Hari minggu yang cerah, Willy sedang bersiap-siap untuk menghadiri acara tante Kumala dan om Doni yang dihelat di hotel mewah. Meski sedikit enggan, tapi dia merasa tidak enak apabila tidak datang ke acara itu. Apalagi tante Kumala adalah tantenya yang paling baik diantara yang lain. Papa dan mamanya sudah bersiap dibawah, sedangkan Windy, kakaknya masih sibuk berdandan. Sherly mengirimkan pesan ucapan selamat pagi padanya dan itu membuatnya sedikit terhibur.
"Yuk kita berangkat." ajak mama saat Willy turun untuk berkumpul bersama yang lain.
"Kalian duluan aja. Aku akan berangkat sendiri," kata Willy. Mamanya mengerutkan kening, Windy melengos tidak peduli dan papanya hanya mengangguk lalu menyeret mamanya ke mobil.
"Aku tidak akan lama berada disana dan akan segera pulang. Mungkin sebaiknya aku ke tempat Sherly. Aku rindu sekali padanya." batin Willy. Dia-pun bergegas berangkat menyusul yang lain.
***
"Loh, Kamu datang sendiri, Wil? Mana Sherly?" tanya tante Kumala pada Willy saat pria itu mendatanginya untuk memberi ucapan selamat.
"Dia tidak bisa datang, tante," kata Willy, dia lalu mendekati tante Kumala lalu berbisik. "Dia harus bekerja."
"Ah, i see. Tante harap kamu bisa menikmati acara ini ya, walaupun tidak ada Sherly," kata tante Kumala.
Willy hanya mengangguk lalu pergi mengambil makanan dan minuman yang disediakan.
Willy mengambil piring kecil dan mengisinya dengan beberapa kue lalu membawanya kesudut ruangan, duduk sendirian disana. Sherly pasti akan senang sekali kalau bisa datang keacara seperti ini karena banyak sekali makanan kesukaan gadis itu.
"Willy?" disaat Willy sibuk menikmati makanannya, seorang gadis menegurnya, membuatnya menoleh dan berpikir sejenak. Siapa?
Setelah berpikir beberapa saat, Willy mengenalinya, gadis itu adalah Tania, putri om Hendi, sahabat papanya. Rupanya dia juga diundang keacara ini.
"Tania?"
Tania tersenyum lebar. "Aku senang sekali karena kamu masih mengenaliku. Boleh aku duduk disebelahmu?"
"Ah, tentu."
Tania duduk disebelah Willy sambil menikmati segelas jus.
"Kapan kamu pulang?" tanya Willy.
"Kemarin lusa."
Willy mengangguk-angguk. "Lalu setelah ini apa yang mau kamu lakukan?"
"Entah, mungkin aku akan bekerja dikantor papa. Beliau bilang sih butuh penerus."
Willy tersenyum. Tania adalah putri seorang pengusaha tambang dan baru saja kembali setelah menyelesaikan studinya di luar negri. Mereka pernah satu sekolah saat SMA dan sebenarnya tidak begitu dekat, tapi karena kedua orang tua mereka bersahabat, mau tidak mau Willy dan Tania sering sekali bertemu diacara keluarga seperti ini.
Lama mereka terdiam sampai Tania lalu bicara lagi.
"Aku dengar kamu akan menikah?"
Willy menoleh lalu tersenyum kecil. "Ya begitulah."
"Wanita itu sangat beruntung karena bisa menikah denganmu," kata Tania terdengar ambigu ditelinga Willy tapj dia tidak terlalu memikirkannya.
"Tidak, sebenarnya akulah yang beruntung bisa menikahinya."
***
"Mereka kelihatan cocok sekali, kan?" tanya mama Willy pada mama Tania. Mereka berdua sedang mengamati kedua anak mereka yang sedang asik mengobrol disudut ruangan.
"Benar sekali. Tania juga sudah lama menyukai Willy. Dia senang sekali waktu dengar Willy datang keacara ini."
Mama Willy tampak terkejut mendengar ucapan mama Tania. "Yang benar, Sis? Kok baru ngomong sekarang?"
"Yah, Tania yang minta jangan beritahu siapa-siapa, dia tidak enak kalau Willy sampai tahu."
"Kenapa? Tania itu calon istri yang sempurna buat Willy. Harusnya kita menjodohkan mereka dari dulu."
"Bukannya Willy akan segera menikah?"
Mama Willy menghela napas berat. Terlihat frustasi. "Saya sebenarnya tidak enak mengatakan ini, tapi saya sangat tidak setuju Willy menikahi calon istrinya yang sekarang. Dia bukan dari kalangan seperti kita. Saya akan sangat senang kalau Tania yang menikah dengan Willy."
***
"Selamat ya Om, Tante," Chandra mengulurkan tangannya ke Om Doni dan tante Kumala yang menyambutnya dengan senyum lebar. Kejutan yang cukup menyenangkan karena bisa melihat Chandra ada diacara mereka hari ini. Biasanya pria itu tidak pernah mau datang keacara keluarga manapun walau sudah dipaksa. Entah apa yang membuatnya datang hari ini.
Sejak ditinggal dihari pernikahan oleh calon istrinya, Chandra menutup diri dari pergaulan keluarganya. Dia lebih banyak menghabiskan waktu dirumah sakit dan tidak pernah mau datang keacara keluarga. Semua keluarganya mengerti, bahwa tidak mudah bagi Chandra untuk berada ditengah-tengah mereka setelah apa yang terjadi. Karena sejak hari itu, dia menjadi bahan pembicaraan semua orang dan Chandra membencinya.
"Oh, itu kak Chandra. Kak, sini." Tania melambaikan tangannya dan Chandra menghampirinya dengan malas.
"Kok baru datang, sih?" tanya Tania.
"Masih bagus gue bisa datang," sahut Chandra. Tania manyun diketusin oleh Chandra. Padahal dia hanya berusaha untuk menyapa kakak sepupunya itu.
"Hai, kak," sapa Willy. Chandra melirik ke sebelah Tania, ada Willy yang sedang duduk sambil mengamati pembicaraan mereka.
"Oh, hei Wil. Udah lama ga ketemu. Gimana kabarmu?"
"Baik kak. Kak Chandra gimana?"
"Gue baik." balas Chandra lalu mengalihkan pandangannya ke Tania yang makin cemberut.
"Parah banget sih, Willy ditanyain kabarnya, sedangkan aku ga ditanya sama sekali. Padahal aku baru pulang, loh, dan kita baru ketemu lagi."
"Kamu keliatan baik-baik aja, kok. Jadi ngapain harus ditanya?"
Tania menginjak kakj Chandra yang langsung menjerit kecil kesakitan. "Aduh... aduh."
"Rasain. Kemarin juga kenapa ga jadi jemput aku di bandara?"
Chandra menatap Tania lalu berdeham. "Gue sibuk. Lagian udah gede kok masih ga mandiri."
"Ih, nanti ga aku kasih oleh-oleh ya, Kak."
"Ga butuh."
Setelah itu Chandra tidak menggubris sama sekali Tania yang masih sibuk memprotes dan memilih untuk mengobrol dengan Willy dan dia juga baru tahu kalau pria itu akan segera menikah dalam 2 bulan ke depan.