Chapter 41 - Pelaku di Balik Layar

Husin melangkah ke arah Fira sambil gemetar ketakutan "Kak, mungkin itu sekitar 2 juta rupiah, yang jelas tidak lebih daripada itu."

"Kalau begitu, kalian bayar kembali semuanya."

Husin berkata "Kami tidak punya uang sebanyak itu."

Fira mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya pada Husin "Aku juga menerima pembayaran lewat OVO atau GoPay."

Wajah Husin tampak suram, dan Fira mengangkat tangannya untuk menggaruk kepalanya, "Masih mau dipukul lagi?"

"Jangan, ampun, jangan, kak, aku akan membayarnya, aku akan membayarnya."

Fira mengangkat dagunya dan menatap Husin dengan tajam "Kalau sampai aku dengar kalian berani menindas adikku, atau mendengar kalian mengejeknya bisu atau idiot. Aku akan memukuli kalian sampai orang tua kalian sekalipun takkan bisa mengenali kalian,"

"Kami tidak berani, kak, ampuni kami. Kami tidak berani."

Setelah menerima dua juta rupiah, Fira berkata dengan acuh tak acuh "Sekarang, pergilah dari sini."

Geng berisi lima orang siswa itu langsung lari tunggang langgang.

Fira berbalik dan berjalan ke Yudha. Dia memiliki luka di wajahnya. Sudut matanya bengkak dan matanya sedikit merah. Dia mendekati adiknya itu dan memeriksanya dari atas hingga ke bawah. Matanya dipenuhi kekhawatiran.

Fira mengusap keningnya dan ada darah yang mengalir. Yudha mengangkat lengan bajunya dan bermaksud untuk menyekanya.

"Yudha, kakak tidak apa-apa. Kalau mereka mencoba menindasmu lagi, segera hubungi aku. Apa kamu mengerti?"

Yudha menundukkan kepalanya, tidak mengangguk atau menggelengkan kepalanya, dan tangannya masih gemetar.

Dia merasa kalau dirinya sangat tak berguna dan tak bisa melindungi kakak perempuannya. Justru sebaliknya, kakaknya selalu menjaganya dan melindunginya.

Fira memahaminya dan bisa menduga apa yang sedang dia pikirkan. Dia menyentuh kepalanya "Kamu, Yudha, pasti memiliki masa depan yang cerah, dan kamu akan bisa menghasilkan uang yang banyak untukku, oke?"

Yudha segera mengangguk dengan sungguh-sungguh.

Fira menghampiri Yudhi setelah itu, "Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?"

Yudhi masih terengah-engah "Dasar anak-anak berandalan,"

Fira menyentuh kepala Yudhi "Kalau ini terjadi di masa depan, Zaki, kamu harus meneleponku, oke?"

Wajah Yudhi masih penuh keringat, dan rambut pendeknya basah kuyup, "Bagaimana mungkin kamu ini anak perempuan?"

Fira meliriknya "Kamu tidak boleh main hakim sendiri. Kalau kamu menghadapi hal semacam ini di masa depan, hubungi aku. Bahkan meski kamu memanggil polisi, kamu tidak boleh main hakim sendiri. Kamu mengerti?"

Suasana hati Yudhi berangsur-angsur menjadi tenang "Mereka berandalan kurang ajar. Mereka pikir kita takut pada mereka,"

Adiknya tidak akan pernah memanggil polisi, adiknya hanya akan menggunakan tinjunya untuk menghajar bajingan yang sengaja membuat masalah dengannya.

Fira menatapnya sekilas, "Melapor ke polisi artinya meminta mereka untuk melindungi hak dan kepentingannya sebagai warga negara. Kenapa mereka malah menangkapnya?"

Ketiga pemuda itu menatapnya, seolah-olah mereka tidak mengerti apa yang dia bicarakan.

Fira hanya berkata tanpa daya "Yang jelas, sebelum kamu bisa menyembuhkan penyakit gangguan emosi yang tak terkendali itu, kamu tidak boleh menghajar orang lain, mengerti?"

Yudhi mengusap rambutnya yang berantakan "Kamu tidak perlu mengatakannya lagi."

Fira menarik Yudha "Ayo, kita pulang."

Yudhi melihat sepeda motor besar yang diparkir di lapangan, dan matanya tiba-tiba berbinar "Apa kak Guntur mau meminjamkan sepeda motor itu?"

"Apa?"

"Aku sudah memohon padanya sejak lama agar mengijinkanku mengendarainya, tapi dia menolak."

Fira menegakkan sepeda motor itu, "Yudha, ayo naik."

Yudhi juga melangkah maju tapi Fira memelototinya "Kamu naik taksi saja dengan Zaki dan Joni untuk pulang ke rumah,"

"Tapi tiga orang masih bisa berdesakan."

Fira mengangkat kakinya dan menendangnya menjauh "Kamu pikir aku mau dihentikan polisi lalu lintas? Naik taksi sana."

Joni dan Zaki dengan cepat menahannya "Yudh, ayo kita naik taksi saja. Dengarkan saja apa yang dikatakan kakakmu."

Fira ingin memakaikan satu-satunya helm untuk Yudha, tapi Yudha tidak mau. Dia memasangkan helm di kepala kakak perempuannya, mengancingnya, dan meletakkan tangannya di pundaknya.

Tiba-tiba saja, seorang anak laki-laki berlari mendekat sambil terengah-engah. Lalu dia meletakkan kedua tangan di lututnya untuk beristirahat dan sibuk mengatur nafasnya sebelum kemudian memanggil, "Yudhi,"

"Jangan hiraukan dia."

