Aku resmi menjadi ketua Pramuka satuan putri di sekolahku. Dan mulai sekarang selain mengatur diri sendiri, kini aku juga berkewajiban untuk mengatur seluruh anggota Pramuka di sekolahku. Semoga aku bisa.
"Lu, tau gak? Kemarin itu aku tertimpa musibah dan hadiah. Aku juga gak tau apa yang aku rasakan, Lu. Dia mengaku pacarku," sahutku menunjukkan wajah bingung.
"Siapa yang ngaku-ngaku pacar Shana?" Tanya Lulu heran seraya membuka laptopnya. Seperti biasa, setelah pulang sekolah jika tidak ada kegiatan di ekstra kulikuler, aku dan Lulu akan menonton film di kosannya Lulu.
"Kak Rangga ngaku pacar aku di depan Pak Zain, Lu!" Ucapku seraya menarik-narik tangan Lulu.
"Serius, Shan?" Lulupun terperanjat dan mulai duduk serius menghadap ke arahku.
"Iya, Lu. Ceritanya, aku ke ruangan IT sendirian mau ngambil berkas Pramuka. Disana gak ada siapa-siapa. Cuma aku sama Pak Zain. Dan yang bikin tambah risih sama Pak Zain, dia ngerendahin perempuan. Terus yang bikin aku jadi benci sama Pak Zain, dia narik paksa tangan aku buat masuk ke ruangannya. Aku takut dan gak mau, aku berontak. Belum lama setelah itu, kak Rangga muncul dan ceramahin Pak Zain sambil bilang ke Pak Zain kalo dia pacar aku, Lu," ceritaku dengan begitu antusiasnya.
"Wah, Shan. Pak Zain itu keterlaluan, Shan. Itu namanya pelecehan, Shan. Kalo dilaporin ke Pak Kepala Sekolah bisa dipecat dia. Dari awal aku juga gak suka sama Pak Zain itu," sahut Lulu memasang wajah geram.
"Iya, Lu. Aku jadi takut kalo ketemu sama Pak Zain," kataku memasang wajah sebal. Sebisa mungkin, aku tidak ingin lagi melihat manusia paruh baya yang bernama Zain itu.
"Iya, Shan. Untung ditolongin kak Rangga. Tapi kok bisa dia ngaku pacarnya Shana?" Tanya Lulu dengan heran. Jangankan Lulu, akupun sama.
Sebenarnya dalam logikaku aku berfikir bahwa pengakuan kak Rangga kepada Pak Zain hanyalah bohong belaka. Ia ingin menolongku dari tingkah tidak senonoh Pak Zain.
Tetapi bahagiaku bukan karena kak Rangga mengaku pacarku, melainkan karena dia peduli padaku sehingga susah payah mau menolongku hingga ia rela berbohong mengaku pacarku demi melindungiku.
Jika tindakannya seperti itu, bagaimana aku tidak lebih jatuh cinta padanya.
Hari berikutnya, aku berangkat ke sekolah seprti biasanya. Sebagai ketua baru, aku mulai menata kembali struktur keanggotaan dan peraturan-peraturan. Cukup melelahkan memang, tetapi aku dibantu oleh teman-temanku.
Tentang kak Rangga, hari ini ia sedikit berbeda dari biasanya. Dia selalu menghindar dariku jika kami tak sengaja bertemu atau berpapasan. Kini, kak Rangga juga tidak ada di kantin Abah setiap jam istirahat pertama. Biasanya kami sering curi-curi pandang jika melihat dari kejauhan, tetapi sekarang berubah.
Kak Rangga kembali berubah. Kemarin baru saja dia mengaku pacarku dan mau menolongku, tetapi kini ia seakan tak mau bertemu denganku.
"Shan, tau gak? Kemarin aku sama adik aku nonton film ke bioskop, terus aku lihat ada kak Rangga sama seorang perempuan nonton bioskop juga," terang Lulu ketika setelah istirahat pertama dan pelajaran belum dimulai.
"Yang bener, Lu?" Tanyaku dengan sedikit kecewa, lebih tepatnya sangat kecewa.
"Iya, Shan. Kak Rangga juga sempet lihatin aku, mungkin dia fikir aku temennya kamu, Shan," ucap Lulu kembali dengan serius.
"Kakaknya kali, Lu," ucapku setenang mungkin.
"Enggak, Shan. Perempuan itu masih seangkatan kita. Aku gak kenal sih, hanya tau. Namanya Helma kelas 11 IPS 2, Shan," terang Lulu dengan tatapan yang tak bisa aku tebak.
