Tania memandangi satu persatu perhiasan yang sedang dijejerkan diatas etalase kaca. Mulai dari kalung dengan berlian hingga cincin dengan kristal swarovski yang berkilauan, semuanya terlihat indah dan membuat Tania ingin membelinya.
"Ada yang lo suka, Tan?" tanya Tasya, sahabat baiknya sejak di bangku SMA. Sahabatnya yang juga tahu tentang perasaan Tania kepada Willy.
"Hemm, gue suka kalung itu, tapi yg ini juga bagus. Gue jadi bingung," Tania mengerutkan keningnya dan terlihat berpikir.
"Kenapa ga beli aja semuanya?" tanya Tasya, dia terlihat heran karena tidak biasanya Tania sebingung ini dalam menentukan pilihan. Tania yang dia kenal adalah gadis yang akan membeli semua barang yang dia suka.
Tania tersenyum. "Benar juga. Boleh'kan kalo gue beli semuanya?"
Tasya geleng-geleng kepala. "Ya boleh banget'lah. Siapa juga yang bakal larang? Kenapa lo tiba-tiba jadi ga jelas begini, sih?"
Tania tersenyum tipis. "Akhir-akhir ini gue ngerasa kayaknya selama ini gue boros banget."
"Hah? Apa? Gue ga salah denger'kan?" Tasya menggoda Tania sambil mendekatkan telinganya ke wajah Tania yang terlihat merah padam.
"Gue mau coba hidup sederhana, Sya. Tapi itu kayak bukan gue banget, ya?"
Tasya melongo mendengar ucapan Tania dan gadis itu menempelkan tangannya ke dahi Tania.
"Lo ga lagi kesambet, kan?"
"Ih, apaan sih? Gue tuh sehat dan ga kesambet," Tania manyun.
"Abis omongan lo barusan tuh aneh banget. Seumur-umur kita sahabatan, baru kali ini lo bersikap kayak gini. Sok-sokan mau hidup sederhana padahal dari orok gaya hidup lo hedon," Tasya bersedekap dan menatap Tania.
"Iya juga ya. Kayaknya gue ga cocok jadi cewek sederhana. Okelah, gue beli semuanya," kata Tania lalu meminta karyawan toko perhiasan itu untuk membungkus semua perhiasan yang ditunjukkan padanya barusan. Hal itu membuat Tania langsung diperlakukan bak ratu karena memborong perhiasan dalam jumlah banyak dan harga yang mahal.
Willy dan Sherly memasuki toko perhiasan sambil bergandengan tangan.
"Permisi mbak, kami mau ambil pesanan cincin pernikahan. Ini tanda terimanya," kata Willy sambil menyodorkan kwitansi pemesanan cincin pada karyawan yang melayaninya.
"Baik, tunggu sebentar, ya," karyawan itu berlalu kedalam ruangan untuk mengambil pesanan Willy.
Sementara itu Willy memperhatikan Sherly yang sedang melihat-lihat etalase perhiasan dengan wajah bersemangat.
"Mau aku belikan?" tanya Willy. Sherly menoleh dan menggeleng.
"Ga mau. Aku tidak terlalu suka memakai perhiasan," kata Sherly.
"Pilih satu yang kamu suka, aku akan membelikannya untukmu," kata Willy. Sherly masih menggeleng.
Willy hanya menghela napas. "Baiklah, baiklah."
Sherly tersenyum. Dia kembali memperhatikan etalase. Sementara itu Willy mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling toko dan matanya menangkap sosok Tania dan Tasya yang berdiri tidak jauh dari mereka. Kedua wanita itu terlihat serius sekali sambil mencoba satu persatu perhiasan yang ada.
Willy mengerutkan keningnya. Meski mengenal mereka, tapi Willy sama sekali tidak berniat untuk menyapa mereka lebih dulu. Kalau hanya ada Tania disana mungkin Willy akan mengajak bicara wanita itu duluan, tapi Tania sedang bersama Tasya saat ini membuat pria itu urung menyapa Tania. Jadi, pria itu hanya berdiri diam sambil memperhatikan apa yang mereka lakukan sampai akhirnya matanya bertatapan dengan Tasya yang langsung mengenalinya.
