Pada pukul 7:00 pagi waktu setempat, Putri meninggalkan kamar hotel. Pintu kamarnya berada dekat dengan kamar Ardi. Semalam, dia melihat keduanya masuk bersama ke dalam kamar. Dia sama sekali tidak bisa tidur sepanjang malam. Pikiran bahwa mereka mungkin melakukan ... dia panik.
Amanda keluar dari kamar sebelah dan menariknya "Ayo kita turun untuk untuk sarapan."
Putri tampak sedih dan membiarkan dirinya diseret oleh Amanda.
Fira tidur sangat nyenyak, dan dia terbangun dalam keadaan linglung ketika mendengar ketukan di pintu.
Dia melangkah tanpa alas kaki di atas karpet lembut dan membuka pintunya. Ardi mengenakan piama tidur kotak-kotak berwarna gelap, dengan rambut acak-acakan dan mata mengantuk "Berpakaianlah dan turun untuk sarapan."
"Oke."
Dia mulai mencari-cari di dalam koper dan tampak bingung. Kemarin dia terlalu terburu-buru dalam mengemasi pakaiannya. Salah satu pakaian yang diambilnya secara acak adalah pakaian mirip seragam yang dibelikan Ratih untuknya.
Roknya bahkan lebih pendek dari kemarin. Kalau dia memakainya, Putri pasti beranggapan bahwa dia adalah rubah betina yang sengaja merayu Ardi.
Bagaimanapun dia memikirkannya, dia tidak punya pilihan lain.
Berdiri di dekat pintu masuk, Ardi mengambil dasi di atas nampan perak dan mengalungkannya di kerah kemejanya. Setelah mendengar suara langkah kaki yang mendekat, dia meliriknya dengan santai, membiarkan matanya tertuju ke arahnya.
Pakaian mirip seragam itu memiliki rok yang sangat pendek. Fira mengikat rambutnya dalam ekor kuda yang tinggi dan ikat rambut merahnya berupa scarf yang menggantung di lehernya yang panjang.
Fira melangkah ke arah koridor sempit, yang hanya bisa dilewati oleh satu orang, dan seseorang menangkap pergelangan tangannya.
Bibir pria itu berhenti di depan bibirnya. Dia pasti melihat kepanikan di mata Fira.
Ardi mengurungkan niatnya dan hanya menggigit dagunya.
"Aku sudah menandainya, kau milikku."
Merasakan keinginannya yang kuat dan terpendam, Fira terjebak di dalam teritori pria itu dan tak ada tempat yang bisa digunakannya untuk bersembunyi.
Aroma yang kaya dari bir Inggris dan freesia memenuhi ujung hidungnya, sepertinya Ardi sudah menyemprotkan parfumnya, yang tidak terlalu pekat, dan Fira hanya bisa mencium baunya ketika dia berada sangat dekat dengannya.
Fira kembali merasa sangat menyesal.
Seharusnya dia tidak mengaku sebagai pacarnya sejak awal.
Keduanya tiba di restoran yang berada di lantai pertama. Sarapan pagi itu bergaya prasmanan, jadi dia mengambil piring dan mulai memilih sarapan. Ardi membawanya ke meja di dekat jendela, sementara anggota kru yang lain ada di meja lain.
Putri melihat tangan Fira yang memotong sosis Jerman tanpa aturan. Pisau dan garpunya saling beradu di atas piring, membuat suara yang keras.
"Dasar kampungan!"
Tanpa sengaja, Putri memaki gadis itu di dalam hatinya.
Bagas, yang bertanggung jawab atas suasana yang tercipta di antara seluruh kru, dengan hati-hati angkat bicara "Kapten, bolehkah kami memanggilnya Nona Fira?"
Ardi meliriknya "Ya."
Bagas dengan penuh semangat menyapa gadis itu, "Nona Fira, halo."
Lalu dia memperkenalkan seluruh kru kepadanya. Fira dengan cepat bangkit dan berjabat tangan dengan mereka semua. Semua orang bersikap sopan padanya dan memperlakukannya seperti adik perempuan mereka.
Yang terakhir diperkenalkan adalah Putri.
Sorot mata Putri tampak dingin. Dia bahkan tidak bisa berpura-pura, dan hanya mengangguk singkat.
Amanda menyentuh kakinya di bawah meja untuk mengingatkan dirinya, bukan untuk mencari muka di hadapan gadis kecili tu, melainkan untuk mencari muka di hadapan kapten.
Putri mengabaikannya.
Fira tidak peduli lagi dengan Putri, dan kembali duduk berhadapan dengan Ardi.
Bagas melihat ada bekas gigi di dagunya dan bercanda "Fira, kenapa ada bekas gigi di dagumu?"
Fira langsung membeku di tempatnya, dan tidak tahu harus berkata apa selama beberapa waktu, lalu memandang Ardi dengan panik.
"Mungkinkah... kapten yang menggigitnya?"
Bab 52 Siapa lagi yang bisa melakukannya?
Terlihat jelas dengan mata telanjang, wajah Fira langsung memerah, dan warna merah itu menyebar hingga telinga dan lehernya.
Ardi menatap Bagas dengan sedikit tidak senang "Kalau bukan aku, siapa lagi yang bisa melakukannya?"
