Matahari mulai naik dan cuaca panas semakin cerah ketika aku keluar dari kelas dan melihat dibawah lapangan sana. Setelah beberapa bulan Ibu Risma meninggal, kini Risma sudah kembali membaik dan menjalani hari seperti biasanya.
Hari ini tepat jatuhnya tanggal untuk pertandingan basket tingkat provinsi yang digelar di sekolahku.
Hampir seluruh siswa menjadi penonton dan berdiri dikoridor depan kelas kami masing-masing. Karena sekolah tidak diliburkan dan guru-gurupun tidak masuk kelas, maka kami tidak punya pilihan lain selain menonton pertandingan.
Aku, ke-tiga sahabatku, dan hampir seluruh teman-temanku menonton acara ini dari koridor kelas dilantai dua. Ketika pertandingan dimulai, aku melihat-lihati wajah pemain basket dari sekolahku satu per satu.
"Kenapa ya difilm-film romantis gitu banyak perempuan yang kecantol sama anak basket? Padahal apa keren nya sih anak basket? Lihat tuh anak basket disana! Gak ada yang keren. Apalagi yang itu tuh! Sudah kecil kering, hitam, terus rambutnya juga kayak yang jarang diurus" celoteh ku asal seraya menunjuk laki-laki pemain basket yang aku deskripsikan melalui kata.
"Syut. Jangan begitu, Shan. Dia kakak kelas kita. Nanti kecantol juga loh" ucap Risma yang pandangannya tertuju pada layar handphonenya untuk berswafoto.
"Yeay, selfi gak ajak-ajak nih!" sahutku ketika menoleh kepada Risma yang sedang berswafoto sendiri.
"Kita bertiga yuk! Lulu, sini kita selfi!" ajakku pada Lulu yang hanya melihati aku dan Risma saja.
"Enggak ah. Kalian saja" ucap Lulu singkat. Entah apa alasannya Lulu selalu enggan jika diajak berfoto.
Tak lama ketika pertandingan berlangsung, dilapangan sana suasana menjadi ricuh. anak basket yang sedang bermain itu bertengakar. Entah apa penyebabnya aku tidak tau.
Para pelatih dan sebagian siswa turun kelapangan untuk mengamankan. Tapi tidak untuk kakak kelasku dari Pramuka yang bernama Allen itu. Kak Allen berlari ketengah lapangan seraya mengacungkan sebuah sapu ijuk.
"Woy! Berantemnya pake ini nih biar seru!" teriak kak Allen dan hampir semua mata tertuju padanya.
Aku hanya tertawa seraya menggerutu dalam hati. Betapa konyolnya tingkah kak Allen. Tidak heran jika dia dipilih sebagai ketua diekstra Bina Seni. Ketika pertemuan Pramukapun kak Allen selalu berkata atau bertingkah konyol yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal.
"Shana selfi yuk! Backroundnya orang lagi berantem. Pasti bagus" celoteh Risma yang terbawa-bawa aneh oleh ku. Risma yang berkata demikian.
Dan orang-orang didekat kami memandangi kami dengan tatapan yang tidak biasa, seolah-olah mereka berkata, "Nih anak ngapain sih?". Tapi aku tidak peduli. Benar-benar tidak peduli.
Risma senang berswafoto. Dalam setiap kesempatan Risma tak pernah melewatkannya kecuali berfoto. Aku dan teman-teman memanggilnya dengan 'Jurig Selfi'. Jurig dalan bahasa Sunda yang artinya hantu.
Berbeda denganku, aku yang bercita-cita untuk menjadi reporter suatu saat nanti memegang kamera ponsel olehku dan berkata didepan layar ponsel layaknya seorang reporter yang sedang menyiarkan berita.
"Selamat siang pemirsa. Kembali lagi bersama saya Shana Aqiba. Dibelakang saya terjadi pertandingan basket yang berujung ricuh. Penyebabnya dikarenakan perebutan bola basket antara Sukro dan Marfu. Bola basket yang sedang dimainkan oleh Sukro tiba-tiba direbut oleh Marfu yang membuat Sukro naik pitam dan menghajar Marfu. Pelatih basket memang aneh pemirsa. Dia melatih anak-anak basket untuk saling berebut bola. Padahal, jika satu anak diberi satu bola basket tidak akan ada perebutan bola. Begitulah kata Pak Ujang tetangga sebelah saat saya mewawancarainya. Demikian. Berita selanjutnya dapat Anda saksikan dua tahun mendatang. Selamat siang dan sampai jumpa" celotehku.
