" Dia Bukan Ratu Efora." Hyeka mengarahkan telunjuknya pada wanita anggun yang berwajah datar. Tersenyum tanpa emosi terlihat kosong dan tidak nyata.
Semua sudah tau yang terjadi, Zerro memperlihatkan semua fakta itu seolah terjadi di depan hidung mereka. Dan hanya ada satu orang tersangka dalam situasi ini. Efora.
" Dia Efora. Hanya saja jiwanya diisi oleh orang lain." Zerro bergerak ke arah Efora, lalu menutup mata sang Ratu dengan tangannya. Seketika Efora jatuh ke lantai dan kembali tertidur.
" Maaf Evost tontonanmu tidak bisa berlangsung lama." Zerro
" Maksudnya? Kakak tau kalau ratu dikirim oleh Evost untuk memata-matai kita?" Hyeka tampak syok. Gila aja kan, tau tapi kok dibiarin gituh. Emang sarap neh orang.
" Sejak kapan kau menyadari Zerro?" Illo
" Heh... menyadari? Tidak, aku sudah tau bahkan sejak pertama kali dia datang."
" Dan kau membiarkannya? Kau sakit." Oska
" Jika kalian cerdas, harusnya kalian bisa menyadarinya juga. Dan tau, kalau saat itu juga aku menghentikannya, kita tidak tau apa yang diinginkan Evost."
" Tapi tidak harus membiarkannya sampai dia membunuh Gecha dan membuat Aron jadi seperti itu." Oska menunjuk Aron yang rambutnya sudah kembali panjang, diikuti tatapan semua orang, melihat ke arah tubuh Aron yang masih tertidur karena pengaruh hipnotis Venus yang kuat dan terus dipertahankan sampai mereka bisa memastikan amarah Aron mereda.
" Semua yang kau inginkan ada harganya Oska, bahkan hal sepele seperti ingin terus berada ditubuh itu. Maka kau harus membunuh jiwa Lexy yang ada di dalamnya." Mendengar ucapan Zerro gigi Dave gemeretakan menahan geram. Tangannya yang mengepal terus memeras penuh amarah.
" Cukup Zerro. Bisakah kau berhenti bersikap kasar? Itu hanya menambah buruk keadaan tanpa memperbaiki apapun."
" Aa..Immortal ice... aku harus memanggil mu apa? Dave?"
" Zerro..." Thunder
" Atau kah...Kakak? Maaf itu akan sulit, karena saat ini hanya sibrengsek Thunder yang bisa kupanggil Kakak. Tidak perduli seberapa tuanya kau dariku. Dave."
" Kenapa Azhura?" Oska merasakan Azhura yang berada ditelapak tangannya gelisah. Azhura Kecil sudah tumbuh agak lebih besar dari sebelumnya. Azhura sekarang seperti bola bulu yang lembut berwarna baby pink, berukuran lebih besar dari bola kasti.
Si bola bulu yang imut itu awalnya terbang mengitari tubuh Efora, lalu perlahan ia menembus dada sang ratu dengan tubuhnya yang bercahaya. Dada Efora tampak terangkat sedikit, tak lama Azhura kecil keluar dari sana dan membawa kapsul berwarna ungu dari dalam tubuh Efora, lalu memecah kapsul itu di udara.
Saat itu juga kedua mata ratu cantik itu terbuka seperti sadar dari dari semuanya. Bola matanya tampak normal, menjelaskan bahwa dia sudah tidak berada dalam pengaruh apapun. Dan mata indah yang sangat mirip dengan mata Arest itu mengeluarkan air mata dikedua sisinya. Bukan menangis, lebih tepatnya air mata itu keluar begitu saja menjelaskan keputusasaan Efora untuk semua yang tidak bisa di atasinya.
*****
DAKK!!
Evost memukul kursi tahtanya dengan lengannya yang mengepal. Sudah pasti penguasa kegelapan itu sedang tidak senang.
" Zerrrooooo." Bahkan dia pun mengerang.
Zord tau bahwa semua tidak berjalan sesuai rencana, dan itu tidak baik. Semakin hari Arest semakin kuat. Dan lagi persahabatan kesebelas Controller itu perlahan tumbuh, membuat Zord khawatir. Karena itu artinya mereka akan mudah bersatu melawan Evost.
" Anda harus segera mengganti tubuh tuan. Sepertinya tubuh itu mulai tidak layak."
" Yaaa... tubuh... kau benar Zord. Tubuh..."