"Aku datang kemari karena kudengar bos berambut kuning dari STM itu tidak melakukannya karena niatnya sendiri. Ada orang lain yang menyuruhnya melakukan itu secara diam-diam,"

"Apa katamu?"

"Orang lain itu bilang kalau masalahnya belum selesai sampai disini. Dia akan mencari cara lain karena Yudhi dan kak Fira ada disini dan merusak rencananya,"

Fira tampak terkejut mendengar itu.

Seseorang menyuruh Husin untuk melakukan semua ini?

Bab 82 Uang ada di tangan Fira

Di kehidupannya yang lalu, Yudhi berhasil mengalahkan salah satu dari mereka dan harus masuk penjara. Itu artinya, Husin sengaja membuat marah Yudhi atas perintah seseorang.

Siapa dia?

Siapa yang menghasut si rambut kuning?

Yudhi menendang tembok "Keparat itu sengaja ingin membuatku marah?"

"Sepertinya begitu."

Fira mulai kembali tenang dan menepuk kepala Yudhi "Karena itulah, jangan bersikap impulsif di masa depan. Jangan sampai kamu dimanfaatkan orang lain, oke?"

Ucapannya itu membuat sorot mata Yudhi tampak serius, dan dengan suara pelan dia mengatakan mengatakan bahwa dia tahu itu.

Fira menyalakan mesin, dan sepeda motor itu pun melaju pergi di hadapan sekelompok pemuda.

Fira memegang erat pegangan sepeda motor, matanya yang galak tersembunyi di balik helm.

Dia masih mencurigai Lulu yang selalu berpura-pura baik dan lembut tapi sebenarnya berniat jahat.

Lulu sudah bertekad untuk membenamkan keluarganya ke dalam lumpur, sehingga mereka takkan pernah bisa bangkit lagi.

Dia memicu perselisihan di hadapan Rudi;

Memfitnah reputasinya;

Sengaja mengganggu kedamaian yang sudah diciptakannya dengan susah payah;

Mungkin dia masih menggunakan beberapa metode licik untuk menindas Yudha di tempat-tempat yang tak bisa dilihatnya.

Dia melakukan itu semua karena takut mereka akan kembali dan mengambil identitas wanita kelas atas yang kini dia dapatkan.

Hati manusia bisa sangat jahat.

Dalam hidupnya kali ini, dia pasti akan melindungi kedua adik laki-lakinya.

Terkait Lulu, ada dua keyakinan dalam hidupnya, yang pertama adalah "membuatnya membayar atas apa yang dilakukannya", dan yang lainnya adalah "gigi untuk gigi, mata untuk mata".

Sepeda motor itu melaju di sepanjang jalan yang diapit deretan pepohonan. Angin sore bertiup di wajah keduanya. Pemuda yang dibonceng disana tampak merenung. Kapan dia bisa melindungi kakaknya?

***

Yuni sedang memasak di dapur ketika dia mendengar ketukan di pintu rumahnya. Dia mengulurkan tangan dan melepaskan celemeknya, lalu berjalan ke halaman untuk melihat bahwa ternyata itu adalah saudara iparnya, Sasa.

Dia tersenyum dengan enggan "Apa ada yang bisa kubantu?"

Sasa membawa beberapa apel dan meletakkannya di atas meja kayu tua di halaman, menarik Yuni untuk duduk, dan langsung berbicara ke pokok permasalahan "Yuni, Raka juga keponakanmu. Kami diberitahu bahwa pihak calon istrinya menjelaskan bahwa kalau mereka tidak punya rumah setelah menikah, maka gadis itu tidak mau menikah. Kamu tidak mungkin tega melihat pernikahan yang seharusnya terjadi itu akhirnya batal, kan?"

Yuni meremas tangannya, menundukkan kepalanya, dan tidak mengatakan apa-apa.

"Kenapa kamu tidak mengirimkan uangnya padaku dulu dan baru memberitahu Fira? Kami hanya meminjamnya, bukannya kami tidak akan mengembalikannya."

Yuni menatapnya "Kakak ipar, uangnya ada di tangan Fira."

Sasa seolah sedang mendengar lelucon, dan segera mulai menyerangnya, "Gadis itu baru berusia sembilan belas tahun! Yuni, aku tahu kamu memang orang yang baik hati. Tapi, kenapa kamu selemah ini? Uang sebesar itu kamu berikan pada seseorang yang baru berusia sembilan belas tahun. Apa kamu tidak takut dia akan ditipu? Kenapa kamu memberinya ijin untuk itu?"

Yuni tersenyum dengan enggan "Kakak ipar, maafkan aku ..."

"Kalau begitu kamu pasti tahu kata sandinya. Sekarang ini, semua orang melakukan transfer online."

Wajah Yuni tampak muram "Apa... maksudmu?"

"Oh, ya, aku kemari hari ini tidak hanya untuk meminjam uang, tapi juga untuk memperkenalkanmu pada seseorang..."

Fira dan Yudhi tiba di rumah pada waktu yang hampir bersamaan. Mereka masih berada di gang, dan mereka mendengar suara orang bercakap-cakap di halaman. Suara itu sepertinya adalah suara bibi mereka.

Ketika ketiga bersaudara itu memasuki halaman rumah, Yuni tampak terkejut. Wajah Yudhi dan Yudha tampak bengkak dan merah, sementara ada jejak darah kering di kening Fira. Sepertinya itu adalah bekas perkelahian.

"Apa yang terjadi?"

Fira menyentuh pundak ibunya "Tidak ada apa-apa, tidak ada apa-apa. Hanya ada anak-anak yang tidak senang dengan adikku. Apa yang dia lakukan disini?"