Chereads / Tuan Cokelat / Chapter 46 - Suara Rangga [Menikah?]

Chapter 46 - Suara Rangga [Menikah?]

Hari semakin siang, terik matahari semakin menyengat dan bumi semakin terasa panas. Aku berjalan dari kelas hendak ke ruangan Laboratorium Komputer, ditengah perjalanan, aku melihat dimading tertempel para kandidat ketua Pramuka.

Sontak aku terkejut, ternyata ada foto dan nama Shana disana. Ternyata benar, Shana memang sudah dipilih oleh temanku dari Pramuka untuk menjadi ketua Pramuka. Aku akui dia hebat dalam ekstrakulikuler yang diikutinya.

Bahkan dengan kebetulan aku melihat dia mengajarkan kolaborasi yel-yel kepada adik kelasnya dengan luwes dan lancar. Suaranya paling lantang dibanding teman-teman perempuannya yang lain.

Dari awal aku sudah menebak bahwa Shana bukanlah gadis manja. Dia gadis yang pemberani dan sedikit tomboy. Bahkan aku pernah melihatnya memukuli teman lelakinya meskipun hanya bergurau, tetapi itu yang membuat aku semakin penasaran kepada gadis itu.

Siang itu, aku berjalan di lorong ruangan Laboratorium Komputer karena ada suatu keperluan, aku berjalan seorang diri. Sepi dan tiada siapapun disini.

Namun ketika aku mengarahkan wajahku ke jendela ruangan IT, sontak aku terkejut. Aku melihat Shana ditarik paksa lengannya oleh Pak Zain, guru baru di sekolah ini.

Melihat Shana yang kesusahan untuk menolak bahkan berontak membuatku bertambah yakin bahwa kini Shana sedang berada dalam situasi yang tidak aman.

Sejujurnya ini pemandangan yang tidak aku sukai, melihat Pak Zain yang sepertinya sangat menginginkan Shana membuatku ingin marah kepadanya. Tak peduli dia guru atau kepala sekolah sekalipun. Ini adalah pelecehan. Dan aku tidak suka kepada orang yang melecehkan perempuan. Terlebih perempuan seperti Shana.

Entah mengapa, semakin aku melihat pemandangan ini, aku semakin ingin marah dan menyerang Pak Zain itu. Tetapi sebisa mungkin aku menahan diri agar keadaan tidak semakin kacau.

Akupun melangkah dan memasuki ruangan IT. Dan Shana terlepas dari genggaman Pak Zain. Dengan segera, Shana berlari ke arahku dan berdiri di belakangku.

"Kamu gak apa-apa?" Tanyaku seraya mengelus pundak Shana. Aku tak tahu mengapa ini begitu saja terjadi. Mungkin karena khawatirku yang berlebihan.

Sementara Shana yang masih ketakutan hanya menggelengkan kepala dengan cepat. Ya, aku tahu dia takut dari raut wajahnya.

"Dia siapa, Shana?" Tanya Pak Zain dengan wajah polos tanpa dosanya. Jelas-jelas dia berbuat salah, masih saja bisa menjawab dengan setenang ini. Akan aku buat dia tak akan mendekati Shana lagi.

"Shana pacar saya, Pak. Dan kami sepakat untuk menikah setelah lulus dari sekolah ini. Dan ingat Pak, kita sebagai laki-laki seharusnya melindungi perempuan!" Ucapku dengan sedikit keras. Tentu saja aku emosi.

Sebenarnya aku ingin sekali menyerang Pak Zain, tetapi lagi dan lagi aku menahannya. Sebisa mungkin, aku tidak ingin membuat keributan di sekolah ini, karena jika tidak aku mungkin akan mendapat hukuman dan mungkin akan dikeluarkan dari sekolah. Sementara kini waktuku di sekolah ini hanya tinggal satu semester lagi. Dan sebentar lagi aku akan mengikuti ujian. Jika aku bermasalah juga akan mempersulit untuk masuk ke Perguruan Tinggi nanti.

Kemudian aku melangkah keluar ruangan IT seraya menggenggam tangan Shana dan menariknya keluar dari ruangan ini. Setelah tiba ditaman sekolah, aku melepaskan tangan Shana.

"Lain kali hati-hati kalo sama cowok! Apalagi cowok yang suka godain cewek kayak Pak Zain," ucapku tanpa menoleh kearah Shana dan sebisa mungkin aku menahan amarah. Wajahku mungkin menyeramkan kini sehingga membuat Shana tak berani menatapku.

Aku tidak peduli dengan itu. Yang terpenting sekarang adalah Shana sudah aman dari lelaki tua itu.