Willy yang merupakan teman satu SMA-nya bukanlah cowok yang mencolok dan populer. Cowok itu lebih suka mojok di sudut sekolah sambil mengetik sesuatu di laptopnya. Sebenarnya Tasya juga awalnya tidak mengenal Willy kalau bukan karena Tania yang selalu curhat padanya tentang cowok itu. Hal itulah yang membuat Tasya penasaran seperti apa cowok yang disukai sahabatnya itu, dan seperti yang sudah dia duga, Willy tidak istimewa. Hanya Tania yang menganggapnya demikian. Tapi, seperti yang dilakukan sebagian besar sahabat baik lainnya, Tasya hanya bisa menyemangatinya.
"Oh, hai Willy," sapa Tasya ceria, Tania yang berdiri disebelahnya langsung menoleh dan melihat Willy yang memang sedang berada ditempat yang sama dengannya.
"Ha... Hai Wil," sapa Tania juga.
Willy hanya tersenyum canggung dan mengangguk, Sherly yang berdiri disebelahnya memegang kemeja Willy dan menatap dengan wajah bertanya. "Siapa?"
"Teman SMA-ku," jawab Willy pelan.
"Ah," Tania merasa dadanya berdebar kencang saat melihat gadis yang kini berdiri disebelah Willy. Jadi, dia calon istri Willy yang akan di nikahi pria itu? Dia memang sangat cantik dan bersahaja, meski memakai pakaian yang sederhana tapi dia terlihat serasi berdiri berdampingan dengan Willy yang juga selalu tampil sederhana.
"Apa yang kamu lakukan disini? Dan oh apakah dia pacarmu?" tanya Tasya yang menghampiri mereka. Willy terlihat risih karena selama ini mereka tidak dekat sama sekali.
"Yeah, ini Sherly pacarku. Sherly, dia ini Tasya dan yang itu Tania, mereka teman sekolahku," kata Willy cepat.
"Hai, Sherly," sapa Tasya. Sherly cuma mengangguk. "Hai."
Tidak lama karyawan toko muncul membawa cincin pesanan Willy dan mereka berdua mencobanya. Tania dan Tasya mengamati apa yang sedang pasangan itu lakukan. Tania terlihat tidak dapat menyembunyikan wajah kecewanya.
"Kalian mau nikah? Kapan pernikahan kalian?" tanya Tasya.
"Akhir bulan depan," jawab Willy.
"Ah, gue diundang'kan?" tanya wanita itu lagi. Tasya menyadari kalau Willy terlihat tidak nyamam bicara dengannya. Pria itu tidak berubah, dari dulu-pun seperti itu. Entah bagaimana pria canggung seperti Willy akhirnya bisa menikah. Tasya benar-benar tidak habis pikir.
"Mengenai itu, akan aku pikirkan," kata Willy.
Tasya meringis. "Ga diundang-pun gue akan tetap datang," kata Tasya tidak tahu malu.
Willy berdecak dalam hati, sejak dulu dia memang tidak menyukai Tasya. Hanya karena dia menghormati Tania yang bersahabat dengan Tasya, Willy mau meladeninya. Urusannya sudah selesai dan dia mau segera beranjak pergi bersama Sherly.
"Kami duluan," kata Willy sambil mengambil kantung berisi cincin pernikahan mereka dan segera menarik Sherly dari sana.
"Okey, babai," kata Tasya. Tania cuma mengangguk.
Sherly mengamati perubahan wajah Willy yang menjadi lebih santai dibanding saat mereka di dalam toko perhiasan tadi. "Kamu baik-baik aja?"
Willy tersenyum. "I'm fine."
Tasya melirik Tania yang terlihat murung sekarang. Sebenarnya Tasya sudah tahu kalau Willy akan segera menikah dari Tania. Siapa sangka mereka akan bertemu disini dan pria itu dengan kurang ajarnya membawa calon istrinya untuk mengambil cincin pernikahan.
"Hah...," Tasya menghela napas. Bukan salah Willy juga kalau mereka bertemu hari ini.
"Are you OK?"
Tania tersenyum. "I'm okay."