Sesampainya di rumah, Kirana menaruh tasnya di atas meja belajar miliknya. Ia mengeluarkan semua buku-bukunya, dan ia melihat kotak hadiah yang ia dapatkan di sekolah tadi.
Kirana langsung meraih kotak hadiah tersebut, ia membuka perlahan kotak hadiah tersebut, kemudian dilihatnya sebuah jepit berwarna hitam, dengan dihiasi bentuk bunga mawar diatasnya, jepit itu terlihat sangat cantik.
Namun, di bawah jepit itu, terdapat secarik kertas pula, Kirana langsung membaca apa isi dari kertas tersebut.
Hai, Kirana….
Aku tahu, mungkin sekarang kamu membaca surat ini setelah kamu sampai di rumah, terima kasih sebelumnya, sudah menerima hadiah dariku.
Kirana … aku lihat akhir-akhir ini, kamu selalu bersama Vero, bahkan saat aku menyapamu kemarin, kamu malah menyebutkan namanya.
Kirana … maaf jika aku sedikit lancang, tapi aku ingin bertanya kepadamu, apakah kamu memiliki perasaan dengan Vero? Jika kamu tidak memiliki perasaan kepadanya, gunakan jepit pemberianku ini, tetapi apa bila kamu memiliki perasaan kepadanya, kamu boleh tidak memakainya besok.
Sekali lagi, aku minta maaf, jika aku terlalu lancang.
Tertanda,
Levi.
Seketika Kirana yang membaca nama yang tertera pada surat tersebut langsung terkejut, ia tidak menyangka Levi begitu memperhatikannya.
Setelah itu, Kirana nampak berpikir sejenak tentang pertanyaan Levi pada secarik surat itu.
Namun, tiba-tiba Kirana dipanggil oleh ibunya, seketika Kirana langsung menuju pada ibunya yang baru saja memanggilnya.
Sementara di rumah yang berbeda, Vero sedang melukis wajah Kirana, tanpa menggunakan contoh foto atau apa pun itu, ia hanya mengingat wajah Kirana detail demi detail.
Vero selalu memperhatikan wajah Kirana, sehingga tidak heran jika Vero begitu hapal setiap jengkal wajah Kirana.
Vero melukis wajah Kirana di kertas putih polos, ia melukisnya dengan sepenuh hati, sambil memandang ke arah luar melalui jendela kamarnya.
Setelah kurang lebih satu jam, Vero melukis wajah Kirana, ia dapat melihat wajah Kirana ada di kertas itu. Vero tersenyum senang melihatnya.
"Kirana … aku tidak akan melepaskanmu," ucap Vero sambil tersenyum pada lukisan berwajah Kirana yang terlihat begitu mirip itu.
Namun, tiba-tiba….
"Vero … keluarlah, kita makan malam bersama," teriak Rudolf dari luar kamar Vero.
Vero yang sedang berperasaan baik pun, langsung menjawab pamannya dengan penuh semangat.
"Baik, paman … aku akan keluar sebentar lagi," sahut Vero dengan semangat dari dalam kamar.
Rudolf yang mendengar itu pun, langsung mengerutkan keningnya, karena tidak biasanya Vero terdengar begitu semangat saat ia mengajaknya makan. Namun Rudolf hanya menggelengkan kepala, dan menganggap semuanya hanya perasaannya saja, kemudian kembali ke meja makan untuk menyiapkan makanan.
Tidak lama, Vero sudah menyusul Rudolf di meja makan, dengan senyuman yang terlihat jelas di bibir Vero, membuat Rudolf yang melihat itu pun, langsung mengerutkan keningnya bingung.
"Apakah ada yang lucu?" tanya Rudolf, dengan wajah bingungnya.
Vero segera menggelengkan kepalanya.
"Lalu kenapa kamu tersenyum sendiri begitu, jika tidak ada yang lucu?" tanya Rudolf.
Vero yang mendengar itu pun, langsung kembali memasang ekspresi datarnya. Kemudian tidak menjawab pertanyaan pamannya itu.
Rudolf yang tidak mendapat jawaban dari Vero pun, makin bingung dibuatnya. Namun seketika, Rudolf teringat dengan Kirana, dan berpikir jika Kirana lah yang menjadi penyebab Vero tersenyum sendiri seperti tadi.
"Paman tahu, jika kamu sedang bahagia, karena memikirkan Kirana, bukan?" tanya Rudolf berusaha menggoda Vero.
Vero yang sedang meneguk segelas air pun, seketika tersedak, ketika mendengar ucapan Rudolf.
Rudolf yang panik, langsung memberikan minum kepada Vero. Vero langsung meminum air yang diberikan oleh pamannya itu.
"Leluconmu hampir saja membuatku mati, paman…." ucap Vero, sambil memegangi bagian tenggorokannya.
Rudolf yang mendengar ucapan Vero pun, langsung tersenyum.
"Kenapa paman tersenyum?" tanya Vero, sambil mengerutkan dahinya.
"Sepertinya keponakan paman sudah mulai tumbuh menjadi dewasa," jawab Rudolf.
Vero yang mendengar itu pun, langsung tersipu malu dibuatnya.
