Ini adalah hari kedua aku bersama teman-temanku di Yogyakarta. Sore yang tenang ini memang tidak ada kegiatan formal dari pihak sekolah. Maka akupun memanfaatkan waktu ini untuk sekedar jalan-jalan di sekitar hotel.
"Risma, jalan-jalan yuk! Cuacanya cerah, loh!" ajakku pada Risma yang sedang asyik dengan handphone nya.
"Enggak ah, Shan. Aku lagi males keluar" tolak Risma memasang wajah lelah. Sedangkan Eva dan Lulu entah pergi kemana.
Akupun berjalan menyusuri lorong hotel di lantai bawah ini dan berhenti di dekat kolam renang. Kakiku terus berjalan mendekati kursi panjang yang menghadap ke kolam renang dan akupun duduk diatasnya.
Kurogoh ponsel disaku dan mulai membuka pesan. Ternyata Kak Elsa masih mau membalas pesan-pesanku. Bahkan kami saling bercerita tentang pengalaman masing-masing. Oh Tuhan, bahagianya aku.
Bertemu dengan helm milik Kak Rangga saja aku sudah sangat bahagia apalagi dapat mengenal anggota keluarganya. Cinta memang membuatku berenergi dan mengalirkan kebahagiaan yang melimpah dalam diriku. Terimakasih Tuhan.
"Ayo nyebur! Hahaha!" teriak seorang pemuda yang hanya mengenakan celana pendek seraya mendorong salah satu temannya ke kolam hingga ia tercebur. Kemudian disusul teman-temannya yang lain yang menceburkan diri ke kolam. Aku kira sekelompok anak laki-laki itu dari kelas IPS.
"Shana! Ayo renang! Eh, nama lo Shana 'kan?" ucap seorang lelaki yang tak aku kenal seraya mencipritkan sedikit air dari kolam ke arahku.
"Eh, lo gak sopan banget sih! Kalo mau renang, ya renang aja sendiri! Duh, baju gue jadi basah nih!" gerutuku sebal seraya mengusap-usap bajuku yang sedikit basah.
"Ya udah kalo gitu" ucap laki-laki itu lagi seraya menenggelamkan diri kedalam air.
"Dasar sok kenal!" gerutuku lagi. Aku merapikan kembali bajuku dan duduk tenang kembali sambil memainkan ponselku.
"Shana. Sendirian aja disini. Lagi ngapain?" ucap Lulu yang tiba-tiba datang dari belakangku.
"Eh Lulu. Tadinya aku mau ngajak jalan-jalan. Tapi Rismanya gak mau. Kamu sama Eva juga gak ada. Ya jadinya aku kesini, deh! Eh sialnya, orang sok kenal itu tuh nyipritin air ke bajuku, terus ngajakin aku renang lagi. Emang gue temennya apa?" gerutuku. Emosiku kembali hidup. Tapi aku tahan. Terlalu sering marah-marah akan membuat kulit wajah cepat keriput.
"Shana kalo lagi marah-marah gini suka lucu" ujar Lulu diiringi kekehan pelan. Dan akupun hanya mendengus kesal.
"Oh ya, Shan. Aku pengen cerita nih. Boleh?" tanya Lulu diiringi kekehan pelan.
"Iya Lu boleh. Cerita apa?" tanyaku penasaran. Aku begitu antusias jika ada orang yang ingin bercerita padaku. Aku senang menjadi tempat curhatnya orang-orang. Dari cerita mereka aku juga mendapat pelajaran.
"Tapi aku malu, Shan. Soalnya ini udah lama" ucap Lulu kembali. Sepertinya ia ragu untuk mengungkapkannya.
"Enggak usah malu, Lu. Cerita aja. Aku juga suka cerita ke Lulu gak malu 'kan?" ujarku meyakinkan Lulu.
"Em, sebenernya aku suka sama seseorang, Shan. Udah lama banget. Aku juga gak tau kenapa aku suka sama dia. Ternyata bener kata Shana. Cinta itu kadang membuat hati bahagia, kadang juga membuat terluka" Akhirnya Lulupun mulai bercerita.
"Wah, berati Lulu lagi jatuh cinta nih. Siapa orangnya, Lu? Aku kenal gak?" tanyaku begitu penasaran.
"Em, dia bukan orang jauh sih, Shan. Angkatan kita bahkan sekelas sama kita. Coba tebak siapa?" sahut Lulu dengan wajah sumringah khas orang yang sedang jatuh cinta.
