Hari Senin besok adalah hari pertama sekolahku libur karena kelas 12 akan melaksanakan ujian sekolah. Dan hari Minggu ini aku akan membuat kejutan kembali untuk Kak Rangga yang akan mengikuti ujian.
Aku membuat kartu ucapan selamat untuk kak Rangga diatas kertas kecil berwarna kuning dengan tulisan, "Selamat mengerjakan soal. Semangat! Jangan lupa baca doa, ya!"
Setelah selesai sarapan dan sedikit membantu Mamah, aku pergi kesekolah dengan menggunakan baju santai, jaket putih, dan topi. Aku berangkat dengan alsan ada perkumpulan Pramuka ketika Mamah dan Papah bertanya. Tetapi aku berbohong, sebenarnya aku pergi ke sekolah hanya untuk menyimpan kertas ucapan selamat dariku untuk kak Rangga.
Untuk pergi ke sekolah, aku meminjam sepeda motor milik tetangga. Meskipun jarak rumahku dengan sekolah dekat, aku terlalu lelah jika berjalan kaki. Lagipula, aku hanya akan menyimpan kertas ini di meja ujiannya kak Rangga lalu pergi.
Setibanya di sekolah, aku langsung disambut oleh Pak Anwar.
"Kebetulan nih ada Shana. Shana sini!" Seru Pak Anwar seraya melambaikan tangannya. Dan akupun mendekatinya.
"Saya, Pak?" Tanyaku untuk memastikan.
"Tolongin Bapak, ya nempel-nempelin kertas identitas siswa di meja siswa," ucap Pak Anwar.
"Baik, Pak," sahutku. Tentu saja aku tidak menolak. Karena ini adalah tujuanku. Memasuki ruangan ujian dan mencari kartu identitas kak Rangga untuk nanti ku letakkan kertas ucapan selamatku untuk kak Rangga.
Sekolah kini sunyi. Tiada siswa lain yang berlalu lalang kecuali penjaga sekolah dan beberapa guru yang sedang mengurus persiapan ujian besok.
Aku memasuki ruangan satu di lantai dua. Dan mengerjakan apa yang diperintahkan Pak Anwar. Tetapi tidak ada nama dan foto kak Rangga di ruangan ini. Selanjutnya, aku memasuki ruangan dua dan ternyata ada nama dan foto kak Rangga. Sebelum pintu dikunci, aku menyimpan kertas dariku diatas meja kak Rangga.
Setelah selesai, aku berpamitan untuk pulang kepada Pak Anwar. Sebelum aku pulang, aku singgah dulu di kostnya Lulu.
"Assalamu'alaikum." Sapaku didepan pintu kostnya Lulu yang tertutup. Tak lama kemudian, muncul sosok yang ingin segera aku peluk. Sebuah pelukan mendarat begitu saja ditubuh kecil Lulu.
"Hari ini hari Minggu 'kan?" Tanya Lulu memastikan ku.
"Iya, Lu. Emang kenapa?" Tanyaku heran melihat reaksi Lulu yang sedikit tercengang.
"Enggak apa-apa. Tumben saja kamu kesini, Shan," sahut Lulu yang akhirnya mengungkapkan pertanyaan didalam hatinya. Mungkin.
"Emm, biasa. Ada misi yang harus dikerjakan, hehe," ucapku diakhiri kekehan pelan.
Aku tidak bisa terlalu lama disini. Mamah Papah pasti menungguku. Dan pemilik sepeda motor ini juga pasti menungguku.
Tanpa bertele-tele, akupun menceritakan maksud kedatanganku kesekolah kepada Lulu. Dan kali ini Lulu mendengarnya dengan wajah yang penuh dengan antusias.
"Bahagia, ya kalau jadi kak Rangga." Ucap Lulu tiba-tiba ketika aku selesai bercerita.
"Bahagia kenapa?" Tanyaku yang memang ingin tahu.
"Ya bahagia dong, Shan. Siapa sih yang gak bahagia dicintai sama orang yang benar-benar tulus dan penuh dengan pengorbanan seperti yang kamu lakukan ke kak Rangga. Apalagi kamu cantik, baik, pinter, dan juga memiliki jabatan di sekolah. Kalo bener kak Rangga gak tertarik sama sekali sama Shana berarti dia bodoh, Shan," ucap Lulu berdecak kagum.
"Ah, Lulu mah suka berlebihan kalau memuji orang!" Aku yang merasa tersanjung mencoba untuk tidak terbang tinggi membawa perasaanku.
