Klub The Palace, tempat termahal di Surabaya, didanai oleh keluarga Cokroaminoto. Keluarga Setiawan dan Saputra bisa memasukinya dengan mudah. Hanya orang kaya saja yang bisa memasuki tempat itu.
Menurut Fira, tempat semacam itu hanyalah tempat untuk membuang-buang uang.
Fira menatapnya "Untuk apa?"
"Aku akan memperkenalkanmu pada beberapa temanku."
Fira teringat dengan pria bertato yang dilihatnya di rumah sakit tempo hari, berpikir bahwa dia mungkin bisa menemukan beberapa petunjuk di klub, dan setuju.
Begitu Fira kembali ke rumah, keesokan paginya, Lulu langsung datang kepadanya sambil membawa kontrak yang menyatakan bahwa dia akan memutuskan semua hubungan dengan keluarga Setiawan.
Rudi tidak ingin melihat mereka lagi, jadi dia membiarkan Lulu yang melakukannya.
Lulu merasa senang.
Dia tidak sabar ingin melihat ekspresi Fira. Setelah berhasil mendapatkan uang sebesar dua milyar, dia takkan bisa eksis di kalangan atas lagi.
Dua milyar rupiah. Itu hanya senilai beberapa tas edisi terbatas milik ibunya. Fira sudah terbiasa dengan kehidupan yang miskin dan sama sekali tidak tahu bahwa jumlah uang itu tidak ada apa-apanya.
Fira mengambil kontrak itu, dan tanpa ragu langsung membubuhkan tanda tangannya.
Dia benar-benar merasa puas setelah berhasil mendapatkan dua milyar rupiah dari Rudi.
Lulu melihatnya membubuhkan tanda tangannya, lalu berkata dengan getir "Fira, kenapa kamu harus membuat hubunganmu dengan Paman Rudi menjadi begitu buruk hanya karena uang dua milyar? Paman Rudi merasa sangat marah sampai-sampai dia ingin memutuskan hubungan denganmu."
Fira menandatangani kontrak itu lalu meletakkan pena dan dan meliriknya "Hubungan kami sudah putus sebelas tahun yang lalu. Kalau dia langsung memberi uang saat itu, hubungan kami tidak akan terlalu buruk. Tapi karena kamu sangat pengertian, kembalilah dan cobalah untuk membujuknya. Katakan padanya agar memperlakukan mantan istrinya dan anak-anaknya dengan lebih baik, oke?"
Lulu menggigit bibirnya "Kamu jadi sok pintar sekarang. Aku mungkin tidak memberitahumu, tapi aku selalu ada untukmu."
Fira menyerahkan kontrak itu ke hadapannya "Ya, ya, cepatlah selesaikan kontrak ini."
Lulu tampak tersinggung tapi Fira memang tidak mau repot-repot berbicara dengannya.
Lulu menggumam, "Dasar bodoh."
Dua milyar rupiah yang diterima Fira berada di dalam rekeningnya, dan ibunya tidak diijinkannya mengelola uang itu karena dia masih punya saudara kandung dan keluarganya yang benar-benar tidak baik.
Fira khawatir bibinya akan datang untuk meminjam uang setelah mereka tahu kalau keluarganya mendapatkan uang sebesar dua milyar rupiah. Ibunya takkan bisa menolak untuk memberikannya.
Tapi sekarang uang itu ada di tangannya, dan uang itu akan digunakannya untuk menyewa psikiater bagi kedua adik laki-lakinya. Semua orang yang berniat untuk meminjam uang akan harus menerima ucapan "Maaf, tidak bisa."
Nona Marisa Anggraeni adalah psikolog terkenal di Surabaya. Dia lulus dari Universitas Princeton dengan gelar di bidang psikologi. Fira mengunjungi kliniknya dan membuat janji temu untuk wawancara pada tanggal 25 Juli.
Segera setelah memasang pengingat untuk tanggal itu, dia membuka kotak email, dan melihat tiga email yang belum dibaca. Pengirimnya adalah Eka Muchtar, direktur musik di Sony Records.
Pria itu membalas emailnya kemarin pagi, menyatakan minatnya yang besar pada lagu demo yang dibuatnya, dan ingin menambahkan nomor Fira ke WhatsApp agar mereka bisa berkomunikasi lebih lanjut.
Karena Fira sedang berada di luar negeri pada saat itu maka dia tidak bisa menjawab tepat waktu.
Eka tampaknya khawatir kalau Fira telah menghubungi perusahaan rekaman lain di saat yang bersamaan dan karenanya mengirim dua email lain dengan nada yang agak mendesak.
Fira dengan segera menambahkan nomornya ke WhatsApp. Eka segera menanggapi chat-nya dan mengungkapkan rasa kagumnya terhadap bakat musiknya. Untuk demo yang dikirimkannya, Eka sudah memutuskan kalau dia akan memasukkan lagu itu ke dalam album baru milik seorang penyanyi terkenal dibawah naungan label mereka, Raisa, pada bulan September nanti.
Fira tersenyum membaca chat itu. Dia hanya melakukan apa yang disukainya sehingga masuk akal bagi Eka untuk menyukai kaset demo yang dibuatnya.
Eka adalah orang yang menyegarkan, dan langsung menawarinya biaya komposisi sebesar 300 juta rupiah, dan hak ciptanya akan menjadi milik Fira.