*****
" Oh kau terbangun?" Oska sedikit terkejut melihat Aron yang berusaha bangkit, kebetulan dia giliran jaga di kamar Aron hari ini. Sipengendali api keliatan sedikit pusing, sesekali memegang kepalanya dan menggeleng beberapa kali.
" Harusnya kau belum bangun. Venus bilang mantranya akan bertahan beberapa hari lagi, bahkan Arest masih tertidur."
" Kak Venus? Oouhhh..." Aron tampak kesal, banget kek nya.
" Kau mau kemana?" Spontan Oska menahan bahu Aron yang akan beranjak.
" Aku tau kau masih sangat marah Aron, Agh....sebenarnya aku juga membeci Arest tapi kali ini dia juga tidak berdaya. Ibu nya dirasuki Evost, ntah bagaimana aku tidak tau tapi Azhura sepertinya sudah menyembuhkannya."
" Iya aku tau." ucap Aron pelan. Jauh dalam hatinya dia juga menyadari ada yang aneh dengan ratu Efora. Ini bukan sepenuhnya amarah tapi lebih kepada penyesalan. Menyesal karena tidak bisa melindungi belahan jiwanya. Padahal Gecha melindunginya dengan baik. Sementara Arest hanya sebuah sasaran amarah yang tepat. Itu saja.
" Aku turut berduka, meski baru sebentar bertemu dengannya tapi dia sangat berarti kan?" Aron menoleh ke arah Oska mewakili pertanyaan dalam hatinya, Benarkah? Tapi wajah Aron bilang klo dia tidak percaya.
" Hal yang sama kurasakan pada Azhura." Deg, Aron terperanjat. Kakak ini tidak secerewet ini sebelumnya.
" Kak kau...sehat?"
" Aku? Iya. Kenapa?"
" Kau tampak seperti....apa yaaa...bukan Oska. Tapi... juga bukan Lexy."
" Entahlah melihat mu. Aku...terus saja ingin berbicara." Sebenernya karena cuma berdua aja sih.
" Ini mungkin memang dirimu Kak." Oska memberi tatapan tidak mengerti dengan ucapan Aron.
" Sebelum bertemu Gecha aku juga arogan dan ketus seperti mu. Itu karena kita sebenarnya sangat kesepian dan butuh orang lain untuk disalahkan." Yah....Aron sepertinya benar.
*****
" Pusing? Kau ingin minum?" Dave terlihat sangat hawatir dengan Arest
" Apa yang sudah terjadi Kak? Aku tidak bisa mengingat apapun."
" Oh kau tidak ingat apapun?" Dave tampak terkejut lalu menoleh ke arah Venus, Illo, Hyeka dan Thunder meski dia tau tidak akan mendapat jawaban apapun dari mereka.
" Tidak apa-apa nanti akan aku ceritakan sebaiknya kau istirahat."
" Oh hi Azhura." Azhura terbang ke arah Arest dan mendarat tepat di pipi Raja tampan itu, iya mengelus manja layaknya kucing kecil yang lucu. Arest tersenyum dibuatnya.
" Maaf kan aku ya Azhura, aku pasti sudah membuatmu hawatir. Hahaha..." Arest bermain dengan Azhura dan sesekali tertawa karena Azhura terus membuatnya geli.
" Apa ini Venus? Kau bilang efeknya akan tetap stabil dalam beberapa hari, ini bahkan belum 24 jam."
" Oh Kak, ternyata kau tidak selalu tau segala. Jika dibiarkan terus mereka bisa dehidrasi tanpa makan dan minum. Lagian lihatlah emosi keduanya stabil."
" Kerja bagus Venus." Illo mengarahkan kepalan tangannya untuk tos, Venus membalasnya.
" Arest..." Dave mendadak jadi canggung.
" Kau tidak ingin melihatnya.." Arest segera ingat ...ah iya ibunya....
" Arest tunggu." Dave mencegahnya.
" Yang akan kau temui sekarang mungkin akan berbeda dari yang kau temui terakhir kali. Ratu Efora mungkin..." Tidak mengenali Arest.
Arest tidak menunggu Dave menyelesaikan ucapannya. Karena dia sudah sangat tidak sabar. Dan begitu matanya melihat ratu yang cantik itu, kaki nya terpaku.
Efora yang sudah sadar terlihat baring setengah duduk dengan wajah pucat dan terlihat lemah. Tampak bibi Jumi duduk menemani disamping Ratu Arya itu. Mungkin, itu karena hanya Jumi yang dikenali oleh Efora.