"Emang gitu faktanya, Shan. Ini juga bukan hanya kata aku. Tapi kata orang-orang juga. Aku pernah mendengar beberapa anak laki-laki membicarakan kamu, Shan! Pasalnya ya itu. Kamu itu cantik, humoris, friendly, dan juga punya jabatan di sekolah. Kayaknya mereka kagum sama kamu, Shan!" Ucap Lulu yang kukuh dengan perkataannya.
"Percuma, Lu. Buat apa aku cantik dimata laki-laki lain sementara kak Rangga tak melirikku sama sekali. Sebenarnya aku berdandan untuk kak Rangga. Bukan untuk orang lain. Tapi sayang, sulit sekali untuk menaklukan hati kak Rangga," ucapku yang hampir putus asa dan merasa rendah diri.
"Jangan gitu, Shan! Aku pastikan hanya lelaki bodoh yang gak tertarik sama kamu, Shan. Kak Rangga 'kan matanya masih normal, belum buta warna. Aku yakin dia juga pasti tertarik. Hanya saja dia gengsi, Shan." Sahut Lulu dengan percaya diri.
Tapi setelah difikirkan, omongan Lulu ada benarnya juga. Mungkin dia gengsi. Tapi kenapa harus gengsi? Bukankah memang selazimnya jika laki-laki yang harus memulai duluan? Jika memang kak Rangga tertarik, mengapa aku tak pernah mendapat sapaan atau teguran darinya? Dia hanya membisu. Itu saja yang membuatku bimbang.
Setelah selesai bercerita, akupun pamit pulang kepada Lulu dan segera menancap gas menuju rumahku.
Hari Senin ini aku mempunyai janji untuk bermain di sebuah mall di kotaku bersama Lulu, Eva, dan Risma. Nantinya, kami hanya akan makan, jalan-jalan mengitari mall, bercerita, setelah itu pulang. Papah dan Mamah juga mengizinkanku.
Setibanya aku di mall, aku disambut oleh lambaian tangan Lulu, Eva, dan Risma didepan pintu utama. Kami juga sepakat untuk saling menunggu.
Setelah bertegur sapa dan bersalaman, kami akhirnya memasuki mall. Begitu bahagianya kami waktu itu. Kami tak berhenti tertawa sepanjang jalan karena ulah konyol yang kami lakukan.
Sebelum memasuki kafe, aku tak sengaja menabrak seseorang sehingga barang-barangnya berjatuhan dilantai. Aku yang salah, aku tak memperhatikan jalan. Aku mencoba untuk membantu memungut barang-barang perempuan berjilbab yang kutabrak tadi.
"Aduh, kak. Maaf banget, ya. Saya gak sengaja. Saya tidak memperhatikan jalan," ucapku memohon pada perempuan berjilbab ini.
"Iya tak apa. Saya juga tidak memperhatikan jalan, Mbak," ucap perempuan itu.
Aku mengamati wajah perempuan itu sepertinya aku kenal, tetapi dimana, ya? Dan bukan hanya aku saja yang mengamati wajah perempuan itu, perempuan itupun seperti mengamatiku juga. Sontak aku ingat.
"Kak Elsa!" Sahutku kaget.
"Iya. Kamu Shana, 'kan?" Tanya balik perempuan itu. Dan benar, dia kak Elsa. Betapa senangnya aku bisa bertemu dengan kak Elsa. Mungkin Tuhan mau cerita cintaku berlanjut dan terus meningkat.
"Iya, kak. Aku Shana. Senangnya bisa bertemu langsung dengan kakak cantikku," sahutku seraya menyalimi kak Elsa.
"Kakak juga senang bisa ketemu langsung sama Shana. Lebih cantik aslinya ternyata," ucap kak Elsa yang mulai akrab denganku.
Lulu, Eva, dan Risma hanya menjadi penonton bagi kami karena mereka dengan kak Elsa memang tidak saling kenal sebelumnya. Mereka hanya tahu dariku saja jika aku senang chattingan dengan kak Elsa. Kakak perempuannya kak Rangga. Lebih tepatnya calon Kakak Ipar. Aku berharap seperti itu.
"Oh iya, kak. Ini sahabatku, Lulu, Eva, dan Risma," ucapku memperkenalkan sahabatku kepada kak Elsa. Dan dengan antusias, kak Elsa bersalaman dengan ketiga sahabatku.
Setelah berkenalan, kami akhirnya makan bersama disebuah kafe. Sebenarnya aku yang mengajak kak Elsa untuk makan bersama. Sambil menyelam minum air. Begitulah pepatahnya. Aku memanfaatkan situasi yang Tuhan hadiahkan untukku. Terimakasih Tuhan, aku bahagia.