Chereads / Tuan Cokelat / Chapter 5 - Kabar Duka

Chapter 5 - Kabar Duka

Mengingat tentang Aji dengan perasaannya membuat aku semakin enggan dengan suatu hal yang berkaitan dengan cinta. Karena sejak dahulupun aku selalu menghindari obrolan yang membahas tentang cinta.

Aku adalah salah satu perempuan yang tidak menginginkan terburu-buru dalam urusan cinta dan lelaki. Dalam fikirku, kebahagiaan yang Tuhan beri untukku lebih dari cukup untuk saat ini. Aku bersyukur diberi sahabat yang selalu bisa menemaniku dan menghiburku.

Aku juga bersyukur diberi keluarga lengkap yang harmonis. Dan aku bersyukur selalu dipertemukan dengan orang-orang asing dan masyarakat yang ramah dan menyenangkan. Kendatipun menurut mereka orang yang jahat, namun jika sudah berbaur denganku, semua orang sama bagiku.

Mereka memperlakukanku dengan baik. Karena prinsipku kita tidak bisa memaksakan kehendak orang lain atau mengubah orang lain sesuai dengan yang kita mau. Semua berawal dari diri kita terlebih dahulu.

Jika kita ingin diperlakukan baik oleh orang lain, maka kita harus memperlakukan orang lain baik terlebih dahulu. Jika kita ingin dihormati oleh orang lain, maka kita harus menghormati orang lain terlebih dahulu, dan jika kita ingin dihargai oleh orang lain, maka kita harus menghargai orang lain terlebih dahulu.

Hidup ini mudah dan menyenangkan jika sudah mengetahui kunci dan rumus dalam hidup. Dan aku sudah mengetahuinya. Semestalah yang mengajariku hidup atas perintah Tuhan. Maka sepanjang hari dalam setiap nafasku adalah kebahagiaan.

Baru saja beberapa purnama aku bergabung dalam ekstra Pramuka, aku sudah ditunjuk untuk mengikuti acara seleksi Pasukan Tunas Nusantara tingkat kota untuk acara hari jadi Pramuka nanti. Tentu saja aku bahagia apalagi aku lolos seleksi hingga semi final. Tetapi Risma lebih beruntung dariku karena dia terpilih sebagai anggota Pasukan.

Namun, belum saja Risma meneguk kebahagiaan itu seluruhnya, kabar duka aku dapat dari keluarga Risma bahwa Ibu Risma telah dipanggil oleh Allah untuk menemui-Nya.

"Aku merasa bersalah sama Ibu, Shan. Waktu kita seleksi PTN, Ibu sedang sakit parah hiks... Ibu mau aku temani, tapi aku bilang aku harus seleksi waktu itu hiks... Hingga kemarin pagi, Ibu sudah tiada, Shan. Hiks, hiks..." ucap Risma padaku ketika kami sekelas melayat Ibu Risma.

"Risma, Ibu Risma mungkin mengerti. Risma doakan saja Ibunya. Jangan nangis terus. Biarkan Ibu Risma tenang disana. Sudah ya. Lihat tuh ingus Risma keluar mulu!" ucapku menenangkan Risma yang diakhiri dengan gurauan.

Wajah Risma yang sembab karena terlalu banyak menangis itu akhirnya dapat tertawa karena kata-kataku. Aku bahagia bisa membuat orang tertawa.

"Tapi adek Risma gak kenapa-kenapa 'kan?" tanyaku khawatir seraya melihati wajah polos adik perempuan Risma yang duduk dipangkuan Risma yang masih berumur 5 tahun itu.

"Nah justru aku tuh kasian lihat adek, Shan. Adek selalu nanya mana Ibu? Aku jawab Ibu sedang berada di surga. Kadang juga adek ku gak percaya, dia malah keukeuh nanyain Ibu. Aku tuh bingung mau jawab apalagi" ucap Risma yang sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

Begitulah dunia dan cara kerja takdir. Yang sebelumnya tiada kemudian terlahir ke dunia, kemudian tiada lagi dari dunia. Dunia hanyalah persinggahan sementara dengan segala macam tipu dayanya.

Banyak manusia dibumi ini yang tertipu dengan dunia. Mereka berjalan diatas muka bumi ini seolah-olah mereka akan hidup abadi di dunia tanpa sedikitpun ingat kepada negeri setelah dunia yang tentunya abadi.

