Chapter 29 - Mereka semua munafik

Saat Yuni akan bicara, Fira menahan tangannya. Tidak ada ruang untuk negosiasi tentang ini. Uang itu akan digunakan untuk merawat Yudhi dan Yudha, dan mereka tidak mungkin meminjamkannya pada orang lain.

Melanie adalah yang pertama menyerangnya "Fira, kenapa kamu sangat perhitungan? Kami ini masih kerabatmu sendiri, apa kamu masih harus bersikap penuh perhitungan dengan kami?"

Kemarahan Yudhi sudah hampir pecah. Fira menekan bahunya dan memandang Melanie sambil mencibir "Ada begitu banyak orang yang membeli rumah dengan pinjaman. Setelah hanya sedikit membantu kami, kenapa aku harus meminjamkan uang itu pada kalian?"

Raka merasa tidak senang "Ibu, ayah, tidak usah pinjam uang darinya."

Sasa menoleh dan menatapnya, lalu tersenyum pada Fira "Fira, dulu, paman dan bibi tidak kaya, dan kami juga punya dua orang anak untuk dibesarkan. Tapi di masa depan ..."

Fira menyela ucapannya dengan tidak sabar "Aku sudah membayar psikiater untuk si kembar. Psikiater mengenakan biaya per jam jadi dua milyar itu bukanlah uang yang banyak. Aku tidak akan meminjamkan uang itu pada siapapun,"

Sasa berkata dengan susah payah "Oh, Fira, orang berkata, autisme, depresi, atau apapun itu bisa disembuhkan. Mereka semua munafik, di mana aku bisa menemui psikiater yang seperti itu? Jangan buang-buang uang itu."

Pakk ... Fira memukul meja dengan keras, dan semua orang terkejut.

Fira meraih tangan ibunya dan memandang si kembar "Ayo kita pergi."

Yuni berada dalam dilema, dan berbisik "Fira, kalau ada yang ingin kamu katakan, katakan saja."

Bekti juga berkata "Fira, bibimu hanya bicara omong kosong, jangan dimasukkan ke dalam hati."

Raka mengertakkan giginya "Biarkan saja dia pergi. Kita bisa mengambil pinjaman untuk membeli rumah. Kenapa kita harus memohon pada seorang gadis kecil? Apa gunanya memperlakukannya seperti dewa?"

Fira memandang ibunya "Bu, ayo pergi."

Melihatnya sedikit gemetar, Yuni tahu bahwa Fira menganggap kedua adik laki-lakinya sebagai bebannya, dan bibinya yang mengatakan bahwa Yudhi dan Yudha takkan bisa disembuhkan, itu benar-benar menusuknya.

Fira dianiaya, dan hatinya terasa sangat sakit sehingga dia dengan cepat menarik si kembar, lalu berkata pada Bekti "Kalau begitu, ayo kita pergi."

Bekti dan Sasa mengikuti mereka hingga pintu masuk lift dan menunggu hingga pintu lift tertutup. Mata Melanie dan Raka diputar ke atas, "Ayah, ibu, sudah jelas mereka tidak mau meminjamkan uang, kenapa kalian begitu keras kepala? Apa kalian memang ingin berseteru dengan Fira?"

Sasa menyodok Melanie tepat di keningnya "Kamu tahu, Rudi telah memperlakukan mereka dengan buruk. Gadis itu bisa mendapatkan dua milyar rupiah dari ayahnya yang pelit. Itu artinya dia punya bakat yang hebat. Dia sangat menjanjikan. "

Melanie melipat lengannya di depan dada dan mencibir "Kamu bisa membujuknya dan bukan memprovokasinya. Rudi pasti masih ingin mempertahankan harga dirinya, karena itulah dia memberinya uang untuk mengusirnya. Apa lagi yang bisa dilakukannya?"

Di lantai bawah, di tengah cuaca yang sangat panas, Yuni masih ingin naik bus, tapi Fira mengulurkan tangan dan menghentikan taksi.

Tidak hanya dua milyar rupiah dari Rudi, tapi sekarang dia juga bisa mengandalkan bakatnya untuk memberi makan keluarganya.

Mereka tidak perlu lagi hidup terlalu hemat di masa depan.

Kembali ke rumah, Yuni baru akan meletakkan tas tangannya ke dalam rumah, "Aku akan memasak mie untuk makan siang kita."

Fira berkata dengan serius kepada dua adik laki-lakinya "Tak peduli apa yang dikatakan orang lain, jangan pedulikan mereka, oke?"

Yudhi mendengus "Aku menganggap semua ucapan mereka seperti bunyi kentut,"

Yudha mengangguk. Dia hanya mendengarkan kakak perempuannya. Yuni membawa semangkuk besar mie ke ruang depan, dan kipas angin tua disana mengeluarkan suara 'woo woo' keras tapi masih bisa membawa angin sejuk ke dalam ruangan.

Bab 58 Segera Membalaskan Dendam

Yuni memasakkan mie untuk ketiga anaknya, lalu dia memandang Fira, dan angkat bicara.

"Uangnya sudah ditransfer?"

Fira mengangguk singkat "Ya."

