Burung-burung pagi ini menyambutku dengan penuh riang. Mereka memberiku energi penuh semangat. Dan hari ini aku tidak kesiangan.
Ketika dalam perjalanan, Risma tak jauh berada dibelakangku dan ia langsung mengenaliku.
"Shana!" teriak Risma sembari setengah berlari menujuku. Aku hanya menoleh.
"Tunggu!" akupun menunggunya.
"Shana, Shana! Kamu tau kak Yofa?" ucap Risma ketika baru saja tiba dihadapanku.
"Oh, Kakak senior kita di Pramuka?" jawabku sembari melanjutkan perjalanan menuju sekolah dan berjalan menyeimbangi langkah Risma.
"Iya. Kamu tau gak? Sejak kemarin, Kak Yofa chatt aku terus" ujar Risma to the point.
"Lalu?" kataku penasaran.
"Ya, dia bilang kalo dia suka sama aku"
"Terus Risma suka sama dia?"
"Ya, enggak tau. Aku sih masih risih"
Dan meskipun pada permulaannya Risma risih terhadap kak Yofa, tetapi Risma berbeda denganku. Risma masih mau menghargai perasaan kak Yofa dengan melayaninya. Dan entah apa yang membuat risih Risma berubah menjadi suka terhadap kak Yofa hanya dalam waktu satu bulan. Dan akhirnya Risma dengan kak Yofa resmi berpacaran. Berbeda denganku dan Aji yang sekarang dia entah dimana.
Meskipun Risma selalu menceritakan tentang hubungannya dengan kak Yofa dilengkapi dengan ungkapan perasaan yang Risma rasakan terhadap kak Yofa, tetap saja aku tidak mengerti apa itu pacaran? Dan apa yang dilakukan orang yang sedang pacaran? Dan bagaimana rasanya pacaran?
Entahlah, aku tak ingin berfikir berat tentang hal yang tidak penting bagiku. Toh, aku sudah bahagia. Untuk apa aku terlalu menyelami dunia yang asing bagiku. Cukup dengan memberiku makanan yang mengandung cokelatpun aku sudah sangat bahagia.
Aku sangat menyukai cokelat atau makanan dan minuman yang mengandung cokelat. Dalam sehari, aku bisa mengonsumsi cokelat hingga ratusan gram. Setiap Papah pulang kerja, Papah selalu membawa cokelat atau makanan yang mengandung cokelat karena kami adalah keluarga pecinta cokelat.
Mengenai Risma dengan kak Yofa, itu tak jauh berbeda dengan Laila, teman sekelasku yang sedang jatuh cinta sama seperti Risma.
Di kelasku kini diisi oleh pelajaran Ekonomi sebagai pelajaran lintas minat di kelas IPA yang sangat membosankan di tambah dengan guru yang tidak paham dengan penyampaiannya. Pelajarannya apa, yang di terangkannya apa.
"Duh, boring banget sih nih pelajaran!" gerutuku pada diriku sendiri.
"Kamu kenapa, Shana?" perhatian Laila beralih kepadaku.
"Kamu merasa bosan gak sih sama pelajaran ini? Udah pelajarannya susah, yang ngajarinnya juga gak asik. Rasanya pengen cepet-cepet keluar dari neraka ini!" gerutuku.
"Iya. Aku juga gitu, Shan. Lihat anak-anak yang lainnya. Mereka juga kayaknya pada boring. Apalagi si Sani tuh. Dia udah ada di alam mimpi" ucap Laila yang diakhiri tawa pelan.
"Haha. Iya. Tuh si Nandang juga udah ngorok!" celotehku yang diiringi tawa pelan.
"Itu yang di belakang kenapa ngobrol?" Tanya Pak Akmal saat aku dan Laila tertawa sambil berbisik-bisik.
Dengan serempak, anak-anak yang lainnya menengok ke arahku dan Laila. Aku dan Laila yang terkejutpun hanya bisa tersenyum.
"Katanya anak IPA, tapi kok di kelasnya ketika guru sedang menerangkan malah ngobrol?" umpat Pak Akmal. Dan semua siswa di kelasku menjadi semakin hening dan tentunya semakin membosankan.
"Memangnya apa hubungannya ngobrol di kelas dengan anak IPA?" bathinku berbisik.
"Laila, anter gue ke wc yuk!" pintaku pada Laila sebagai modus belaka.
Aku ingin segera keluar dari kelas yang membosankan ini. Jika menunggu jam pelajaran habis, aku mungkin akan mendadak meledak di kelas karena jam pelajaran akan berakhir dua jam yang akan datang. Satu menit saja serasa satu hari bagiku. Jika dua jam berapa puluh hari?
"Pak. Izin" setelah dapat persetujuan dari Laila, akupun meminta izin kepada Pak Akmal.
"Mau kemana?" tanya Pak Akmal.
"Ke toilet, Pak" kataku dengan penuh percaya diri.
"Awas, jangan lama-lama!" Pak Akmal berpesan. Dan aku mengiyakannya.
