Chapter 20 - Kepemilikan

Kemunculan Ardi yang tiba-tiba ini telah mengganggu rencananya, dan hasil percobaannya sampai hari ini harus dibuang. Dia harus memulai eksperimen lagi, dan mungkin juga harus berbohong lagi.

Jadi, tentu saja dia ingin kabur darinya.

Dia membalikkan badan dengan hati nurani yang bersalah dan memandang Ardi dengan tegas "Tidak ... dia tidak boleh lari." Batinnya berkata.

Ardi melihat ke arah anak laki-laki di belakang Fira. Pak Pur telah menunjukkan foto Indra padanya. Dia segera mengenalinya sebagai teman sekelas pria yang dulu pernah dikejar Fira.

Tatapan matanya menjadi dingin.

Pergelangan tangan gadis itu digenggamnya erat sampai memerah, dan Fira mengeluh pelan "Sakit."

Ardi membawa Fira ke atrium. Indra ingin mengikuti mereka, tapi dia dihentikan oleh salah satu pengawal "Maaf, tuan muda kami tidak ingin diganggu."

Pintu lift di seberang terbuka, Ibu Indra melangkah keluar. Dia melihat Indra berdebat dengan seorang pria lain, dan dengan cepat menarik putranya itu. Dia melirik ke arah Fira yang ditarik oleh seoarng pria jangkung, dan berbisik pada Indra "Konser akan segera dimulai. Ayo cepat masuk. "

Seorang gadis dengan riwayat keluarga penyakit jiwa, tak peduli seberapa bagusnya dia, gadis seperti itu tidak layak untuk Indra.

Fira, lupakan saja.

Di samping petak bunga di belakang bar area istirahat atrium, terdengar suara gemericik air, dan Fira dengan hati-hati memandang pria yang tampak suram di hadapannya itu.

"Kenapa kamu lari saat melihatku?"

"Aku... aku takut kamu akan salah paham tentang hubungan antara Indra dan aku," Kalau dia tidak memberikan penjelasan, pria itu takkan mau melepaskannya hari ini.

"Jadi kamu datang dengan Indra?"

Fira menyangkal "Tentu saja tidak, aku hanya kebetulan bertemu dengannya di pintu depan kapal pesiar ini. Aku datang bersama Ratih. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa bertanya padanya..."

Ratih selalu menyebut dirinya sebagai wanita tangguh, tapi dia gemetar ketakutan di hadapan Ardi dan berkata, "Pak Ardi, kami memang pergi berkemah. Fira dan aku benar-benar pergi berkemah,"

Siapa yang bertanya padanya tentang berkemah?

Ratih, bagaimana mungkin kamu menyatakan dirimu sebagai wanita tangguh?

Kenapa dia harus mengatakan itu sekarang saat dia bertemu Ardi?

Ardi memandang Ratih "Maaf, aku ingin berbicara secara pribadi dengan pacarku. Bisa tolong beri kami waktu?"

Fira bermaksud untuk mengedipkan mata pada Ratih dan mengisyaratkan padanya agar tidak meninggalkannya, tapi Ratih sudah pergi meninggalkannya. Dia nyaris berlari dan sekejap kemudian sudah tak terlihat. Sepertinya, dia hanya menuruti perkataan Ardi.

"Soal kemah itu."

Setelah menunggu selama enam hari, Fira sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Dan hari ini, Fira langsung melarikan diri setelah melihatnya. Ardi merasa kesal dan marah karenanya.

Tak peduli seberapa terpelajarnya seseorang, mereka pasti akan kehilangan kendali atas emosi mereka setelah mengalami itu semua.

Mulut Fira terbuka, dia baru akan bicara...

"Pikirkan dengan jernih sebelum kamu bicara."

Fira menatapnya lurus-lurus. Cahaya lampu kristal bersinar di wajahnya, dan dia bisa merasakan kemarahan Ardi yang tersembunyi.

Sejak awal, dia menyesal telah berbohong padanya. Dia hanya ingin mengakhiri ini semua.

Tapi sekarang, kelihatannya dia telah jatuh ke dalam rawa yang sangat besar, dan dia tidak bisa melarikan diri. Dia hanya bisa meneruskannya.

"Aku berbohong padamu."

"Yang mana?" Ardi mengusap bagian dalam pergelangan tangan Fira. Matanya menatap gadis itu.

"Aku tidak pergi berkemah."

"Kenapa bohong padaku?"

Fira seperti sedang berjalan di atas tali di ketinggian. Karena dia sudah mengambil langkah awal, dia hanya bisa maju dan menggunakan satu kebohongan untuk menggantikan kebohongan lainnya.

Tanpa terencana.

Dia juga merasa semakin bersalah karenanya.

"Karena aku selalu merasa bahwa latar belakang keluarga kita tidak sama. Aku selalu merasa bahwa aku tidak layak untukmu, dan aku berada di bawah banyak tekanan untuk terus bersamamu."

Tangan besar Ardi bergerak dari pergelangan tangannya menuju ke pinggangnya, dan jemarinya menyusuri lengkung tubuhnya yang sempurna itu.

Merasakan tangan Ardi yang besar di tubuhnya, Fira menarik lengannya ke dadanya. Detak jantungnya berdegup kencang.

Pria ini sebenarnya berbahaya.

Dengan panik Fira berusaha mencari cara untuk bisa menjauhkan diri darinya.