Akhirnya, Vero dan pamannya melaksanakan makan bersama dengan penuh kehangatan, tidak seperti sebelumnya yang selalu dihiasi dengan sikap dingin Vero.
Keesokan harinya, Kirana datang ke sekolah dengan memakai jepit yang diberikan oleh Levi, Levi yang sengaja datang lebih pagi dari biasanya pun, langsung menghampiri Kirana yang sudah duduk dan melakukan aktivitas seperti biasanya, yaitu membaca buku.
"Hai, Kirana…." sapa Levi penuh antusias, sambil memperhatikan penampilan Kirana, dengan rambut yang dihiasi dengan jepit pemberian Levi.
Kirana yang sedang fokus membaca buku pun, langsung mendongakkan kepalanya, berpikir jika yang datang adalah, Vero.
Namun saat dilihat oleh Kirana, ternyata itu adalah Levi. Senyum Kirana sedikit memudar saat tahu jika itu bukanlah Vero.
"Levi…." Kirana terlihat kaget melihat Levi.
"Ada apa, Levi?" tanya Kirana dengan polosnya.
Levi yang sejak tadi memperhatikan jepit yang dikenakan oleh Kirana pun, hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Kirana.
"Sepertinya kamu sudah menerima kotak hadiah dariku kemarin," ucap Levi memulai pembicaraan.
Kirana yang mendengar itu pun, langsung ber-oh ria, ia langsung menganggukkan kepalanya paham, apa tujuan Levi menghampirinya saat ini.
"Karena kamu memakainya, apakah itu arti--" belum selesai Levi menyelesaikan kalimatnya, Kirana langsung memotong kalimat Levi.
"Levi, sebenarnya … aku," ucap Kirana sambil melepas jepit yang ia kenakan di rambutnya yang begitu indah itu.
Levi yang melihat itu pun, langsung mengerutkan keningnya bingung, kenapa Kirana malah melepaskan jepit pemberiannya itu.
"Aku ingin mengembalikan hadiah darimu, tapi karena aku menghormati pemberian darimu, aku memakainya agar aku ingat untuk mengembalikannya," ucap Kirana dengan perasaan bersalah.
Seketika Levi yang mendengar itu pun, hatinya seperti tersambar petir, ekspektasinya benar-benar di luar kenyataan. Bahkan begitu sakit baginya.
"Maafkan aku, Levi … tapi aku harus mengembalikan jepit ini padamu, karena aku rasa … aku tidak berhak untuk memakainya," tambah Kirana, sambil menyodorkan jepit yang ia lepas dari rambutnya.
Levi masih terdiam mendengar kenyataan yang harus ia dengar langsung dari gadis yang ia sukai.
"Itu berarti … kamu memiliki perasaan kepada Vero, Kirana?" tanya Levi masih belum menerima jepit yang dikembalikan oleh Kirana.
"Bukan begitu Levi maksudku, aku benar-benar hanya merasa tidak pantas mengenakan barang mewah yang kamu berikan kepadaku," ucap Kirana dengan perasaan bersalah.
Levi menganggukkan kepalanya, mencoba menerima kenyataan yang harus ia terima.
"Maafkan aku, Levi…." ucap Kirana dengan menyesal.
"Tidak, Kirana … kamu tidak bersalah, mungkin ini hanya harapanku saja yang terlalu berlebihan kepadamu, yang akhirnya malah membuatku sakit," ucap Levi dengan begitu pasrah.
Levi langsung menerima jepit yang dikembalikan oleh Kirana, ia kemudian berjalan meninggalkan Kirana sendirian di kelas.
Kirana hanya dapat melihat punggung Levi dengan perasaan bersalahnya, namun ia juga tidak mau memberi harapan kepada Levi.
Saat sampai di pintu, Levi yang akan keluar dari kelas Kirana, berpapasan dengan Vero yang baru saja datang.
Vero menatap Levi dengan tatapan bingung, karena pagi-pagi begini wajah Levi sudah terlihat kacau. Namun Levi yang juga menatap wajah Vero dengan tatapan sendu, membuat Vero hanya terdiam dan melewati Levi begitu saja.
Sesampainya di tempat duduk, Vero yang melihat Kirana sedang membaca buku, langsung duduk di samping Kirana, dan melontarkan pertanyaan pada Kirana.
"Apakah Levi habis menemuimu tadi?" tanya Vero penasaran.
Kirana nampak menghentikan kegiatan membaca bukunya, kemudian menghela napas, lalu menganggukkan kepalanya untuk menanggapi pertanyaan Vero.
"Apakah terjadi sesuatu di antara kalian berdua? Aku lihat tadi, wajah Levi terlihat muram," tanya Vero lagi.
"Tidak, Vero … tidak terjadi apa-apa antara kami," jawab Kirana dengan nada santai.
Vero yang mendengar jawaban Kirana pun, hanya menganggukkan kepalanya paham.
"Apa yang kalian bicarakan saat aku belum datang?" tanya Vero dengan penasaran.
Kirana nampak mengembuskan napasnya.
"Tidak ada, Vero … Levi hanya menyapaku saja tadi," jawab Kirana, dengan tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Vero, karena jika Kirana mengatakan yang sebenarnya, itu akan menjadi malapetaka bagi dirinya sendiri.
Vero mengangguk percaya setelah mendengar jawaban Kirana.