Chereads / Kembali Hidup Untuknya : Malaikat Pelindung Sang Pilot / Chapter 39 - Tidak tertarik dengan Pesta Amal

Chapter 39 - Tidak tertarik dengan Pesta Amal

"Kapten, saat ini Anda hanya perlu membayar deposit tiga kali harga sewa, dan harga sewanya hanya 20 juta sebulan. Uang yang Anda berikan ini terlalu banyak,"

"Selama kamu masih hidup, kamulah yang akan membayar sewanya. Beri tahu aku kalau uangnya sudah habis."

Bagas merasa sangat bersyukur, jumlah yang sebesar satu milyar telah ditransfer ke rekeningnya, sementara harga sewa bulanan hanya 20 juta.

Terima kasih atas imbalannya!

"Aku berencana untuk pindah dari rumah," katanya santai setelah menutup teleponnya dan kembali ke ruang tengah.

Agung mengerutkan kening.

Misty Cokroaminoto, ibu Ardi, hanya bisa mendesah pelan "Pekerjaanmu membuatmu harus terbang ke seluruh dunia. Sulit untuk melihatmu sama sekali. Dan sekarang kamu harus pindah? Di mana kamu akan tinggal?"

"Ibulah yang bepergian ke seluruh dunia. Aku hanya terbang dengan rute tetap, Surabaya-Munich. Apartemen yang kupilih berjarak lebih dekat ke bandara, jadi lebih nyaman untuk datang dan pergi."

Agung merasa tidak senang "Kamu benar-benar menganggap serius pekerjaanmu sebagai pilot. Bukankah kamu bilang bahwa kamu akan pensiun setelah terbang lebih dari 10 juta kilometer? Kenapa sekarang kamu mau pindah?"

Ekspresi Ardi tampak samar, "Kalau begitu cobalah untuk melakukannya sendiri, Kek. Kakek seharusnya tidak tega melihatku tiba di bandara pada pukul tiga atau empat pagi dan harus menempuh lebih dari satu jam perjalanan dengan mobil hanya untuk pulang ke rumah."

"Kamu ... kalau kamu sudah berhenti dari pekerjaan itu sekarang, maka bukankah kamu takkan menderita sejauh itu?"

Melihat ayah mertuanya tampak kesal, Misty segera berusaha menghiburnya "Ayah, lupakan saja, biar saja dia tinggal di kota selama setahun. Memang, bandara agak jauh dari sini. Oh, ngomong-ngomong, Ardi, kamu membeli tim dua hari lalu. Kudengar kalau tim itu adalah tim yang paling menjanjikan di liga sepak bola nasional. Anak ini, meskipun dia belum berbisnis, dia sudah mewarisi bakat bisnis Anda yang luar biasa. Dia bisa melihat prospek bisnis yang tepat. Kalau tim itu memenangkan kejuaraan, nilai komersialnya pasti akan meningkat."

Kemarahan Agung sedikit mereda setelah dia mendengar itu "Benarkah? Kenapa kamu tidak memberitahuku tentang itu, Ardi."

Misty membawakan secangkir teh "Anak ini selalu cenderung untuk langsung berbuat daripada berbicara, bukankah Ayah sudah tahu soal itu?"

"Baiklah, kamu boleh saja pindah dari rumah. Tapi setidaknya kembalilah untuk makan malam setidaknya seminggu atau dua minggu sekali."

"Aku mengerti."

"Bik Surti, tolong bantu dia mengemasi barang bawaannya," kata ibunya dan dia juga meminta Bik Surti agar ikut pindah bersama Ardi untuk mengurus apartemen.

"Tidak, aku akan tinggal sendiri disana dan tidak membutuhkan siapa pun untuk mengurusnya."

Misty tercengang "Memangnya kamu bisa menyapu lantai? Mengepel lantai? Mencuci pakaian? Memasak? Kamu tidak tahu apa-apa, jadi bagaimana mungkin kamu bisa hidup sendiri?"

"Tidak, aku akan melakukannya."

Setelah selesai mengatakan itu, dia langsung naik ke atas.

Pak Pur merasa sangat khawatir. Tuan muda pasti ingin pindah karena gadis muda itu. Gadis muda itu bukan anak kecil lagi, tapi dia benar-benar memiliki kemampuan yang luar biasa karena dia bisa membujuk Tuan muda.

Misty ikut naik ke atas. Di dalam kamar, Bik Surti sedang mengemasi barang-barangnya. Ardi sendiri mengambil sebotol wiski dari lemari anggur dan meletakkan dua es batu di gelas lalu menuangkannya.

"Pada makan malam lelang amal yang diselenggarakan oleh perusahaan penerbit bibimu di hari Sabtu, kamu dan aku diundang untuk hadir disana. Tokoh politik dan bisnis, serta selebritas di industri hiburan juga akan hadir."

"Aku tidak tertarik."

Ardi adalah seorang insinyur pada umumnya. Dia belajar astrofisika di MIT (Massachusetts Institute of Technology), tertarik pada teknik mesin, dan mendapat gelar ganda dalam studinya.

Dia tidak tertarik dengan ajang pamer kekayaan itu.

"Kamu harus datang. Akan ada kamar pribadi kecil di lantai dua, jadi kamu tidak perlu berbaur dengan yang lain. Setidaknya, jangan mempermalukan bibimu dengan tidak datang, kamu dengar?"

Ardi menyesap minumannya dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Itu adalah caranya untuk mengatakan bahwa dia akan datang.

Setelah ibunya meninggalkan kamar, dia juga keluar untuk menghubungi seseorang.

Malam itu gelap gulita, dan dia hanya mengucapkan beberapa patah kata dengan suaranya yang dalam, lalu menutup teleponnya.

