Saat matahari bersinar di wajah seorang gadis, gadis tersebut sedikit mengerutkan wajahnya ke cahaya terang menyilaukan yang mengaburkan penglihatannya.
Rambut panjang sebatas pinggangnya yang berwarna kecoklatan bergerak mengikuti pergerakannya saat dia berlari tanpa susah payah di pinggir atap gedung setinggi dua puluh lantai.
Gadis ini mengenakan baju ketat berwarna putih yang menunjukkan seluruh lekuk tubuhnya yang seksi dan cantik.
Dia kemudian melepaskan topi baseball nya dan mengipas wajahnya yang terasa terbakar sambil menggerutu karena cahaya matahari yang membutakan matanya.
Setelah matanya mulai terbiasa akan cahaya tersebut, dia mengikat rambutnya hingga membentuk ekor kuda di atas kepalanya.
"Kak, aku sudah disini." Gadis itu berkata dengan nada kesal kepada kakak pertamanya melalui alat komunikasi.
"Dimengerti!" jawab Lee di ujung lain alat komunikasi tersebut. "Apakah semuanya sudah selesai?"
"Yeah."
"Sudah di cek lagi?"
"Sudah. Berkali- kali."
"Apakah kamu…"
Tapi sebelum Lee dapat menyelesaikan pertanyaannya, Senja yang sudah kesal mulai menggerutu.
"Kakakku tersayang, ini bukan pertama kalinya aku melakukan hal ini. Jadi tolong kamu berhenti terlalu khawatir, kakakku tersayang yang paling tampan!"
"Ini merupakan kesembilan kalinya kamu melakukan ini." dia menjawab dengan singkat.
"Dengan kata lain… Aku. Adalah. Seorang. Ahli." Senja mendeklarasikan dirinya dengan bangga.
"Kalau begitu, kamu bisa bilang kita bertiga ini adalah orang- orang yang paling ahli!" Sian tertawa kecil saat dia menyela pembicaraan mereka seraya duduk sendirian di pojok kantin dari sebuah rumah sakit sambil menyeruput cappuccinonya.
Senja cemberut dan memutar mata cokelat gelapnya ketika dia mendengar komentar dari kakak keduanya ini.
"Yang benar saja! Pikir lagi!"
"Hei, perhatikan kata- katamu."
"Yang mana? Di bagian saat aku mengatakan 'pikir lagi'?" dia membalas dengan kesal.
"Kamu sama sekali tidak imut." Ada suara lelah karena tidak mampu berkata apa- apa dan senyuman dalam suara Sian.
"Aku itu cantik dan bukannya imut." Senja marah sementara Sian tertawa kecil dengan geli.
"Hei, semuanya, bisa fokus sama urusan kita dulu tidak? Aku hampir saja jatuh tertidur di dalam mobil ini." Zhao berkata dengan mengantuk.
Dia duduk di dalam jeep hitam di depan sebuah rumah sakit besar, dia meletakkan kepalanya di atas kemudi mobil sambil mendengarkan keributan yang diciptakan oleh kakak keduanya dan adiknya yang paling kecil.
"Okey, keras kepala! Kamu bisa pergi sekarang." Lee berkata setelah dia mengambil alih control dari CCTV di dalam rumah sakit.
Senja kemudian mengambil mic di telinganya dan berteriak ke alat kecil tersebut. "Aku tidak keras kepala!!!"
BEEP!!!!!!!!!!!!!!
Alat itu berdengung dengan suara yang memekakkan telinga.
Lee membuang earpiece nya dengan gerutuan, Sian tersedak kopi yang sedang diminumnya sementara kepala Zhao menghantam atap mobil dalam upayanya untuk berdiri karena terkejut.
"Aku pergi sekarang!" Senja sangat marah saat ini.
Zhao kemudian mengirimkan pesan ke grup keluarga, mengatakan;
[Kepalaku mengahantam atap mobil dan ini sakit sekali… hu… hu… hu…]
Sian yang sedang mengelap kopinya yang tumpah tadi menjandi kesal saat dia membaca pesan dari Zhao. Dia mengambil ponselnya dan mulai mengetik balasannya.
[Dasar cengeng!]
Lee: [Setuju!]
Zhao yang membaca balasan tersebut mendecakkan lidahnya dengan kesal. Dasar mereka berdua pembuli!
*
*
*
Sementara itu, Senja sedang berdiri di pinggir gedung.
Gadis itu mengikatkan salah satu ujung tali ke sekeliling pinggangnya dan ujung lainnya ke tiang besar di sebelahnya. Dia menarik tali tersebut beberapa kali untuk memastikan kalau itu sudah terikat dengan cukup kuat sebelum merambati dinding gedung ke dua lantai di bawahnya.
Tidak ada jejak ketakutan di wajahnya yang cantik, seolah dia sedang berjalan- jalan santai di taman dan bukannya merambat turun dari atap gedung setinggi dua puluh lantai.
Seperti… dia sudah melakukan ini beratus- ratus kali sebelumnya.