"Siapa ya? Em, Muhiban?" tanyaku.
"Bukan"
"Zainal?"
"Bukan"
"Oh atau Tria!"
"Ya ampun. Masa aku suka sama cewek. Aku tuh masih normal, Shan!" protes Lulu seraya memasang wajah sebal.
"Ya udah aku nyerah deh!" ucapku pasrah.
"Yah, kok nyerah sih, Shan? Ayo tebak lagi!"
"Oke deh. Em, Adi kali ya?" ucapku sedikit ragu. Dan ternyata Lulu menganggukkan kepalanya berulang. Apa? Lulu suka sama Adi? Bukannya Adi itu...
"Iya, Shan. Aku tau Adi itu pacarnya Zara. Aku juga gak tau kenapa aku bisa jatuh cinta sama pacar orang. Tapi nih ya, Shan. Aku cari tahu tentang hubungan mereka dari kata orang. Menurut Adikku, si Lala, dia 'kan serba tahu termasuk urusan pribadi orang. Ternyata, Lala bilang sebenarnya mereka itu gak pacaran. Hanya hubungan tanpa status gitu. Terus katanya si Zaranya aja yng mulai duluan suka sama Adi. Ya Adi juga salah sih malah melayani Zara. Itu 'kan sama kaya memberikan harapan ke Zara. Ya gak, Shan?" ucap Lulu panjang lebar.
"Iya, Lu. Aku juga denger mereka pacaran. Tapi dari awal aku gak yakin kalo mereka sama-sama suka. Apalagi Adinya. Aku lihat dari raut wajahnya seperti orang yang dipaksa pacaran. Tapi aku gak tau secara pasti sih. Terus, sejak kapan Lulu suka sama Adi?" tanyaku penasaran lagi.
"Udah lama, Shan. Kira-kira di semester tiga kalo gak salah" ujar Lulu seraya memasang wajah berfikir.
"Semester tiga? Ini udah semester empat loh, Lu! Kenapa baru cerita sekarang? Hmm, pantesan aku perhatiin cara lihat kamu ke Adi tuh beda, Lu. Dari awal aku juga udah nyangka ada sesuatu antara kamu sama Adi, Lu. Eh, ternyata ada cinta dibalik pandangan" ucapku diakhiri tawa kecil sebagai menggoda Lulu.
"Iya, Shan. Tadinya aku mau ceritanya pas awal-awal ke kamu, tapi aku tahan dulu. Takut perasaannya hanya main-main. Eh, ternyata beneran, Shan"
Belum saja aku menjawab ucapan Lulu, anak laki-laki yang sedang berenang mencipritkan air kepadaku dan Lulu. Huh, menyebalkan! Mengganggu orang saja.
"Pindah yuk, Lu! Disini banyak anjing laut yang sedang konser di kolam!" gerutuku diiringi suara tawa Lulu dan ocehan para anak-anak laki-laki yang sedang berenang itu.
Sesegera mungkin aku dengan Lulu keluar hotel ini karena takut dikejar anak anjing laut yang menyebalkan itu.
"Kita jalan-jalan aja yuk, Lu!" ajakku seraya melihati halaman hotel.
"Ayo. Sekalian aku mau jajan jajanan Yogya"
"Ayo, kebetulan aku sedang lapar, Lu"
Kamipun berjalan menyusuri jalan trotoar. Berharap bertemu dengan pedagang kaki lima yang menjajakan makanan enak.
Selama di perjalanan, aku menceritakan tentang Kak Elis kepada Lulu. Begitu antusiasnya Lulu mendengar ceritaku. Matanya begitu berbinar seolah ia merasakan apa yang aku rasakan karena iapun sedang dilanda cinta sama sepertiku.
Inilah cinta, apapun yang mengenai orang yang dicinta pasti akan antusias menanggapinya. Cinta membuat pendengaranku menjadi tajam bila mendengar suaranya, suara motornya, atau suara langkah kakinya meski dari kejauhan.
Cinta pula mengubah penglihatanku seolah apa yang aku lihat dari diri Kak Rangga begitu indah dan sempurna. Cinta jugalah yang mengubah suasana hatiku serasa bahagia sepanjang waktu sebab menyimpan sebuah harapan meski aku tahu ini belum pasti. Tapi melalui cinta, aku mendapat banyak pelajaran dan pengalaman yang tak ternilai harganya. Terimakasih Tuhan. Aku begitu bersyukur pada-Mu