Sesaat angin senja merasuki raga. Langit bekerja sama dengan mega jingga menyelimuti alam raya. Begitu sejuknya angin di bumi ini. Namun sayangnya, hatiku tak sesejuk semesta senja ini.
Dalam hidupku, aku belum pernah merasakan nestapa yang absurd seperti ini. Sungguh manusia yang bernama Rangga itu benar-benar mengganggu kelangsungan kehidupan remajaku. Dan bodohnya hati ini, mengapa ia masih menyimpan rasa kepada seseorang yang telah ada pemiliknya.
Ah, sudahlah. Semenjak aku mengenalnya, aku menjadi lebay seperti ini. Aku fikir, apa yang Kak Rangga lakukan dengan pandangannya adalah jahat. Penjahat hati! Gelar itulah yang pantas untuknya.
Maka dengan ini, aku menyatakan perang dengan Kak Rangga juga dengan Anis. Kulihat kak Rangga adalah lelaki aktivis, maka akupun bisa menjadi perempuan aktivis pula. Akan ku tunjukkan padanya bahkan pada dunia bahwa aku bukanlah perempuan yang lemah hanya karena cinta. Akan ku buktikan pula bahwa aku bisa menjadi perempuan yang lebih dari Anis itu. Inilah balas dendamku.
"Lu, aku pengen nanya. Seriusan, sekolah ini aneh, ya?" ujarku suatu ketika pada Lulu.
"Aneh gimana, Shan?" tanya Lulu heran padaku.
"Ya, aneh saja. Selama aku di sekolah ini kok gak ada anak cowok yang berantem, ya?" ucapku polos seraya memasukan kue cokelat ke mulutku.
"Kamu mah ada-ada saja. Bukan sekolah yang aneh. Tapi kamu yang aneh, Shan!" celoteh Lulu diiringi tawa gelinya.
"Eh, enggak. Gue serius ini nanya. Soalnya waktu aku Tsanawiyah, hampir setiap harinya selalu saja ada keributan. Bukan hanya cowoknya saja yang suka berantem, ceweknya juga ada. Pas aku masuk Aliyah, jep. Aku gak lihat lagi ada yang berantem disini. Gak seru ah!" ceritaku dengan memasang wajah yang sungguh-sungguh.
"Ya, mungkin anak-anak disini sudah pada dewasalah, Shan. Yang masih berantem kek gitu 'kan anak kecil. Ini tuh Aliyah, Shan. Bukan Tsanawiyah!" ucap Lulu dengan kekehan pelannya.
Ketika aku sedang asyiknya bercerita dengan Lulu, seseorang menyelang pembicaraan kami.
Laila datang dengan wajah seriusnya. Dia bilang bahwa semua kelas 10 IPA akan di pecah lagi.
Penyebabnya adalah kelas 10 IPA 3 yang tidak lain adalah kelasku. Ini ada kaitannya dengan gelar kelas unggulan. Aku tak tau siapa yang memiliki ide seperti ini. Sebagian temanku ada yang setuju untuk dipecah dan ada pula yang tidak setuju untuk dipecah. Antara dipecah atau tidaknya, kepala sekolah sudah memberi mandat kepada kelasku. Keputusan ada dipihak kelas 10 IPA 3.
Bahkan kelasku dikumpulkan dalam satu ruangan untuk memvoting suara mana yang lebih banyak antara dipecah atau tidak. Pak Akmallah yang mengurus ini.
Alasan temanku yang tak ingin dipecah adalah karena mereka sudah betah di kelas. Mereka sudah menemukan partnernya. Dan alasan temanku yang ingin dipecah tidak lain karena mereka tak sanggup berada di kelas unggulan yang dituntut untuk menjaga nama baik kelas unggulan dengan berprestasi lebih dari kelas lain.
Sementara aku? Aku tak tau apa mauku. Karena dipecah ataupun tidak keduanya sama saja bagiku. Bukan hal yang sulit bagiku mencari teman. Itulah diriku.
Dan untuk masalah prestasi, aku acuh tak acuh. Bahkan ketika pembagian raport di semester satu kemarin aku mendapat peringkat ke-30 dari 36 siswa aku biasa saja. Itu tidak akan berpengaruh dalam hidupku.
Entah apa sebabnya banyak yang tidak aku pedulikan dibumi ini. Pemikiranku lain daripada yang lain. Aku menyukai apa yang tidak disukai orang lain dan aku tidak menyukai apa yang disukai orang lain.
