramuka, ya." Ucapku seraya memeluk Papah dan Mamah secara bergantian.

"Iya, Papah doain apapun yang terbaik buat kakak," ucap Papah dengan penuh harapan.

Setelah tiba disekolah, aku dan kandidat ketua Pramuka yang lain disambut oleh kak Dadan untuk berfoto yang akan ditempelkan di dalam kertas pencoblosan nanti.

Aku ditempatkan di nomor urut dua, dan setelah difoto, satu lembar kertas berisi foto, nama, dan visi-misi para kandidat Pramuka ditempel di Mading sehingga satu sekolah tahu bahwa aku adalah kandidat ketua Pramuka. Termasuk kak Rangga.

Aku tak sengaja melihat kak Rangga sedang berdiri didepan Mading. Mungkin ia sedang membaca sesuatu, dan ternyata benar. Ia sedang melihat selembar kertas pencoblosan kandidat ketua Pramuka.

Aku begitu puas, bukan hanya kak Rangga saja yang populer di sekolah ini, aku juga sama. Bukan kak Rangga saja siswa aktifis di sekolah ini, aku juga sama.

"Shana, sini dulu sebentar. Ada yang ingin bapak tanyakan ke Shana," ucap Pak Zain ketika aku tiba di ruangan IT untuk mengambil sebuah berkas milik Pramuka.

"Nanti saja, Pak. Ini saya ada acara dulu," tolakku secara halus.

"Pemilihan ketua Pramuka, 'kan? Perempuan memangnya bisa menjadi ketua?" Tanya Pak Zain yang menurutku meremehkan kaum perempuan. Tentu saja aku tidak terima dengan perkataannya.

"Bisa dong, Pak. 'Kan sekarang zamannya emansipasi wanita," ucapku dengan percaya dirinya.

"Pantasnya, perempuan itu cukup jadi sekertaris saja. Shana mau ya jadi sekertaris Bapak," ucap Pak Zain yang membuat aku bertambah risih sekarang.

"Maaf, Pak. Saya harus ke ruangan aula." Tegasku seraya melangkahkan kaki.

Belum saja beberapa langkah, Pak Zain sudah menarik tanganku dengan paksa dan menyeretku ke dalam ruangannya. Aku begitu takut, aku berontak sebisa mungkin. Di ruangan IT ini tiada siapapun, hanya aku dan Pak Zain.

Sebelum aku berhasil diseret ke ruangan pribadinya, tiba-tiba Kak Rangga muncul dari ambang pintu. Aku begitu bahagia melihatnya, dengan kehadiran Kak Rangga membuat tanganku terlepas dari genggaman Pak Zain.

Aku kemudian berlari mendekati kak Rangga yang sedang berdiri diambang pintu. Kak Rangga menatap Pak Zain dengan kebencian. Ini terlihat dari sorotan matanya yang berbeda dan deru nafasnya yang cepat seperti seseorang yang diliputi amarah kebencian. Sedikit saja dipancing, mungkin kak Rangga akan menyerang. Aku tidak tahu.

"Kamu gak apa-apa?" Tanya kak Rangga seraya mengelus pundakku. Aku yang masih ketakutan hanya menggelengkan kepala dengan cepat.

"Dia siapa, Shana?" Tanya Pak Zain yang kini aku membencinya.

"Shana pacar saya, Pak. Dan kami sepakat untuk menikah setelah lulus dari sekolah ini. Dan ingat Pak, kita sebagai laki-laki seharusnya melindungi perempuan!" Ucap kak Rangga dengan sedikit keras.

Kemudian ia melangkah keluar ruangan IT seraya menggenggam tanganku dan menariknya juga keluar dari ruangan ini. Setelah tiba ditaman sekolah, kak Rangga melepaskan tanganku.

"Lain kali hati-hati kalo sama cowok! Apalagi cowok yang suka godain cewek kayak Pak Zain," ucap kak Rangga tanpa menoleh kearahku dan masih terlihat ekspresi amarah yang ditahan. Wajahnya masih merah.

"Terimakasih, kak!" ucapku seraya menundukkan kepala kemudian kak Rangga berlalu pergi entah kemana dia.

Setelah menghela nafas, akupun melanjutkan aktifitasku kembali dan berjalan menuju ruangan aula dimana pemilihan ketua Pramuka berlangsung.

Acarapun dimulai, visi dan misi dari semua kandidatpun telah dijabarkan, dan kini saatnya pencoblosan. Setelah dihitung, ternyata jumlah suara terbanyak berpihak padaku. Dan aku terpilih menjadi ketua Pramuka satuan putri dan Andi terpilih menjadi ketua satuan putra.

Semua orang yang berada di ruangan ini mengucapkan selamat kepadaku dan kepada Andi. Tuhan, aku masih belum percaya. Aku menjadi ketua? Masa muda yang indah dan kaya akan pengalaman. Terimakasih, Tuhan. Ini yang aku mau.