Hari ini adalah hari sabtu, hari dimana Willy libur dan sekarang dia sedang mengantar Sherly ke restoran untuk menemui Pak Trisno. Wanitanya itu akhirnya memutuskan untuk keluar lebih cepat dari yang dia katakan sebelumnya dan itu membuat Willy senang. Setidaknya dihari libur seperti ini dia akan bisa menghabiskan waktu bersama Sherly.
Sherly memasuki restoran yang terlihat ramai, semua pegawai resto terlihat kewalahan dengan banyaknya pesanan dari para pengunjung. Beberapa dari mereka bisa melihat Sherly yang masuk kedalam resto dan memanggilnya untuk menyuruhnya mencuci piring kotor yang menumpuk. Gadis itu sudah libur cukup lama karena sakit, dan membuat pegawai yang lain merasa kesal dengan tingkahnya.
Alih-alih menghampiri mereka didapur, Sherly langsung menuju ke tempat pak Trisno berada. Pak Trisno yang sudah tahu maksud kedatangan Sherly hari ini menyuruhnya keruangan dan berbicara disana.
Sherly langsung menyodorkan surat pengunduran dirinya dihadapan pak Trisno yang langsung menerimanya tanpa banyak bicara.
"Saya doakan semoga kamu lekas sembuh, Sher."
"Terima kasih, pak. Kalau begitu saya permisi."
"Oh, tunggu sebentar. Ini gaji kamu bulan ini dan sedikit uang pesangon. Tidak banyak tapi semoga bermanfaat," kata pak Trisno sambil memberikan amplop putih yang cukup tebal pada Sherly.
Sherly menerimanya dengan wajah terharu, meski terlihat galak dan tegas, pak Trisno memiliki kepedulian pada karyawan-karyawannya.
"Terima kasih banyak, pak." Sherly menunduk dan keluar dari ruangan pak Trisno dengan langkah ringan.
Setelah mengetahui dirinya sedang sakit dan tidak akan berumur panjang, Sherly berpikir semalaman dan memutuskan untuk menyelesaikan satu persatu urusannya sehingga jika dia harus pergj dengan cepat, semuanya sudah selesai dan dia bisa pergi tanpa beban. Meski dia sedikit berharap kalau Tuhan memberikannya umur yang lebih panjang agar dia bisa mewujudkan satu keinginan terbesarnya saat ini yaitu menikah dengan Willy.
Sherly menghampiri rekan kerjanya yang masih terlihat kerepotan di dapur dan berpamitan disana tanpa mau peduli pada komentar jahat yang kemudian terlontar dari mereka. Memang tidak semua, tapi sebagian besar dari mereka sangat membenci Sherly. Rasa iri yang membakar sebagian besar hati mereka membuat mereka begitu membenci Sherly sehingga apapun hal baik yang wanita itu lakukan, semuanya terlihat buruk dimata mereka.
Sherly berlari menghampiri Willy yang sedang berdiri disisi mobil dengan senyum lebar. Setelah ini mereka memutuskan untuk ke toko perhiasan dan mengambil pesanan cincin untuk pernikahan mereka nanti.
"Sudah beres semua?" tanya Willy sambil mengemudikan mobilnya dan keluar dari areal restoran.
"Sudah. Ah, leganya. Hari ini kamu mau makan apa? Biar aku yang traktir. Lihat, hari ini aku jadi orang kaya." Sherly mengeluarkan amplop putih dari dalam tasnya dan menunjukkannya pada Willy.
"Wah, kalau begitu aku akan memilih makanan yang mahal dan enak hari ini," goda Willy.
"Tidak masalah. Aku akan mentraktirmu sepuasnya," Sherly tersenyum lebar. Melihat Willy yang sepanjang pagi ini terus tersenyum membuat hatinya terasa hangat. Dia akan terus membuat pria itu tersenyum dan menghabiskan waktu yang dimilikinya bersama Willy.
"Baiklah, sebelum itu, kita harus mengambil cincin dulu. Bagaimana kalau kita nonton juga?" tanya Willy.
"Apa ada film yang mau kamu tonton?" Sherly balik bertanya.
"Belum tahu. Nanti kita lihat saja di bioskop," kata Willy. Sherly cuma mengangguk.