Chereads / Obsession of Love / Chapter 23 - Kotak hadiah

Chapter 23 - Kotak hadiah

Setelah menjalani hukuman masing-masing, akhirnya Kirana dan Vero bisa bertemu di sekolah lagi.

Kini Vero berjalan menuju kelasnya, melewati koridor kelas yang sudah cukup ramai oleh murid lain. Vero hanya melewati murid-murid yang sedang membicarakan dirinya, akibat kejadian yang membuatnya dihukum kemarin.

Namun Vero tidak menghiraukan itu semua, ia hanya berjalan dengan tatapan datar.

Saat Vero melewati kelas Sherin yang letaknya sebelum kelas Vero, Vero disapa oleh Sherin yang sedang berdiri di pintu kelasnya.

"Hai, Vero … apakah kabarmu baik-baik saja?" tanya Sherin, menyapa Vero yang sama sekali tidak menoleh padanya.

"Vero … kenapa kamu tidak menyapa balik, aku?" tanya Sherin sedikit berteriak, karena Vero sudah lebih dulu berjalan melewatinya begitu saja.

Vero menghentikan langkahnya, kemudian ia berpikir sejenak.

"Sepertinya aku tidak pantas jika membalas sapaanmu, karena aku ini bukan murid baik-baik," balas Vero dengan menoleh kepada Sherin, namun dengan tatapan datar.

Jlebbb….

Hati Sherin seperti ditusuk oleh pisau yang dipegangnya sendiri saat mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Vero.

Vero pun segera melanjutkan langkah kakinya, sedangkan Sherin hanya terdiam melihat kepergian Vero begitu saja.

Sesampainya di kelas, Vero melihat Kirana sedang asik membaca buku yang berada di atas mejanya, terlihat beberapa tumpuk buku yang ada di atas meja Kirana. Kirana tampak fokus sekali membaca buku itu.

Vero yang melihat itu pun, langsung berdiri di depan meja Kirana, sambil memperhatikan wajah Kirana yang begitu fokus, hingga tidak menyadari bahwa Vero memperhatikannya.

"Ehemmm…." Vero pura-pura terbatuk untuk menyadarkan Kirana.

Seketika Kirana mendonggakkan kepalanya menuju suara yang baru ia dengar.

Begitu kagetnya Kirana, saat Vero sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman yang mengembang di bibirnya.

"Vero…." ucap Kirana, dengan ekspresi wajah yang begitu terkejut.

"Sepertinya ada yang kesepian karena aku tidak sekolah, sampai-sampai bisa begitu fokus membaca buku," ledek Vero.

Kirana yang mendengar itu pun, langsung tersipu malu. Kirana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Sejak kapan kamu disini?" tanya Kirana, untuk mengalihkan topik pembicaraan.

Vero pun tersenyum karena berhasil membuat Kirana menampilkan pipi meronanya.

"Sejak kamu membaca buku itu," jawab Vero, mencoba menggoda Kirana lagi.

Kirana nampak menatap ke atas plafon, ia berpikir sejenak saat mendengar jawaban Vero.

"Tidak mungkin, pasti kamu bercanda, Vero…." jawab Kirana dengan nada tidak percaya.

Vero pun langsung mengacak-ngacak rambut Kirana, kemudian duduk di kursinya, tepat di sebelah Kirana.

Kirana yang mendapat perlakuan itu dari Vero pun, pipinya memerah, membuatnya menutupi itu dari Vero.

"Apakah kamu benar-benar merindukan aku, saat aku tidak masuk sekolah?" tanya Vero dengan santainya.

Sedangkan Kirana yang mendapat pertanyaan dari Vero, jantungnya seketika berdebar lebih kencang dari biasanya, Kirana hanya tidak habis pikir, kenapa Vero begitu dengan mudah melontarkan pertanyaan yang membuat jantungnya ingin meledak itu.

"Ah, kenapa bertanya begitu?" tanya Kirana yang sedikit kikuk dengan pertanyaan Vero.

"Sepertinya aku memang dirindukan," ucap Vero penuh percaya diri.

"Kenapa kamu begitu percaya diri, Vero … tampaknya, karena tidak sekolah selama dua hari, banyak perubahan yang terjadi padamu," kini Kirana yang balik menggoda Vero.

"Kalau begitu, biar aku saja yang merindukanmu," ucap Vero sambil menatap mata Kirana.

Cukup lama mereka berpandangan. Sampai ketika seseorang mereka menyadarkan pandangan mereka.

"Kirana…." panggil salah satu teman wanita yang juga sekelas dengan Kirana.

Vero dan Kirana langsung menyudahi saling bertatapan yang terjadi cukup lama itu.

"Iya, ada apa?" tanya Kirana pada teman sekelasnya itu.

"Kamu mendapat bingkisan dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya, dan pesan darinya, kamu harus membukanya saat sudah sampai di rumah," ucap temannya, sambil memberikan kotak hadiah yang berwarna pink, dengan pita yang dibungkus begitu rapih itu.

Kirana menerima kotak hadiah itu, sambil mengerutkan keningnya bingung, dan bertanya-tanya siapa yang memberinya bingkisan ini.

"Terima kasih," ucap Kirana, sambil tersenyum namun tetap memperlihatkan wajah bingungnya.

"Siapa yang mengirimnya?" monolog Kirana, sambil memperhatikan kotak hadiah berwarna pink itu.

"Mungkin dari penggemar rahasiamu," ucap Vero dengan nada tidak suka.