Bab 54. 300 juta dan hak cipta
Itu artinya, di masa mendatang, kalau lagu tersebut diputar di perangkat lunak apa pun atau digunakan dalam pertunjukan komersial, Fira akan menerima biaya hak cipta.
Kalau lagu itu menjadi tren, Fira pada dasarnya akan bisa menghasilkan uang bahkan hanya dengan berbaring.
Selain itu, Eka juga meminta nomer rekeningnya, dan mengirim uangnya seketika itu juga.
Dia tidak terlihat seperti pembohong.
Kalau bukan karena mendapatkan 300 juta dalam kurun waktu setengah jam, Fira pasti masih tidak bisa mempercayai semua ini.
Eka takut komposer berbakat seperti Fira akan lepas dari genggamannya dan karena ingin memberinya jaminan, maka dia benar-benar mendesaknya.
"Kalau kamu membuat lagu baru di masa depan, kamu harus mengirimkannya padaku, oke?"
Fira dengan senang hati menjawabnya "oke,"
Dia mempercayai estetika dan karakter Eka, dan ini akan menjadi kerjasama jangka panjang yang menguntungkan untuk masa depannya.
Yuni melangkahi ambang pintu rumah, dan membawa sayuran di tangannya. Yudha melangkah maju untuk membantu. Fira mendengar suara mereka dan meninggalkan kamarnya.
Yuni mengangkat kantong plastik yang ada di tangannya "Bagaimana kamu ingin makan udang malam ini? Digoreng atau dibuat sup?"
"Digoreng."
"Oke, kemarilah dengan tusuk gigi, biar aku membersihkan udangnya dulu."
Di bawah pohon di halaman mungil mereka, Fira ingin membantunya membersihkan udang, tapi Yuni melambaikan tangannya "Aku tidak membutuhkan bantuanmu."
Fira mengambil udang yang masih hidup "Aku masih akan membantu."
Yuni tersenyum dan memandangnya "Oh, ngomong-ngomong, pamanmu meneleponku hari ini. Besok dia akan merayakan ulang tahunnya, dan mengundang kita untuk ikut bergabung makan siang disana."
Mata Fira membelalak terkejut. Keluarga pamannya tidak pernah menyukai keluarganya dan mereka nyaris tidak pernah berinteraksi dengan keluarga mereka. Tahun lalu, mereka tidak mengundang keluarganya untuk merayakan ulang tahun pamannya.
Ibunya membelikan kemeja untuk pamannya, tapi bibinya segera menolaknya karena menganggapnya murahan.
Kenapa mereka berinisiatif mengundang keluarganya di hari ulang tahun pamannya tahun ini?
"Bukankah kamu pergi kesana tahun lalu dan mendapat ejekan dari bibi? Apa kita harus pergi kesana tahun ini?"
"Dia masih pamanmu, saudara kandungku. Jangan terlalu memikirkan apa yang dikatakan oleh bibimu."
"Saudara kandungmu ... apa dia memperlakukanmu sebagai saudara perempuannya? Dia tidak sebaik Tante Dina kepada kita."
Yuni sedikit tidak berdaya mendengar itu "Saat aku sedang makan, pamanmu menghubungiku dan mengundang kita secara pribadi."
"Aku tidak akan pergi. Aku tidak mau pergi."
Yuni tidak bisa menerima jawaban putrinya itu "Nak, kenapa kamu tidak mau mendengarkanku?"
***
Keesokan harinya, panggilan telepon dari paman Bekti terjadi pagi-pagi sekali, dan Fira bisa mendengar suara pamannya itu dari jauh, "Kamu harus datang, aku ini adik tersayangmu di Surabaya. Bagaimana mungkin keluargamu tidak datang di hari ulang tahunku? "
Fira mengerutkan kening, apa pria itu baik-baik saja?
Yuni menutup telepon dan berkata kepada Fira "Pamanmu bilang kalau dia akan menjemput kita."
Yudhi menggerogoti apel sambil berkata "Si musang memberi salam Tahun Baru pada si ayam, itu bukan bentuk perdamaian. Apa yang mereka mau kali ini?"
Yuni menepuk kepalanya "Nak, siapa yang musang dan ayam?"
Yudhi mendengus "Bibi sangat takut tertular oleh kerabat miskin seperti keluarga kita ini. Tiba-tiba saja, dia jadi begitu antusias. Kalau tidak terjadi apa-apa, pasti mereka punya niatan lain."
Setengah jam kemudian, minivan Bekti berhenti di depan gang. Dia adalah pria yang berusia empat puluh enam tahun. Dia sedikit tersipu setelah berlari. Dia terengah-engah dan berhenti di depan halaman rumah Fira "Paman mengemudi untuk menjemput kalian. Kamu, Fira, dan si kembar, ayo kita pergi ke rumah pamanmu ini untuk makan siang dengan bibimu. "
Baik Yudhi maupun Yudha memandang ke arah Fira.
Yuni juga tampak sedikit gugup, dan berbisik, "Ayo kita pergi makan siang."
Fira tersenyum "Paman sudah datang jauh-jauh kemari untuk mengundang kita. Yudhi, Yudha, ayo kita makan untuk merayakan ulang tahun paman."
Dia ingin melihat sendiri niatan apa yang dimiliki oleh keluarga ini.