Fira tampak panik dan buru-buru mengulurkan tangan untuk menutup mulutnya.
"Diamlah!"
Putri hampir memecahkan piringnya. Dia meletakkan pisau dan garpunya, lalu menggigit bibirnya dan berkata "Aku kenyang, nikmati makanan kalian."
Setelah selesai mengatakan itu, dia segera melangkah pergi dengan cepat.
Beberapa orang di meja sebelah tidak berani bicara omong kosong lagi dan mereka semua sarapan dengan tenang.
Fira melepaskan tangannya dan memandang Ardi dengan kesal. Sepertinya, Ardi tanpa secara sadar telah mengatakan sesuatu yang salah.
Hari itu, dia tinggal di Munich dan tidak pergi jauh melainkan hanya berjalan-jalan di sekitar kota.
Penerbangan mereka dijadwalkan pada pukul 4 pagi keesokan harinya. Sekelompok orang sudah menunggu di depan pintu masuk hotel. Setelah beberapa saat, mereka melihat gadis yang melingkarkan tangannya di lengan kapten masih menguap. Kapten memegangnya dengan satu tangan dan mendorong dua koper dengan tangan yang lain.
Pacarnya memang sangat kuat.
Surabaya dikelilingi oleh laut di tiga sisi dan gunung rendah di sisi lain. Hujan sering terjadi di musim kemarau. Pesawat mereka tiba di Surabaya pada pukul sembilan malam, dan hujan yang terjadi di luar cukup deras.
Tombol kokpit menyala terang, dan lampu memantulkan pemandangan malam di wajah Ardi.
Titik merah berkedip sedikit di radar. Itu adalah petir yang tersembunyi di awan kumulonimbus. Ekspresinya wajahnya tampak waspada dan dia tahu bahwa dia harus menghindari sambaran petir dan kilat ini saat mendarat.
"D1005 meminta ijin untuk mendarat, mohon perintahkan menara ..."
Curah hujan akan mengurangi jarak pandang, dan lampu bantuan navigasi bandara sangat penting dalam memberikan referensi visual.
Pesawat itu mendarat perlahan dan akhirnya berhenti setelah meluncur beberapa lama.
Kapten Anwar tersenyum "Sebenarnya, menurutku, penilaian semacam ini tidak perlu dilakukan untukmu. Ini hanyalah formalitas dari Kantor Administrasi Penerbangan, dan kita harus mematuhinya."
Ardi mengangguk kecil dan berkata, "Saya tidak keberatan untuk mematuhi peraturan."
Keduanya melangkah keluar dari dalam kokpit. Fira tadinya masih merasa agak pusing, tapi tiba-tiba ponselnya bergetar karena dia menerima pesan teks. Dia segera membukanya.
Dua milyar rupiah sudah ditransfer.
Dia langsung tidak mengantuk lagi.
Ketika Ardi melihatnya, dia melihatnya sedang duduk tegak di kursinya sambil memandang ponselnya.
"Aku disini," Dia berdiri di depannya dan menyentuh kepalanya.
Fira mendongak dan melihat bahwa itu Ardi, lalu melompat kegirangan. Dia memeluknya dengan gembira dan berkata dengan penuh semangat "Aku berhasil."
Putri mendengar seruan itu dan menoleh ke belakang. Dia begitu marah sehingga tidak memperhatikan langkahnya. Kakinya tersandung, membuatnya terjatuh di tanah yang datar dan pergelangan kakinya terkilir. Rasa sakit yang tajam membuatnya mengerang. Sayangnya, Ardi bahkan tidak menoleh ke arahnya.
Amanda buru-buru membantunya "Apa kamu terkilir? Pergilah ke rumah sakit untuk mengeceknya."
Putri harus dibantu untuk berjalan setelahnya.
Ardi mengelus punggung Fira "Apa yang berhasil kamu lakukan?"
Fira baru sadar bahwa tubuhnya terlalu dekat, dan dia ingin bergerak mundur, tapi dia ditahan oleh pria itu.
"Itu ... itu urusan akademis, aku berhasil."
Dia tidak mau menyinggung soal uang, karena Ardi baru saja menghabiskan 3,2 miliar dollar AS tanpa mengedipkan matanya. Kalau dia mengatakan bahwa dia miskin, dan pria itu memberikan uangnya, maka semuanya akan jadi semakin rumit.
Hujan di luar cukup deras, dan ada payung cadangan di samping pintu palka. Ardi membuka payung hitam besar itu dan menuruni tangga pesawat bersamanya.
Hujan membasahi seragam kaptennya, tapi dadanya sangat kokoh dan bisa melindunginya dari angin dan hujan. Fira dipeluknya, dan selalu ada rasa aman yang mengiringi tindakannya itu.
Bahkan mungkin rasa ketergantungan.
Fira semakin bingung dengan pikirannya ini.
Dia adalah pembohong yang luar biasa.
Akan selalu ada hari ketika kebenaran terungkap.
Kenapa dia harus bergantung pada orang lain?
Di tengah hujan lebat, mobil mewah itu berhenti di depan gang rumahnya. Fira baru akan melangkah keluar dari dalam mobil ketika pergelangan tangannya dipegang oleh pria itu.
"Pergilah ke The Palace bersamaku di akhir pekan ini."