Jam 1 siang, aku sudah duduk manis diruang tunggu rumah sakit. Willy duduk disebelahku sambil menggenggam tanganku erat-erat.
"Tidak akan ada masalah. Ini hanya pemeriksaan kecil. Tenang saja, oke."
Aku tersenyum mengiyakan. Namun meskipun aku tersenyum, ada bagian lain dari hatiku yang begitu tidak tenang. Seperti hal buruk akan terjadi.
Chandra sengaja pergi ke ruang pemeriksaan MRI siang itu, dia ingin memastikan apakah cowok yang dia lihat bersama pasiennya kemarin sore adalah Willy.
Willy menunggu di luar ruangan MRI, memperhatikan Sherly yang sedang melakukan pemeriksaan melalui jendela dengan kaca bening. Chandra mengamatinya sebentar, "Ternyata memang Willy," batinnya.
"Willy?"
Merasa ada yang memanggil namanya, Willy menoleh dan menemukan Chandra yang menatapnya keheranan.
"Kak Chandra?"
Chandra menghampirinya dan bertanya kenapa cowok itu bisa ada disini. Willy melirik kedalam. Chandra ikut menatap kearah ruang MRI.
"Dia?"
"Calon istriku, kak. Sherly."
Chandra terdiam.
"Jadi kakak bekerja disini?" tanya Willy. Chandra hanya mengangguk. Tidak lama dia pamit pergi karena masih harus mengurus pasien. Willy mengiyakan dan kembali fokus menatap Sherly.
Setelah seharian yang melelahkan itu, Willy mengajak Sherly untuk makan malam bersama direstoran kesukaan gadis itu. Selama makan malam itu, Sherly lebih banyak diam membuat Willy cemas. Dia lalu berusaha mengalihkan perhatian Sherly dengan membicarakan persiapan pernikahan mereka dan syukurlah itu berhasil. Setidaknya Sherly tidak muram seperti tadi.
***
Seminggu kemudian Chandra menerima hasil pemeriksaan Sherly dan wajahnya terlihat serius saat membaca hasilnya. Dia menyenderkan kepalanya kekursi dan menatap langit-langit ruangannya.
Dia lalu menelepon bagian administrasi untuk menghubungi Sherly dan memintanya ke rumah sakit besok.
Keesokkan harinya Sherly datang dengan wajah gugup karena memikirkan hasil pemeriksaannya. Sepertinya hasilnya tidak baik karena wajah Chandra terlihat serius. Chandra menatap Sherly sejenak sebelum bertanya kenapa Sherly hanya datang sendiri dan menanyakan perihal Willy. Sherly sedikit terkejut karena dokter didepannya ini mengenal Willy, Chandra hanya bisa mengatakan kalau Willy adalah salah satu kerabat jauhnya.
"Hummm, baiklah jadi begini. Hasil pemeriksaan kamu sudah keluar, dan hasilnya tidak cukup bagus." Chandra berhenti bicara dan mengatur napas serta ekspresinya. Biasanya dia tidak peduli reaksi yang akan diterima oleh pasien saat divonis sakit, tapi kali ini berbeda, pasien didepannya ini adalah calon istri dari Willy.
"Kamu menderita kanker hati, dan itu sudah stadium 3." lanjut Chandra lagi, dia memperhatikan wajah Sherly yang berubah pucat.
"Apa kamu ada riwayat penyakit sebelumnya?" tanya Chandra lagi.
Sherly hanya tersenyum lemah. "Ternyata satu-satunya hal yang bisa diwariskan dari ayah saya hanya penyakit ini."
"Ayah saya meninggal karena penyakit yang sama."
Chandra tercenung. Dia tampak berusaha mencari kata-kata penghiburan yang tepat untuk Sherly.
"Lalu saya harus bagaimana, dok?" tanya Sherly kemudian. Dia tidak mau bersedih berlarut-larut. Sebentar lagi dia akan menikah dan dia harus segera sembuh.
"Saya akan merekomendasikan kamu pada spesialis onkologi, mereka yang lebih paham langkah selanjutnya yang harus diambil."
Sherly menarik napas perlahan, "Baiklah. Saya mohon bantuannya, dok."
Chandra mengangguk, Sherly berdiri dan pamit pada Chandra, sebelum dia sempat membuka pintu, gadis itu berbalik dan berkata dengan suara serak.
"Dok, tolong rahasiakan ini dari Willy."