Sesungguhnya dunia adalah sebuah pelajaran bagi manusia yang mau berfikir. Karena apapun yang kita lakukan dan apapun yang Tuhan titipkan kepada kita akan ada pertanggung jawabannya kelak.

Dan untuk kematian, kematian akan menimpa siapa saja tanpa mengenali usia atau keadaan. Kita hanya menunggu giliran daun yang bertuliskan nama kita dari pohon kematian akan gugur dan Malaikat Izrail akan mengikuti kita kemana kita melangkah sejak seratus hari sebelum sakaratul maut itu terjadi.

Dan jika tubuh telah menyatu dengan tanah, lantas dimana peran dunia yang selalu kau banggakan? Justru dunia yang melalaikanmu akan menjadi bumerang kepedihan bagi dirimu di alam baka nanti.

Harta kekayaan yang didapat dengan bersusah payah selama di dunia akan ditinggalkan, sanak keluarga yang dicintaipun tak dapat menemani kesunyianmu dibawah tanah sana, jabatan yang selalu dibanggakanpun tak akan meringankan rasa takut ketika malaikat Munkar dan Nakir menanyaimu di alam kubur.

Selama tiga hari Risma diizinkan untuk tidak masuk kelas setelah hari kematian Ibunya. Bahkan wali kelas kami dan guru-guru di sekolah kami turut melayat Ibu Risma.

Setelah tiga hari Risma tidak masuk sekolah, aku duduk sendiri dibangkuku. Diantara teman-temanku dari kelas lain yang belum tau kabar duka yang menimpa Risma menanyaiku.

"Shana. Mana teman couple kamu? Kok dia gak ikut?" tanya Mila teman dari organisasi Pramuka ketika aku, Lulu, dan Eva sedang berada di kantin saat istirahat pertama.

"Risma gak sekolah. Ibunya meninggal dunia. Emang lo belum tau, ya?" celotehku pada temanku yang satu ini yang sedikit pelupa.

"Innalillahi wainna ilaihi raji'un. Eh iya lupa" jawab Mila yang diakhiri dengan cengirannya.

"ketahuan gak melayat, lo!" ucapku yang diakhiri dengan tawa ringan.

"Emang enggak, hehe. Soalnya di asramaku banyak acara. Eh, sekarang gimana keadaan Risma? Sudah mendingan?" tanya Mila kembali. Kami kemudian membicarakan keadaan Risma.

Hari berganti, mentari kembali menyapa bumi, awan-awan masih berwarna putih, dan aku masih bernafas. Seperti biasanya, aku hari ini terlambat datang ke sekolah. Aku tau, jika aku kesiangan, konsekuesi alam yang aku dapat adalah aku akan sial hari ini.

Dan benar saja. Aku terlambat lima menit. Dan beruntungnya aku diberi toleransi oleh Osis yang menjaga gerbang sehingga aku diizinkan untuk masuk. Konsekuensi untuk siswa yang terlambat di sekolah ini adalah dia tidak diizinkan untuk mengikuti kegiatan belajar-mengajar atau disuruh untuk pulang kembali.

Ketika aku lolos memasuki gerbang sekolah, Bu Wilya wali kelasku memanggilku untuk mengambilkan buku Lembar Kerja Siswaku diruangan kantor. Aku dapat bernafas lega. Aku fikir aku akan mendapat hukuman atas keterlambatanku ini.

Dan benar saja aku mendapat konsekuensi alam yang tak lain adalah sebuah kesialan yang menimpaku. Saat aku menaiki tangga terakhir, rokku depanku yang terlalu panjang terinjak olehku dan aku jatuh terngkurap. Buku-buku yang aku bawa berserakan dilantai.

Dan lebih sialnya, didepanku terdapat sekumpulan anak laki-laki dari kelas 10 IPS 1 dan alhasil semuanya menertawakanku. Hal ini membuatku malu dan aku segera memungut buku-bukuku dan berlari menuju kelas.

Itulah aku yang selalu bertingkah konyol yang alamiah tanpa aku buat-buat. Tapi aku bahagia dapat membuat orang lain tertawa karena kekonyolanku.

Karena tugasku dibumi selain beribadah adalah untuk membuat orang lain bahagia. Dan aku akan lebih bahagia jika melihat orang lain bahagia karenaku.