Para dokter paling berpengalaman di rumah sakit Darmo itu hanya bisa menyaksikan keajaiban medis.
Penyembuhan diri.
Penyembuhan diri lengkap.
Setelah dilakukan observasi selama beberapa saat, tanda-tanda vital semuanya normal, namun pasien masih dalam keadaan koma. Meski demikian, sepertinya dia tidak perlu dimasukkan ke dalam ruang operasi, dan cukup dipindahkan ke bangsal umum untuk observasi.
Fira tidak tahu berapa lama dia berada dalam keadaan koma, karena periode pengalaman ini sangat menakutkan, sangat berbeda dari tidur biasa. Dia benar-benar tidak sadar, seolah-olah ... mati.
Tiba-tiba saja dia merasa bahwa dia bisa bernapas lagi. Dia segera bangkit untuk duduk, dan menemukan sosok yang familiar sedang duduk di samping jendela. Mengikuti instingnya, dia mengulurkan tangan dan memeluknya.
Seluruh tubuhnya gemetar, yang menunjukkan ketakutan akan kehilangan sisa hidupnya.
Batas waktu terlama meninggalkan Ardi adalah tiga belas hari, ketika tiga belas hari tiba, tubuhnya akan benar-benar bermasalah.
Tiga belas bukanlah angka yang baik, Yesus dibunuh oleh pengkhianatan Yudas, murid ketiga belas.
Jadi orang Barat membenci angka tiga belas.
Sekarang dia juga membenci angka tiga belas.
Dia memeluk Ardi dengan erat, suaranya gemetar, "Jangan tinggalkan aku."
Dia tidak ingin mati, dia masih muda, dan dia masih punya banyak hal yang harus dia dilakukan. Tanpa dirinya, ibu dan adik laki-lakinya akan selalu diintimidasi.
Dia tahu dia takut.
Ardi belum pernah melihatnya begitu takut hingga menempel padanya. Itu adalah ketakutan yang benar-benar dalam. Dia tidak tahu apa yang dialami Fira, dan jantungnya berdegup kencang tanpa bisa dijelaskan.
Tangannya dengan lembut membelai punggungnya, suaranya dalam dan hangat, "Aku tidak akan pergi kemana-mana."
Fira memeluknya erat-erat, seperti orang tenggelam yang memeluk satu-satunya kayu apung yang bisa menyelamatkan hidupnya.
Dipercayai sejauh ini akan membuat orang yang mempercayainya memiliki keinginan yang kuat untuk selalu dilindungi. Ardi memeluk gadis itu dan suaranya terdengar lebih lembut, "Sudah tidak apa-apa,"
Semua itu terlihat jelas di mata Indra, yang berdiri di depan pintu.
Ada amarah di matanya, dan tinjunya terkepal erat.
Bukankah Fira menyukainya?
Sebelum ujian masuk perguruan tinggi, dia selalu menatap Fira diam-diam dan melamun memikirkannya. Dia sama sekali tidak bisa melupakan apa yang telah terjadi di masa lalu. Kenapa dia bisa mengalihkan perasaannya dengan begitu cepat? Kenapa tiba-tiba saja dia bisa menyukai pria lain dan bahkan memeluknya dengan erat?
Ardi bisa merasakan tatapan panas di punggungnya, dan ketika dia menoleh, ekspresinya langsung tampak tidak senang.
"Bisakah kamu pergi?"
Fira juga melihat kehadiran Indra di bangsalnya, tapi tubuhnya masih memeluk Ardi.
Setelah percobaan ini selesai, dia tidak berani melakukannya lagi.
Sekarang Fira sadar bahwa Ardi adalah sumber kelangsungan hidupnya. Dia sangat takut sampai-sampai dia tidak berani meninggalkannya barang sejenak pun.
Di mata Indra, Fira masih tampak sangat mempesona.
Dia berjalan ke ujung tempat tidur, memandang Fira yang duduk di tempat tidur dan masih memeluk Ardi, lalu bertanya padanya, "Siapa dia?"
Mendengar nada suaranya, Fira ingin tertawa sedikit.
Dia seperti seseorang yang sedang menanyai pacarnya.
Indra? Kenapa dia bersikap seperti ini?
"Dia pacarku," Dia menggenggam erat tangan Ardi dan memandang Indra dengan tegas.
"Sejak kapan?" Dia mulai merasa marah dan hanya ingin mendapatkan jawaban yang pasti dari gadis itu.
"Tahun lalu, insiden di bulan Juni."
"Di bulan Juni? Bukankah kamu baru saja menulis surat cinta untukku di bulan Juni?"
Dia benar-benar gila, bagaimana mungkin dia menanyakan hal semacam itu? Tingkahnya seperti anak kecil yang tidak bisa mendapatkan permen dan merajuk. Semua perkataan dan perbuatannya tidak berada di bawah kendalinya.
"Surat cinta?" Gadis itu terlihat lemas karena sakit, wajahnya pucat, tapi matanya tidak tampak lemah. Rona kemerahan di matanya menunjukkan rasa takutnya yang ekstrim, dan dia terlihat sangat menyedihkan, "Bukankah kamu yang membuangnya? Membuangnya ke tempat sampah, dan kamu juga melihat bagaimana mereka mengeluarkan surat itu dan menempelkannya ke papan buletin. Kamu bilang kalau aku tidak pantas menyukaimu. Bukankah kamu sudah menginjak-injak harga diriku? Bukankah kamu yang membiarkan semua orang itu menertawakanku selama setahun? Kenapa kamu harus menyinggung surat cinta itu sekarang?"