Mendadak, jantungku serasa ingin copot dari tempatnya. Tubuhku mulai melemas, dan tanganku menjadi dingin dan pucat. Aku tahu ini sakit. Tapi aku mencoba untuk tetap tegar.
"Nonton film apa, Lu?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan meskipun aku begitu penasaran dengan cerita Lulu. Apa saja yang mereka lakukan selama di bioskop itu?
"Film horor sih, Shan," sahut Lulu diiringi kekehan pelan.
"Apa judulnya, Lu?" Tanyaku mencoba untuk bersikap setenang mungkin.
"Judulnya Mata Batin, Shan. Eh, tau gak, Shan? Selama di bioskop, kak Rangga sama Helma diem aja. Kak Rangganya kaya asik sendiri sama handphone nya. Aneh 'kan, Shan?" Terang Lulu membahas kak Rangga kembali dan terpaksa aku mendengarkan. Sebenarnya dengan senang hati mendengarkan.
"Kalo gitu berarti ceweknya yang ngajak nonton. Bukan kak Rangganya," sahutku menebak-nebak.
"Bisa jadi, Shan. Sebelumnya juga aku denger dari anak-anak tentang mereka. Sebenarnya Helma yang mendekati kak Rangga duluan, Shan," terang Lulu yang membuat telingaku semakin panas.
Tak heran, kini kak Rangga adalah idolanya para siswi di sekolah ini. Selain jago basket, kak Rangga juga memiliki wajah yang tampan dan gayanya yang kasual dan elegan yang membuat siapa saja langsung terpana melihatnya.
Mengingat hal itu membuat aku tidak percaya diri. Perempuan-perempuan yang mendekati kak Rangga cantik-cantik dan bermodel. Sedangkan aku? Aku hanyalah gadis biasa yang berpenampilan apa adanya.
Tetapi aku tak akan berhenti dalam fikiran itu, selain menjadi pejabat di sekolah ini, aku juga harus tampil lebih cantik dan menarik. Dan selain berprestasi di bidang non akademik, aku juga harus berprestasi dibidang akademik. Inilah pembalasanku.
Haripun berlalu dan aku masih bernafas. Hari ini dikelasku ada pelajaran olahraga. Sebagian besar teman-teman perempuanku berganti pakaian didalam kelas termasuk aku. Sedangkan satu orang temanku bagian menjaga pintu takut-takut ada yang ingin memasuki kelas.
Seluruh jendela di tutup. Tetapi teman laki-laki kami yang telah selesai berganti pakaian yang entah dimana bergantinya satu persatu memasuki koridor kelas kami dan menunggu kami selsai berganti pakaian.
"Woy, udah belum? Lama banget!" Teriak Nandang dari luar kelas.
"Beluum!"
"Jangan masuk!"
"Tunggu!"
"Sebentar lagi!"
"Sabar dulu kenapa, sih!"
Teman-temanku berteriak dari dalam kelas seraya mempercepat aktifitas berganti pakaiannya.
"Gue hitung nih, ya. Kalo udah hitungan kelima belum beres juga gue masuk, ya!" Teriak Nandang kembali diakhiri tawa lebar bersama teman-teman laki-laki yang lain.
"Jangan!"
"Ih belum beres, Nandang!"
"Awas lo, ya, Nandang!"
"Lo mau gue sleding, Nandang?!"
"Eva, pegangin pintunya!"
"Iya nih dipegangin, kok!"
Begitulah mulut perempuan. Sangat berisik!
"Satu!" Teriak Ihsan yang diakhiri kekehan pelan.
"Belum beres ih!"
Sebelum mereka menghitung hingga 4, kami sudah selesai berganti pakaian dan meninggalkan kelas. Setelah keluar dari kelas, dengan penuh amarah, semua teman perempuanku yang berganti dikelas memukuli Nandang dan Ihsan.
"Woy, masuk aja enggak kenapa gue dipukulin?" Teriak Nandang ditengah serangan teman-temanku.
"Habisnya sih, lo! Bikin kesel aja!"
Tentu saja karena kami kesal dengan ulah mereka. Huft, dasar laki-laki!
"Hey, aku mau dong dipukulin. Dipukulin manja!" ucap Muhiban dengan gaya bicara yang dilebay-lebaykan dan diakhiri kekehan pelan.
"Najis banget lo, Ban!" Ucap Ihsan setelah berhenti dipukuli oleh teman-temanku.
Begitulah ulah teman-temanku. Menyenangkan sekali dapat mengenal mereka dengan karakter mereka yang berbeda-beda. Terimakasih Tuhan sudah menghadirkan mereka dalam hidupku.