Arest hanya mematung, tidak berani berkata apapun. Ibunya tampak sangat berbeda dengan aura yang berbeda pula. Seperti bertemu untuk pertama kali, Arest gemetar. Apalagi saat Efora menoleh kearahnya, Arest membeku. Efora bisa merasakannya, aura Controller yang kuat dan berbeda. Hati keibuannya seolah pamer bahwa dia sangat mengenal putra nya meski seperti apapun wujudnya, tak perduli sudah berapa lama mereka terpisah. Efora akan mengenalinya.
Anak dan ibu itu saling menatap tanpa suara. Efora memeriksa mata itu, itulah mata yang dua puluh tahun lalu menatapnya. Memohon untuk tidak ditinggalkan. Mata yang sangat mirip dengan miliknya. Dan wajah itu...sangat mirip dengan wajah yang dia rindukan, Raja Arya IX, Suami nya.
" Arest." Efora hampir tidak bersuara, dia memanggil nama itu antara rasa haru yang nyaris meledak dengan tubuh tanpa sisa tenaga. Bahkan tangannya yang lemah dipaksanya mengulur ke arah putranya untuk memohon, peluklah aku putra ku.
Arest terlihat ragu, tapi kakinya perlahan mulai mendekati. Saat tangan ibunya menyentuh rambutnya untuk pertama kali terasa...Cezzsss. Ada rasa sejuk, hangat seketika yang menyiram kepala hingga kakinya. Pertahanan pangeran tampan itu pun roboh. Arest meletakkan kepalanya dipangkuan ibunya. Meski tidak mengucapkan apapun, tangis Arest mewakili semuanya. Bahwa hidupnya sangat berat, dia kesepian, dia rapuh, dia takut dan nyaris sampai dibatas akhir kemampuannya. Punggungnya berguncang karena tangis senyap yang coba ditahannya tapi udah keburu pecah.
Efora mengelus kepala putra dan menepuk bahu kokoh itu dengan lembut. Dia bisa merasakan kepediahan putranya. Dia tau semuanya, dan sekarang dia siap membaginya dengan Arest.
" Ibu. Ibu. Ibu. Ibu." Arest terus mengucapkan kata itu. Mengartikan bahwa dia sangat rindu mengucapkan kata itu. Dan kali ini, benar-benar ibunya.
*****
" Maaf mengganngu reuni kalian. Tapi apa kau bisa ikut denganku sebentar Kak." Oska terlihat aneh, dia tiba-tiba jadi sangat sopan sama Arest.
" Oska?" Efora tersenyum, tegak perlahan dan memeluk Oska dengan hangat. Wajah Oska langsung memerah, selain karena Ratu Efora sangat cantik, dia baru pertama kali merasakan pelukan hangat dari seorang ibu. Pelukan tulus ini terasa sangat berbeda, ia benar-benar mencair dan ingin bersikap seperti anak kecil.
" Terimakasih sudah menjaga Arest."Efora menyudahi pelukannya.
" A? I, iya yang mulia."
" Kau anak yang tampan."
" Oh benarkah? Kak Arest menceritakan aku seperti itu?" Oska melirik Arest tersenyum geli, tapi tulus. Hati Oska terasa hangat sekali. Meski dia ingin menolak itu. Tapi pesona Arest terlalu menaklukannya.
" Oh kau pasti Dave."Dave yang sejak tadi berusaha diam, langsung kikuk.
" Iya yang mulia." Arest tau klo kakaknya sedang salah tingkah, dia menghampirinya dan merangkul bahu si tampan itu.
" Dia Kakak ku bu." Arest, seolah dia sedang pamer.
" Apa yang kau lakukan Arest, kau membuatku malu. A?" Dave terkejut karena Efora memeluknya begitu saja.
" Terimakasih Dave, sudah ada untuk Arest."
" Ah ya yang mulia aku..."
" Panggil aku Ibu." Efora memohon.
" Ibu? i, ibu?" Oska bergumam sendiri
" Kau juga Oska, panggilah aku ibu. Semua teman Arest adalah putraku juga...ah ya... sepertinya aku sedang berhutang maaf dengan seseorang."
" Kau menceritakan semuanya Arest?" Dave sangat khawatir, tapi kemudian Arest mengangguk. Berhasil meyakinkan Dave kalo semua bakal baik-baik aja.
"Kak.." Oska mengisyaratkan mereka harus pergi dari sini, dan itu penting. Tapi Efora tidak menghiraukannya. Dia terus berjalan keluar dituntun oleh perasaannya.
*****
" Yang mulia?" Guman Illo seraya terperangah.
Keanggunan Efora telah menyihir semua orang. Cahaya nya memberikan kharisma kuat, ngebuat semuanya otomatis tunduk hormat. Bahkan seangkuh Zerro sekalipun, kepalanya tergerak untuk memberi hormat.