Bab 72 Tiba-tiba Menjadi Lengket
Kenapa Indra bertanya padanya dengan nada bertanya?
Indra merasa malu dengan pertanyaannya sendiri. Wajahnya menjadi pucat, menyesali kata-kata dan perbuatannya. Dia hanya bisa mengeluh kenapa cintanya begitu pendek dan rapuh. Dia telah menolak gadis itu dan membalikkan badan ke arahnya. Dia jugalah yang melemparnya ke pelukan orang lain.
Cinta macam apa ini?
Dengan langkah keras, dia keluar dari bangsal, membanting pintunya dan pergi. Kelihatannya dia sedang dalam mood yang buruk.
Fira tidak terkejut melihatnya. Karakter diri Indra memang biasa terdapat di dalam diri anak-anak yang tumbuh di keluarga berkecukupan. Semua orang menghormatinya dan membuatnya senang. Indra takkan pernah merasa bahwa dirinya telah melakukan sesuatu yang salah.
Bahkan meski dia sadar bahwa dirinya melakukan kesalahan. Seharusnya dia muncul dan berkata 'Aku tahu aku salah. Apa kamu tidak bisa memaafkanku?'
Dan dia tidak melakukannya.
Luka di hati Fira sungguh tak terlupakan. Rasa sakit yang diberikan Indra tidak akan pernah sembuh. Luka seorang gadis 18 tahun akan mengikutinya selamanya.
Di luar jendela, hujan masih turun dengan deras. Ardi menangkupkan tangan besarnya yang hangat ke wajah Fira dan bertanya, "Kenapa tiba-tiba kamu pingsan?"
Fira meraih tangannya "Apa yang dikatakan dokter?"
"Dokter mengatakan alasannya tidak diketahui, dan mereka belum pernah melihat kasus seperti ini."
Fira berkata dengan sedikit cuek "Mungkin karena aku jarang makan dan karenanya gula darahku sedikit rendah. Sekarang sudah tidak apa-apa."
"Kenapa Indra yang membawamu kemari?" Suara rendah pria itu mengandung nada kecemburuan yang berusaha dikendalikannya.
Fira berkata perlahan, "Lulu memintaku untuk pergi ke kedai kopi. Indra mungkin sedang mencarinya. Mereka memiliki hubungan yang baik. Mereka kebetulan melihatku pingsan dan membawaku ke rumah sakit."
"Lulu?"
"Jadi begini, istri baru ayahku, Tantri, membawa putrinya ke keluarga Setiawan. Kamu mungkin melihatnya saat aku mengikuti ujian masuk Institut Musik waktu itu. Dia tampil kedua sebelum terakhir. Dia memainkan piano."
Ardi berkata, "Aku tidak memiliki kesan tentangnya."
"... oh."
"Jadi kamu pingsan setelah bertemu Lulu, kan?"
"Ya."
Rahang Ardi mengeras, "Jadi begitu, aku akan mengatur agar kamu menjalani pemeriksaan fisik lengkap besok."
Fira menyentuh lehernya dengan tidak nyaman "Itu tidak perlu, kan?"
"Tentu saja perlu."
Fira mengangguk. Yah, baiklah, kalau dia ingin melakukan itu, apa boleh buat.
"Apa kamu tidak bisa menyewa rumah di kota?"
Ardi jelas tidak mengikuti pemikirannya, "Hah?"
"Kamu biasanya tinggal di rumah keluarga bersama keluargamu. Aku merasa tidak nyaman kalau harus pergi kesana untuk bertemu denganmu. Apa kamu tidak bisa pindah dari sana?"
Lagipula, Ardi seorang pilot, jadi seharusnya dia jarang bertemu dengan keluarganya.
Saat ini, Fira sama sekali tidak ingin meninggalkannya barang sedetik pun.
Karena itulah dia harus melakukan ini.
"Kenapa tiba-tiba kamu begitu lengket?"
Sebelum ini, kelihatannya gadis itu tidak peduli dengan perjalanan bisnisnya, tapi sekarang sepertinya dia sudah berubah.
Dia benar-benar tidak memprediksi pikiran gadis itu.
Fira menarik tangannya yang besar "Karena saat kamu pergi untuk perjalanan bisnis selama beberapa hari, aku benar-benar merindukanmu."
Fira benar-benar takut dengan kematian. Dia rela berbohong apa saja, selama itu bisa menyelamatkan hidupnya.
Ardi menyipitkan mata memandangnya.
Dia merindukannya?
Kalau memang seperti itu, kenapa dia tidak menghubunginya?
"Oke?" Suara gadis yang sedang sakit itu terdengar lebih lembut, dengan nada centil yang tak disadarinya. Matanya berkilau, menatapnya dengan memohon, tampak lembut dan menawan. Tidak ada yang bisa mengalahkan penampilannya yang imut seperti ini.
"Baiklah, aku akan menyuruh seseorang untuk mengaturnya, dan yang lebih dekat dengan rumahmu, oke?"
Fira meraih lengannya, dan mengangguk puas, "Bagus, bagus."