"Aku juga sudah membuat janji temu dengan psikiater untuk si kembar. Itu yang terbaik. Harganya mahal sekali. Bu, aku takkan membiarkan siapa pun meminjam uang."

Yuni mengangguk lagi "Ibu tidak keberatan dengan itu. Ibu hanya ingin memberitahu bahwa apapun yang mereka katakan tadi, jangan dimasukkan ke dalam hati."

Fira mengangguk "Aku tahu."

Fira selalu memiliki ingatan yang baik dan jarang lupa. Dia masih mengingat nomor ponsel yang mengirimkan pesan teks pada bibinya. Dia harus memverifikasi nomer itu.

Sudah jelas bahwa nomer itu bukanlah nomer resmi yang terdaftar, melainkan nomer sekali pakai yang bisa dibeli di counter pinggir jalan atau kios online.

Setelah Fira dilahirkan kembali, dia tahu bahwa tak ada yang bisa menyaingi kemampuannya menggunakan komputer. Meretas firewall bukanlah hal yang sulit baginya. Hanya butuh setengah jam untuk mengetahui dari lokasi mana nomer telepon itu dijual.

Lokasi menunjukkan bahwa itu adalah kios koran yang tak jauh dari rumahnya.

Fira sangat mengenal lokasi di sekitar rumahnya dan dia juga tahu bahwa ada kamera cctv yang dipasang di sejumlah jalan di sana.

Layar komputer menjadi hitam, dan kode-kode hijau berkedip cepat. Butuh setengah jam untuk meretas firewall kamera cctv di jalan itu. Setelah setengah jam, Fira mengunduh videonya dan dengan hati-hati menghapus jejaknya disana. Dia bisa keluar masuk tanpa jejak di dunia maya.

Setelah format video ditranskode, Fira ingin melihat pelakunya.

Seperti yang diduganya, orang itu adalah Lulu, tidak mengherankan.

Dalam jangka waktu lima belas menit setelah Fira menandatangani kontrak, Lulu langsung membeli nomer telpon sekali pakai, dan memberi tahu bibinya tentang uang dua milyar rupiah itu.

Lulu jelas tahu seperti keluarga paman dan bibinya, dan mereka takkan melewatkan kesempatan seperti ini.

Fira bersandar di kursinya dan menatap gadis di layar komputer itu dengan senyum dingin.

Suara Ratih terdengar dari luar pintu, dan tidak lama setelahnya pintu depan dibanting terbuka. Ekspresi Ratih dipenuhi kemarahan.

Fira segera mematikan video di komputernya.

"Apa yang terjadi denganmu?"

Ratih mengertakkan giginya dan berkata, "Aku bertemu Mila dan Dian di toilet mall hari ini."

Kedua gadis itu adalah anggota geng yang terkenal di SMAN 9. Mereka merokok, berkelahi, dan jatuh cinta. Apapun yang tidak seharusnya dilakukan oleh siswi sekolah, mereka sudah melakukan semuanya.

"Lalu?"

"Aku mendengar mereka mengatakan bahwa Lulu membayar mereka dan menyuruh mereka menyebarkan rumor bahwa kehidupan pribadimu kacau, Fira, aku merekam semua ucapan mereka."

Fira tersenyum dan menatapnya "Kamu benar-benar sahabat yang pandai."

Ratih memutar rekaman itu untuk Fira, dan suara kedua gadis itu memenuhi ruangan. Mereka membicarakan Fira dengan rasa jijik, berpikir bahwa dia terlalu bodoh karena tidak pernah meragukan Lulu.

Fira meminta Ratih mengirim video itu ke ponselnya dan kemudian memindahkannya ke komputer. Lalu dia membuat akun baru di IG, menyembunyikan alamat IP dan mengirim video itu ke Indra.

Dia pandai menggunakan caranya sendiri untuk mengatur pembalasannya.

Jari-jarinya bergerak dengan cepat, dan Ratih bahkan tidak bisa membaca serangkaian kata yang diketikkan olehnya.

"Wow, Fira , kamu terlihat seperti seorang ahli komputer, sejak kapan kamu menguasai keterampilan ini?"

Fira tersenyum "Aku menguasainya baru-baru ini."

Ratih memegangi wajahnya "Fira, menurutku sekarang kamu benar-benar berbeda. Kamu jadi sangat menarik sekarang."

Fira menaikkan alisnya "Jangan menyukaiku, itu tidak ada gunanya."

Ratih mencibir "Aku hanya menyukai laki-laki yang tampan."

Ketika Indra menerima video tersebut, dia tampak bingung. Dia cukup yakin bahwa dia belum pernah menambahkan akun aneh itu sebelumnya. Dia sama sekali tidak tahu akun siapa itu. Nama yang tertulis disana hanya untaian huruf yang tak beraturan. Dia mengira ponselnya mungkin sudah terinfeksi virus.

Dia menekan video yang dikirimkan untuk membukanya. Durasi video itu kurang dari satu menit dan tidak ada gambar, hanya audio.

Fira sedang berusaha memulihkan nama baiknya. Dia tidak menyimpan dendam. Dia akan segera membalaskan dendam itu.