"Emang ada yang mau nonton berita aneh kamu, Shan? Haha" ucap Lulu padaku yang diakhiri dengan tawa renyahnya. Aku tidak sadar. Kufikir tidak ada orang yang memperhatikanku. Ternyata Lulu sedari tadi melihatiku.
"Hanya orang-orang aneh yang mau nonton berita gue. Haha" sahutku yang diakhiri tawa bersamaan dengan Lulu.
"Kenapa harus dua tahun lagi, Shan?" tanya Lulu dengan penuh antusias.
"Nunggu Bang Haji Rhoma Irama tak bergodeg" ucapku asal yang diakhiri tawa renyah.
"Kenapa gitu?" tanya Lulu kembali yang diakhiri dengan tawa.
"Kan bahan beritanya godegnya Bang Haji Rhoma Irama. Haha" ucapku asal kembali.
"SUNGGUH TER-LA-LU" ucapku bersamaan dengan Lulu menirukan gaya bicara Bang Haji Rhoma Irama.
Orang-orang yang berada didekat kami melihati kami dengan bermacam-macam ekspresi. Bahkan ada diantara mereka yang menahan tawa mendengarkan kami. Tapi sekali lagi aku tidak akan peduli dengan orang-orang.
Hari berganti. Aku tak menyangka akan banyak acara yang diadakan disekolah ini. Salah satunya acara perlombaan-perlombaan antar kelas sepuluh yang diselenggarakan oleh Organisasi Pramuka. Ketua Kelas dikelasku sudah menunjuk siapa saja yang akan mengikuti perlombaan membuat miniatur Pionerink dan perlombaan Baris-berbaris.
"Kurang satu orang lagi nih buat lomba Baris-berbaris. Tiga hari lagi loh acaranya, guys!" ucap Salwa teman sekelasku memasang wajah panik.
"Nih, si Shana saja. Lo 'kan tomboy. Masa baris-berbaris saja gak bisa!" ucap Euis seraya menunjukku. Aku hanya bisa tercengang.
"Nah iya. Shana saja, ya? Oke jadi anggotanya sudah lengkap. Terimakasih Shana" ucap Salwa yang sudah mengambil keputusan sebelum aku menjawab.
Mau tidak mau aku harus ikut berlatih baris berbaris setiap setelah pulang sekolah. Hari demi hari berlalu, kini saatnya acara perlombaan dimulai. Kelasku mendapat undian ke-3 untuk tampil lomba baris berbaris.
"Celananya kurang dua lagi, nih!" ucap Zahara panik. Kami yang mengikuti lomba baris berbaris memang harus menggunakan celana PDL. Tapi tidak semua anggota memiliki celana yang dimaksud.
"Kak, pinjam celananya, ya? Sebentar saja. Kami mau tampil sekarang" Zahara memelas pada kak Allen selaku panitia perlombaan.
"Anjis, terus gue pake apa?" tanya kak Allen yang diakhiri tawa ringan.
"Pake rok dulu. Ya kak? Plis banget. Sebentar kok" Zahara terus memelas dan akhirnya kak Allen bersedia.
"Awas ya jangan ngintip. Nanti terkejut loh!" ucap kak Allen yang sedang berganti celana dengan rok dikelasku.
"Kurang satu lagi, nih! Nah si Adli! Haha" ucap Salwa dan iapun menghampiri dan membujuk Adli teman sekelasku supaya Adli mau meminjamkan celana yang dipakainya. Akhirnya Adli bersedia.
"Haha. Lucu, Dli. Kek permen lolipop! Haha" semua orang dikelas ini tertawa puas melihat betapa konyolnya penampilan Adli dan kak Allen. Yang menambah lucu adalah kepala Adli yang kebetulan sedang botak membuat kami semua terhibur melihatinya. Dan kami mengabadikan momen ini dengan berfoto bersama.
"Adli, ada yang nyari tuh!" teriak Muhiban seraya berjalan menuju tasnya dikelas.
"Duh, jangan keluar dah! Adli malu pake rok!" ucap Adli yang berusaha sembunyi. Dan kami semua yang berada dikelas tertawa terpingkal-pingkal kembali.
"Kita bisa kita pasti bisa! Kita akan raih bintang-bintang! Kita bisa jadi yang terdepan. Bersatu bersama dalam satu irama terbang meraih kejayaan. Kita bisa!"
Yel-yel kami ketika tampil menggelegar seisi sekolah ini. Suara gemuruh tepuk tangan dan teriakan para penonton semakin membuat kami gugup. Meskipun terdapat beberapa kesalahan, tetapi kami puas sebab kami mendapat juara ke-2. Terimakasih Tuhan.