"AKHIRNYAA...." teriakku ketika aku dan Laila sudah berada diluar kelas.
Aku membentangkan kedua tanganku seolah-olah aku seorang penjahat yang baru dibebaskan dari penjara selama beberapa puluh tahun.
"Syut. Yang lainnya lagi belajar. Gak boleh teriak-teriak" ujar Laila.
Setelah dari toilet, aku mengajak Laila untuk pergi ke kantin terlebih dahulu. Inilah kebiasaanku ketika izin keluar kelas. Anak-anak baik tak mungkin melakukan ini kecuali terdesak seperti Laila. Awalnya ia enggan, setelah ku paksa akhirnya ia bersedia.
–Memang aku sering sering bolos pelajaran. Dalam sehari minimal aku bolos satu pelajaran. Setiap pelajaran yang tidak aku sukai, tanpa ragu, akupun keluar kelas dengan alibi izin ke toilet yang pada kenyataannya adalah jajan di kantin.
Atau jika tidak bolos, aku memasang headset ditelingaku sembari memakan makanan ringan dikelas ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Teman-temanku banyak yang menyaksikan kenakalanku. Tapi diantara mereka tidak ada yang berani mengadukan ulahku.
Ketika aku sedang menikmati jajananku dikantin, tiba-tiba kak Fajri, kakak kelas kami dari 11 IPA 4 melewati kami.
"Aaaaaaaa... Shanaaa...." kejut Laila setengah berteriak.
"Kenapa?" kataku tak mengerti.
"Ada kak Fajriiiiiii..." teriak pelan Laila.
"Emang siapa Kak Fajri?" tanyaku polos.
"Kamu belum tau? Dia itu kakak yang aku suka. Tadi kamu lihat 'kan dia senyum ke aku. Aaaaa...." teriak pelan Laila.
"Oh, jadi Laila suka ke kak Fajri? Sejak kapan?" tanyaku yang tidak menyangka jika Laila diam-diam menyukai kak Fajri.
"Sejak awal aku masuk Aliyah ini. Dia 'kan Osis yang urus kita dulu pas MOPD" jelaa Laila.
"Ooohh. Sudah lama dong!" Laila pun menceritakan segala tentang Kak Fajri padaku hingga kami lupa waktu. Tak terasa satu jam setengah aku dan Laila mengobrol di kantin. Aku keluar untuk izin ke toilet. Aku benar-benar lupa.
"Abis dari mana? Ke toilet saja kok lama banget?" pak Akmal menginterogasiku saat aku dan Laila kembali kedalam kelas.
"Biasa Pak. Cuaca dingin jadi di toiletnya ngantri, hehe" maaf, aku berbohong demi keselamatanku.
"Cuaca dingin apanya? Ini panas kok. Sudahlah duduk sana!" suruh Pak Akmal.
Itulah teman-temanku yang mengalami masa pubertas ke-2 salah satunya menyukai lawan jenis.
Lulupun sempat cerita padaku bahwa dia mengagumi Kak Zildan dari kelas 11 IPS 4 yang satu kost dengan Lulu.
Eva sudah jadian dengan Kak Adit kakak senior di pesantrennya. Di kelasku, Muhiban si Ketua Murid menyukai teman sekelasnya yaitu Ulpah. Rifai si musisi kelas IPA 3 menyukai Rahmi si bintang kelas. Zahara tertarik kepada Adli pemuda berkawat gigi itu.
Tapi aku? Siapa yang kusuka? Di Aliyah ini tidak ada pemuda yang menarik bagiku. Atau aku belum menemukannya?
Sesekali aku bertanya, apa aku normal? Kata temanku, ada kakak kelas yang menyukaiku tapi aku justru tidak menyukainya bahkan aku enggak benget. Sekali lagi, Apa Aku Normal?
Tetapi aku selalu percaya, mungkin diwaktu yang tepat Tuhan akan mempertemukanku dengan seseorang yang membuat aku jatuh cinta padanya. Kapan itu terjadi? Waktu dan semesta yang akan menjawabnya. Kini, aku sedang menikmati kesendirianku ini dengan bahagia.
"Ini pasti ulahnya si Shana, ya!" teriak teman-teman sekelasku ketika mengetahui sepatu mereka diikatkan dengan sepatu yang lain.
Tanganku selalu gatal jika satu hari saja tak menjaili orang. Meskipun aku tahu akibat yang akan aku terima setelah aku melakukan ulah. Bahkan ketika dipanggil untuk menghadap ruang kantorpun karena ulahku yang menjahili semua teman sekelas aku tak pernah jera. Sekali lagi, aku bahagia menyaksikan ekspresi-ekspresi para korban yang aku jahili. Bagiku, ini sangat menyenangkan.
Inilah aku, seorang gadis yang keras kepala. Jika dinasihatipun aku tak pernah mendengarnya apalagi menurutinya. Karena menurutku, ini duniaku dan aku tidak ingin diatur oleh siapapun.