Hidupku sangat spontanitas. Apa yang membuat aku ribet dan ruwet, maka aku tinggalkan. Dan apa yang membuatku bahagia, maka aku pertahankan.
Aku tau masalah selalu berdatangan menghampiriku. Tetapi aku tidak akan hanya diam dan meratapi masalah itu. Aku akan mencari cara agar keluar dari masalah yang aku hadapi secepat mungkin. Itulah sebabnya mengapa orang-orang menanggapiku sebagai gadis yang selalu ceria dan enjoy.
"Shana, kamu dipilih buat ikutan tari Semaphore dari Pramuka buat demonstrasi di Perkemahan Masa Tamu nanti. Mau, ya? Kak Rahma sudah tunjuk kamu" ujar Salsa padaku saat anak-anak Pramuka sedang berkumpul.
Aku tak bisa menolak. Bahkan ini kesempatanku untuk mulai balas dendam terhadap kak Rangga. Aku bisa lebih dari dia! Akan ku tunjukkan bahwa diriku lebih berharga dari dia.
Mulai saat itu, aku dan teman-teman seorganisasi mengambil waktu libur akhir semester kami untuk berlatih di sekolah karena acara PERMATA atau Perkemahan Masa Tamu akan diselenggarakan sembilan hari yang akan datang.
Cahaya mentari pagi mulai nampak diantara celah-celah dedaunan dan pohon yang rindang. Mungkin sang mentari masih malu-malu untuk menampakkan dirinya kepada bumi. Burung-burungpun mulai bernyanyi riang meloncat diatas genting saling berkejaran bersama kawan-kawannya. Sungguh sejuknya alam raya di pagi hari.
Tepat pukul delapan, Hanida menjemputku bersama sepeda motornya untuk pergi ke sekolah bersama. Tujuan kami ke sekolah tidak lain adalah untuk berlatih demonstrasi.
"Shan, tuh!" Risma seperti menunjukkan seseorang padaku. Dia seperti memberi isyarat agar aku melihat seseorang yang Ia tunjukkan. Tapi aku sama sekali tak mengerti. Tak lama setelah itu, Risma menyebrang dan mengahmpiriku.
"Ish, kamu mah gak peka! Aku ngasih tau ada kak Rangga disini" celoteh Risma setelah berada dihadapanku.
"Mana? Dimana?" tanyaku dengan rasa penasaran.
"Telat! Dari tadi dia. Sekarang sudah pergi." Ucap Risma yang sepertinya mulai kesal padaku.
"Kemana?" tanyaku yang sebenarnya hanya basa-basi. Aku tau mendustai hati itu ternyata rasanya sakit.
"Entah. Mungkin pulang dia." Ucap Risma seraya bergidik pertanda Ia benar-benar tidak tau.
Sungguh tidak sadar. Seharian kak Rangga ada di sekolah. Beberapa kali teman-temanku memberi tauku tentang keberadaan kak Rangga. Tapi aku sama sekali tak melihatnya. Bahkan hanya punggungnyapun aku tak melihatnya.
Yang ku lihat kak Rangga dari kejauhan, ternyata itu kak Bastian, temannya kak Rangga. Dimana kak Rangga? Biasanya kak Rangga selalu bersama dengan kak Bastian.
"Shan, kak Rangga itu capten basket, ya?" ujar Diar teman seorganisasiku di ekstra Pramuka. Diar sudah mengetahui antara aku dengan kak Rangga karena Diar kerap kali melihat kak Rangga selalu melihatiku.
Mau tidak mau maka aku memberitahukan apa yang terjadi antara aku dengan kak Rangga kepada Diar. Dengan kebetulan Diar tahu banyak tentang kak Rangga di masa lalunya. Dengan memberi tahu Diar, membuat aku sangat beruntung.
Karena aku percaya, Diar adalah sosok utusan dari Tuhan untuk mengenalkan kak Rangga lebih jauh padaku melalui setiap cerita dari mulut Diar tentang kak Rangga.
"Oh, benarkah?" tanyaku tak percaya dengan apa yang Diar katakan.
"Kayaknya. Soalnya dia itu kek yang aktif banget di ekstra Basketnya." Ujar Diar dan kamipun hanyut dalam pembicaraan tentang kak Rangga. Tentang sikap dan penampilannya yang kini berubah dan tentang sisi kehidupan sosial kak Rangga.
Dan begitulah. Sekali lagi, semesta sepertinya sengaja menyuguhkan berita-berita tentang makhluk yang bernama Rangga Rafiqi tanpa aku mau.