"Terimakasih, kak!" Ucap Shana yang masih menundukkan kepala kemudian aku berlalu pergi meninggalkan Shana yang sedang berdiri mematung disana.

Setelah kejadian itu, aku segera pulang dan menenangkan diri dengan makan dan sedikit membantu aktifitas Ibu yang sedang memasak. Aku suka membantu ibu dan Kak Elsa memasak di dapur.

"Mulai ujiannya kapan, Rangga?" Tanya Kak Elsa ketika aku membantu menggoreng ikan.

"Tiga bulan lagi, Kak," sahutku dengan nada datar.

"Sekolah kakak juga sama. Ini juga lagi sibuk-sibuknya ngurusin anak-anak." Ucap Kak Elsa sembari memotong bawang. Aku tak menanggapinya, aku hanya diam.

"Eh, Ga. Kamu tau Shana? Satu sekolah sama kamu. Tapi dia dikelas 11 IPA 3. Kamu tau?" Tanya Kak Elsa yang membuatku terkejut.

Dari mana Kak Elsa tahu tentang Shana? Sejauh ini, kak Elsa tak pernah cerita tentang hal ini.

"Hanya tau saja. Gak kenal," jawabku apa adanya. Dan ini benar, aku tahu semua tentang Shana tapi kami tidak pernah berteman atau sekedar menyapa dan mengobrol. Shana seperti jinak-jinak merpati.

"Oh," ucap kak Elsa kembali seraya melanjutkan aktifitasnya.

Sebenarnya aku ingin bertanya darimana kak Elsa tahu Shana? Tetapi kuurungkan karena aku terlalu lelah untuk berbicara terlalu banyak.

Setelah aku selesai membantu Ibu dan kak Elsa di dapur, aku kemudian berlalu menuju kamarku dan ku bantingkan tubuh diatas ranjang. Aku mencoba untuk tertidur. Tetapi bayangan kejadian tadi di sekolah terlintas kembali diingatanku.

Menikah? Pacar? Shana pacarku? Aku benar-benar tidak berfikir panjang untuk mengatakan itu. Aku tahu Shana menyukaiku, jika aku berkata demikian, mungkin aku memberikan harapan kepadanya.

Jika setelah sadar begini, aku malu dengan apa yang aku katakan. Sepertinya aku tak berani untuk menunjukkan diri dihadapan gadis itu.

Keesokan harinya, aku berangkat ke sekolah agak siang hari ini. Aku tahu, Shana pasti menunggu didepan koridor kelasnya dan melihatiku jika aku melintasinya. Ini adalah kebiasaanya yang telah aku ingat.

Tetapi hari ini, aku sengaja berangkat siang karena tak ingin dilihat oleh Shana. Aku masih malu dengan kata-kataku kemarin.

Ketika istirahat pertama pun, aku tidak jajan di kantin Abah, aku memilih jajan dikantin belakang untuk menghindari Shana.

"Hai kak Rangga!" Sapa Helma adik kelasku yang satu ekstrakulikuler denganku di Paskibra.

"Hai juga," sapaku kembali.

Dua bulan yang lalu, aku mendapat masalah di OSIS tentang Helma. Sebenarnya bukan aku yang mendekati Helma, tetapi Helma yang terlebih dahulu mendekatiku dan curhat kepadaku tentang pacarnya yang juga anggota OSIS. Melihat aku berbicara berdua dengan Helma, mungkin pacarnya cemburu dan menyerangku di grup OSIS.

Aku tidak terima disalahkan karena bukan aku yang salah, tetapi Helma yang memulai semuanya. Tetapi kini, permasalahan kami selesai. Helma putus dari pacarnya dan kami saling bermaaf-maafan.

"Pulang sekolah gak ada acara 'kan, Kak?" Tanya Helma yang mulai duduk di sebelahku.

"Ada. Main game, haha," ucapku dengan lantang.

"Ih kak Rangga! Udah, temenin aku nonton, yuk!" Ajak Helma padaku.

"Film Horor. Tayangnya sore ini. Ayo ih! Sekali aja kenapa!" Ucap Helma yang sebenarnya memaksaku.

"Iya iya. Cuma nemenin nonton film doang, ya. Abis itu udah pulang!" Aku mengajukan syarat. Setelah itu Helma menganggukkan kepala dengan gembira.

Setelah tiba di bioskop, aku terkejut. Ternyata teman dekat Shana juga menonton disini. Tetapi untunglah tidak datang dengan Shana. Jika kami berpapasan disini dan melihat Helma denganku, aku tidak enak kepada Shana. Ini hanya untuk menjaga perasaannya.

Seraya menuggu antrian, aku sangat tidak tertarik dengan apa yang Helma lakukan atau katakan. Aku lebih memilih untuk bermain game.