" Aron." Suara itu sangat lembut, jemari cantiknya menyentuh kedua pipi Aron, lalu matanya memberi tatapan sendu tapi itu meneduhkan. Aron terpana, sedikit terkejut sih karena aura wanita ini sangat berbeda dengan yang dilihatnya terkahir kali. Padahal tadinya dia sangat marah, dendam, anehnya sekarang dia malah mengagguminya.
" Maafkan ibu Aron"
" Ibu?"
" Ibu tidak bermaksud melukai mu dan dewimu. Itu terjadi tanpa ada kontrol apapun dari ibu sayang."
" Yang Mulia." Jumi menghampirinya, lalu menariknya pelan. Menurutnya Efora bersikap berlebihan.
" Anda.... tolong jangan seperti ini yang mulia."
"Bagaimanapun aku bersalah Jumi, Aron pasti sangat membenciku sekarang."
" Ya saya mengerti tapi .... apakah ibu itu tidak berlihan yang mulia?"
" Lihatlah mereka Jumi, mereka semua sebaya dengan Arest, mereka juga putraku. Dulu aku kehilangan kedua putraku. Tapi sekarang aku memiliki sebelas putra. Aku sangat bahagia."
Tiba-tiba Efora berlutut lalu terduduk sambil menggengam tangan Aron. Semuanya terperangah melihat Ratu cantik itu memohon.
" Bolehkah Aron? Kau memaafkan ibu? Ibu akan lakukan apa saja agar putra ibu yang tampan ini tidak marah. Meskipun ibu tau kesalahan ibu pasti sangat tidak termaafkan." Air mata bening bergulir perlahan di kedua pipi Efora. Aron bingung, entah kenapa hatinya sakit melihat ini.
" Yang mulia to, tolong jangan seperti ini." Efora tidak bergeming
" i, ibu tolong..." Aron mengusap kedua air mata itu dengan sangat lembut. Raut wajah sedihnya menjelaskan hatinya lebih sakit melihat orang yang meminta dipanggil ibu itu menangis. Amarah Aron sudah hilang, yang tinggal sekarang hanya rasa sayang yang nyaris meledak untuk diberikan kepada ibunya. Sekaligus salah tingkah.
Karena Aron memanggilnya ibu, Efora langsung memeluknya
" Oh putra ibu." Aron membalas pelukan itu dan terbenam kedalamnya. Kini ada seseorang yang bisa dipanggilnya ibu. Dan dia adalah seorang ratu. Ini keren.
" Aron." Arest berucap lirih seraya menghampirinya. Begitu Aron berdiri Arest langsung meneluknya.
" Maafkan aku Aron... dan juga terimakasih. Kau mau menerima ibuku menjadi ibumu."
" Kakak senang?" Tanya Aron tanpa sadar. Sumpah dia ga ngeledek, tapi seneng juga.
" Hmmmm..."
" Eh tunggu, bagaimana ibu bisa mengenaliku? Kami semua ada sebelas, dan semuanya disini. Tapi ibu langsung menghampiriku."
" Arest menceritakan semuanya tentang kalian. Dan wajah tampanmu menjelaskan kalau kau adalah pengendali api yang kuat. Ibu bisa merasakannya, penampilanmu, auramu dan rambut ini....tidak ada ibu yang tidak mengenali anaknya." Efora mengelus rambut aron lembut, lalu seketika berubah panjang. Tanda moodnya berubah, langsung baik.
*****
" Anda hanya semakin membuat hubungan mereka semakin dekat Yang mulia, bukan merusaknya." Zord
" Sial."
" Lalu sekarang apa Yang mulia."
" Dia beruntung karena saat ini aku sedang memulihkan kekuatanku. Kalau tidak aku pasti sudah menghabisinya." Evost mengerang, suaranya menjelaskan betapa dia sangat marah.
Zord tidak merespon apapun. Tapi hatinya terus saja berbisik. Benarkah penguasa kegelapan ini sangat kuat? Kenap adia terus saja tiba-tiba lemah tanpa alasan. Bahkan Arest belum menyentuh ujung rambutnya sekalipun. Dan entah kenapa Evost terus merong-rongnya untuk memberikan tubuh terkuat. Apa sebenarnya... Evost tidak pernah memberikannya informasi apapun. Zord dipaksa tunduk menjadi pengikutnya, melalui penjajahan. Satu hal yang dia tau hanya tujuan Evost mengalahkan Arest dan menguasai dunia ini. Tapi Zord tidak pernah benar-benar tau apa kelemahan majikannya itu.
*****