Bab 78 Satu kalimat saja bisa menghilangkan uangmu

Keluarga Setiawan berbisnis dalam bidang penginderaan panas. Rudi telah menjalin banyak hubungan bisnis, dan akhirnya berhasil mendekati keluarga Cokroaminoto melalui kerjasama marjinal.

Dia tidak berharap bisa mendapatkan uang dari keluarga Cokroaminoto, tapi alangkah baiknya kalau dia bisa menjalin hubungan bisnis dengan keluarga itu.

Tapi dia sama sekali tidak menyangka bahwa hubungan bisnis itu akan dihentikan secara sepihak.

Manajer proyek itu menghubungi Rudi secara pribadi dan mengatakan bahwa dia telah menemukan pemasok baru.

Rudi sedikit bingung mendengarnya, karena jika hubungan bisnis ini kandas, akan lebih sulit baginya untuk membangun hubungan bisnis semacam ini lagi.

"Pak Bisma, bukankah kerja sama kita selalu baik?"

"Orang kepercayaan tuan muda sendiri yang menghubungi saya secara pribadi. Beliau bilang kalau putri Anda, Lulu, telah membuat tuan muda tidak senang. Pak Rudi, Anda seharusnya memastikan agar putri Anda tidak membuat masalah besar,"

Rudi sama sekali tidak bisa mempercayainya. Putri tirinya itu selalu berperilaku baik dan bijaksana, berpengetahuan luas dan pengertian. Kalau dia membawanya ke hadapan para tetua, mereka selalu memujinya. Jadi, bagaimana mungkin dia memprovokasi tuan muda dari keluarga Cokroaminoto?

Saat makan malam di meja makan keluarga Setiawan, wajah Rudi tampak pucat, dan Tantri berkata dengan sedikit khawatir, "Rudi, ada apa denganmu?"

Rudi menatap Lulu "Bagaimana caranya kamu memprovokasi tuan muda dari keluarga Cokroaminoto?"

Lulu merasa hatinya sakit mendengar tuduhan itu.

Kapan dia punya kesempatan untuk memprovokasi tuan muda yang superior itu?

Dia hanya memprovokasi Fira.

"Rudi, apa yang kamu bicarakan? Bagaimana mungkin Lulu punya kesempatan untuk bertemu tuan muda itu?"

Rudi menggertakkan giginya "Perusahaanku akhirnya berhasil menjalin hubungan bisnis dengan keluarga Cokroaminoto. Tiba-tiba saja tuan muda memutuskan hubungan bisnis itu secara sepihak. Dia bilang kalau Lulu memprovokasinya,"

Wajah Lulu tampak sangat pucat setelah mendengar Ardi membela Fira.

Indra mendekati Fira dan sekarang Ardi juga sama.

Fira jelas berpura-pura pingsan hanya untuk menjebaknya.

Kenapa mereka tidak ada yang bisa melihat trik liciknya itu?

Dengan mata merah, dia berkata, "Paman Rudi, aku benar-benar tidak tahu apa-apa. Aku bahkan belum pernah melihat Tuan Ardi sama sekali."

Rudi merasa sangat marah tapi dia tidak bisa melampiaskannya.

Tantri memanfaatkan situasi tersebut dan berkata "Pasti ada kesalahpahaman, Rudi, cobalah mencari kesempatan untuk mencari tahu apa yang salah."

Rudi merasa frustasi, lalu mengatakan, "Kamu tidak boleh membuat masalah lagi", dia membanting sendoknya dan naik ke lantai atas dengan marah.

Air mata Lulu jatuh berlinang.

Fira, tunggu saja pembalasanku!

***

Yudhi mengetuk pintu kamar Fira dan bersandar di kusen pintu "Besok, Yudha dan aku akan kembali ke sekolah. Dia akan berpartisipasi dalam penyisihan Kompetisi Olimpiade Matematika, sementara aku akan berpartisipasi dalam kompetisi sepatu roda."

"Baiklah, aku mengerti."

Terdengar deru sepeda motor di sebelah rumah, dan mata Yudhi berbinar "Aku mau melihat sepeda motor besar kak Guntur."

Fira melirik pemuda yang berlari dengan terburu-buru, dan menggelengkan kepalanya. Adiknya itu menyukai berbagai hal kecuali belajar, yang sebenarnya sangat menyedihkan.

Keesokan harinya, ketika Ardi melakukan video call dari Munich, Pak Anto dari supermarket datang ke rumah bersama ibunya sambil membawa AC.

Suara ibunya terdengar "Anto, aku benar-benar tidak perlu memasang AC di rumah. Aku tidak takut panas, kok."

Anto membalas ucapannya, "Bagaimana mungkin kamu tidak takut panas? Kamarmu itu memang kecil, tapi menghadap ke barat, dan matahari berada di barat sepanjang sore. Aku tidak tahu seberapa panasnya kamarmu di malam hari. Jangan khawatir, aku akan memasangnya untukmu."

"Berapa banyak uang yang harus kuberikan padamu?"

"Jangan pikirkan itu, anggap saja ini sebagai bonus. Kamu sudah bekerja keras di tokoku dan para pelanggan merasa sangat puas."

"Tapi uangnya..."

Kemudian terdengar suara bor listrik, dan Pak Anto sepertinya sedang mengebor dinding.

Fira menutup pintu kamarnya dan menghubungkan video call-nya. Karena perbedaan waktu, sepertinya sudah larut malam di Jerman. Ardi sudah memakai piama, dan rambutnya tampak sedikit berantakan di keningnya. Dia tampak lelah. Dia memegang segelas air, menyesapnya dan kemudian bertanya sambil mengerutkan kening, "Suara apa itu?"