Kirana yang masih memperhatikan kotak hadiah itu pun, tidak menyadari jika wajah Vero kini berubah menjadi seperti wajah kekasih yang sedang marah.

"Wah … siapa kira-kira penggemar rahasiaku?" tanya Kirana dengan antusias, sambil terus memperhatikan kotak hadiah yang ia pegang.

"Tidak tahu!" jawab Vero ketus.

Seketika Kirana menoleh pada Vero yang kini menampilkan wajah kesalnya. Kirana yang melihat itu pun, langsung tertawa. Membuat Vero yang tadinya kesal, mendadak menjadi bingung karena Kirana tiba-tiba tertawa.

"Kenapa kamu tertawa?" tanya Vero bingung.

Bukannya menjawab pertanyaan Vero, Kirana malah melanjutkan tawanya, sampai membuat Vero menjadi kesal lagi padanya.

"Ekspresi wajahmu membuat aku tertawa," jawab Kirana, disela-sela tawanya.

"Itu karenamu," ucap Vero, sambil menampilkan wajah kesalnya.

Kirana langsung menghentikan tawanya, kemudian mengerutkan keningnya bingung.

"Maksudmu?" tanya Kirana bingung.

Namun saat Vero ingin menjawab, terdengar bunyi lonceng pertanda pelajaran akan segera dimulai.

Akhirnya pembicaraan itu pun terjeda, dan mereka fokus mendengarkan guru yang sedang menerangkan pelajaran di kelas.

Setelah melewati semua jam pelajaran, akhirnya mereka pun sampai di jam pulang, Vero dan Kirana seperti biasa, pulang paling terakhir dibanding teman-teman sekelasnya.

Mereka berjalan melewati koridor kelas yang sudah sepi karena ditinggalkan oleh muridnya.

"Kirana…." panggil Vero, disela mereka berjalan bersama.

Kirana langsung menoleh pada Vero.

"Iya, Vero … ada apa?" tanya Kirana, sambil terus berjalan.

"Bolehkah aku mengantarkanmu pulang ke rumah?" tanya Vero.

Kirana nampak berpikir sejenak setelah mendengar pertanyaan Vero.

"Sepertinya lebih baik kamu pulang saja ke rumahmu, Vero … karena aku takut kamu tidak tahu jalan pulang lagi," jawab Kirana berusaha menolak penawaran Vero.

Vero memanyunkan bibirnya, saat mendengar Kirana menolak penawarannya.

"Aku sudah tahu bagaimana pulang dari rumahmu, Kirana…." ucap Vero.

"Tapi aku juga tidak ingin merepotkanmu, Vero…." jawab Kirana.

"Aku sama sekali merasa tidak direpotkan, Kirana…." ucap Vero dengan tulus.

Kini mereka sudah berjalan dan sudah sampai di gerbang sekolah, mereka berhenti di sana.

"Vero…." belum selesai Kirana menyelesaikan kalimatnya, suara klakson mobil menyela pembicaraan mereka.

Dan ternyata itu adalah, Paman Rudolf yang sedang melontarkan senyum kepada mereka, di depan stir mobil.

"Paman…." ucap Vero dan Kirana bersamaan.

Rudolf pun tersenyum melihat kekompakan yang terjadi antara Vero dan Kirana.

"Kalian memang benar-benar kompak, ya…." ucap Rudolf sambil tersenyum.

Vero dan Kirana pun, sejenak bertatapan. Kemudian kembali fokus kepada Paman Rudolf.

"Bagaimana paman bisa ada di sini? Bukankah aku tidak mengirim pesan kepada paman untuk tidak menjemputku?" tanya Vero bingung, karena tiba-tiba pamannya sudah ada di depan gerbang sekolahnya.

"Paman kebetulan lewat sini, dan melihat kalian berdua yang terlihat sedang berdebat, jika dilihat dari ekspresinya," jawab Rudolf menggoda Vero dan Kirana.

Vero dan Kirana yang mendengar ucapan Rudolf pun, langsung tersipu malu.

"Ti--tidak, paman … kami sedang tidak berdebat," jawab Kirana dengan malu-malu.

Rudolf pun tersenyum, mendengar suara Kirana yang terdengar sangat gugup.

"Ya sudah kalau begitu, Kirana masuk ke mobil, biar paman dan Vero antar ke rumahmu," ucap Rudolf.

"Tidak usah, paman … aku bisa pulang sendiri," jawab Kirana, berusaha menolak ajakan Rudolf.

"Paman akan marah jika kamu menolak ajakan paman," ucap Rudolf dengan sedikit ancaman.

Akhirnya, Kirana hanya bisa pasrah, dan menerima ajakan Paman Rudolf untuk diantarkan.

Sementara Vero tampak senang, karena Kirana mau ikut pulang bersama dengannya.

Di perjalanan, Rudolf membuat lelucon, sehingga membuat Kirana tidak berhenti tertawa, dan membuat Vero terus memperhatikan Kirana yang terlihat begitu senang itu.

"Sepertinya ada yang menjadi penonton saja, Kirana…." ucap Rudolf menyindir Vero yang sejak tadi tidak ikut tertawa mendengar lelucon Rudolf, bukan tanpa alasan, namun karena Vero begitu fokus memperhatikan ekspresi Kirana.

Vero yang merasa tersindir pun, akhirnya hanya mengalihkan pandangannya menuju kaca jendela mobil.

Dan seketika Kirana dan Rudolf pun, kembali tertawa.