"Karena kamu sudah setuju untuk menjadi pacarku maka kamu harus bertanggung jawab padaku. Seharusnya kamu tidak mencoba melarikan diri dariku. Apa kamu mengerti itu?���

Bab 40 Seperti bajingan yang mempermainkan perasaan orang lain

Fira mengangguk dengan patuh "Baiklah, aku mengerti."

"Aku telah kehilangan ingatanku dalam kecelakaan mobil. Orang pertama yang kulihat setelah aku bangun adalah kamu, dan orang yang paling kupercayai juga kamu. Tolong, Fira, jangan berbohong lagi padaku."

Matanya seolah terbakar emosi. Fira berkedip, menggigit bibirnya dan berkata, "Baiklah, aku tidak akan berbohong padamu lagi."

Dia merasa seperti bajingan yang mempermainkan perasaan orang lain.

"Besok lusa, aku akan mulai kembali bekerja dan terbang ke Munich, dan kamu akan terbang bersamaku."

Fira sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa. Dia melihat wajahnya dan langsung setuju, "Oke, oke."

"Apa kamu pernah naik pesawat yang kukendarai sebelumnya?"

"Belum."

"Bagaimana kita berkencan?"

"Hanya ... jalan-jalan di taman dekat rumahku."

Tidak berbohong lagi padanya? Itu terlalu sulit untuk dilakukan.

Dia hanya memeluknya melakukan apa-apa lagi. Fira berkata pelan, "Aku datang kemari untuk bermain musik bersama Pak Vincent. Aku harus pergi ke belakang panggung untuk bersiap."

Baru saat itulah dia memegang pinggangnya "Ayo kita pergi bersama."

Kualitas mental psikologis Fira memang sangat kuat. Meski dia mengalami insiden mendebarkan sebelum konser, penampilan konser tersebut masih termasuk level grand prix internasional.

Sementara itu, Ronny mulai meragukan pernyataannya sendiri yang mengejek Fira tidak pernah memenangkan penghargaan karena dia tidak sebagus Lulu dan mungkin Fira memang tidak mendaftar untuk kompetisi apa pun.

Setelah lagu kedua dimainkan dengan merdu, para penonton langsung memberikan tepuk tangan yang meriah.

Pak Vincent meninggalkan pianonya, melangkah ke sisi Fira, mengulurkan tangannya. Fira dengan anggun meletakkan lengannya, berjalan bersamanya ke tengah panggung, dan membungkuk di hadapan para penonton yang disinari cahaya lampu.

Tatapan mata Ardi sepertinya terus tertuju padanya, dari sejak awal hingga akhir.

Lulu, yang duduk di baris pertama, bisa melihatnya dengan jelas. Penghargaan yang ditunjukkan Tuan Vincent terhadap Fira terlihat dengan jelas. Dia hanya menipu dirinya sendiri saat mengatakan bahwa Fira hanyalah bagian tambahan yang dijejalkan dalam pertunjukan ini.

Satu-satunya hal yang harus disyukuri saat ini adalah Ibunya Indra yang tidak lagi mempertimbangkan keberadaan Fira.

Jalan Fira untuk bisa kembali ke kalangan kelas atas sudah dirusakkan olehnya.

Dia merasa sedikit sombong karenanya. Gadis vulgar seperti Fira memang tidak cocok dengan masyarakat kelas atas.

Penampilan itu juga disaksikan oleh pria tampan yang dulu hadir dalam ujian praktek dan malam ini duduk tak jauh dari mereka.

Seorang pekerja asing menghampiri Ardi dan menundukkan kepalanya lalu berkata dalam bahasa Inggris "Tuan Ardi Cokroaminoto, Tuan Vincent mengundang Anda ke belakang panggung."

Ardi menyesuaikan jasnya dan melewati Lulu dan Ronny.

Ronny berkata tidak yakin "Kurasa... kurasa barusan dia memanggilnya Tuan Ardi? Cokroaminoto? Tidak banyak kalangan atas di kota ini yang memiliki nama belakang Cokroaminoto. Apa dia adalah tuan muda perusahaan Cokroaminoto?"

Apa dia adalah tuan muda misterius yang bekerja di industri penerbangan?

Lulu mengibaskan tangannya, dan menjatuhkan tasnya ke tanah, dengan ekspresi tidak percaya "Apa kamu sedang bercanda? Mana mungkin Ardi mau melihat Fira?"

Ronny mengangguk "Itu benar. Kudengar banyak sekali wanita yang ingin menjadi pasangan Ardi, tapi sepertinya dia sangat pilih-pilih. Tidak ada satupun dari mereka yang dilihat olehnya. Fira jelas tidak mungkin memenuhi syarat untuk itu. Haruskah kita pergi ke belakang panggung untuk berfoto dengan Tuan Vincent?"

"Tidak, kurasa penampilan dua lagu tradisional terakhir barusan telah merusak standar keseluruhan konser. Kalau itu tidak sesuai dengan standar kita, bukankah sebaiknya kita tidak lagi menjadi penggemarnya?"

Dia sudah terbiasa melihat Fira diejek dan didiskriminasi oleh semua orang.

Dia terlalu takut untuk melihat Fira yang dikelilingi oleh orang lain, dipuji, dan bersinar.

Ronny mengangkat dagunya "Benar, sebaiknya tidak usah. Kalau kita pergi kesana, kita mungkin akan bertemu dengan Fira. Kita sebaiknya tidak menonton konser Tuan Vincent lagi."

Mereka keluar bersama para penonton lainnya.

Tapi telinga mereka dipenuhi berbagai pujian tentang permainan Fira barusan.