Chapter 21 - Alamat Rumah

"Gadis terakhir tadi sangat cantik dan elegan. Aku benar-benar tidak menyangka ansambel kecapi dan piano itu memiliki keindahan yang tak terduga. Benar-benar merasuk ke dalam jiwa, musik itu terlalu merdu."

"Aku bahkan tidak memperhatikan lagunya, tapi gadis itu benar-benar cantik. Aku hanya bisa terpaku memandang wajahnya."

"Ya, rasanya dia lebih cantik dari banyak bintang wanita populer sekarang ini."

Mendengarkan semua pujian itu, ekspresi wajah Lulu sangat muram.

Kenapa Fira yang seperti itu dianggap cantik dan baik?

Dia sama sekali tidak sopan kepada ayahnya, dia galak, dan dia tidak memiliki kelembutan yang seharusnya dimiliki seorang gadis. Dia juga aneh dan bersemangat mengejar Indra, yang pada akhirnya dianggap sebagai bahan tertawaan seluruh sekolah.

Kecuali Ratih di SMAN 9, siapa yang mau berteman dengannya?

Selain itu, kehidupan pribadinya juga berantakan, dan dia bahkan tidak bisa mengejar Indra, jadi dia berusaha mendapatkan pria kaya lainnya.

Dia tidak layak menerima semua pujian itu.

Di belakang panggung, Vincent menghela napas untuk yang kedelapan belas kalinya "Ya Tuhan, aku benar-benar tidak percaya kalau kalian adalah pasangan, oh my god, sungguh takdir, ini memang takdir. Kalian benar-benar pasangan yang sangat serasi."

Ratih menyetujui ucapannya dari belakang dan ikut mengangguk. Kedua orang itu memang tampak serasi.

Ardi tersenyum "Dia pantas menerima undanganmu."

"Tentu saja."

Vincent dan Fira berjabat tangan "Terima kasih telah bersedia bermain denganku, Nona."

Fira menjawab, "Dengan senang hati."

Tangan Ardi telah melingkari pinggang Fira, dan kata posesif hampir tertulis di wajahnya.

Vincent kemudian berkata "Ardi, ada beberapa hal pribadi yang ingin kukatakan padamu."

Fira buru-buru berkata "Kalau begitu, aku akan jalan-jalan di luar."

Ardi mengait pinggangnya dan berbisik di telinganya "Jangan pergi terlalu jauh, aku akan segera menemuimu."

Fira keluar dari belakang panggung dan bertemu dengan Pak Pur, dengan setelannya yang rapi. Dia adalah orang yang lembut dan ramah.

"Nona Fira, apakah Anda punya waktu sebentar?"

Fira berjalan ke tepian balkon bersamanya, dan Pak Pur langsung bertanya terus terang padanya, "Apa Anda benar-benar pacar tuan muda?"

Fira mengepalkan tinjunya "Apa aku akan berjuang mati-matian untuk menyelamatkan orang yang tidak ada hubungannya denganku?"

"Anda tidak perlu mengatakan hal seperti itu pada saya. Tuan muda mungkin menderita amnesia tapi saya tidak. Tuan muda selalu berada di bandara dan saya sama sekali tidak pernah mendengar tentang pacarnya. Tuan muda bukan orang yang murah hati. Kalau perbuatanmu ini terungkap, tidak hanya dirimu, tapi bahkan keluargamu juga akan terkena imbasnya. Nona muda, sebaiknya dengarkan nasihatku dan berhentilah selagi sempat,"

Fira memegang pagar balkon emas itu dan menundukkan kepalanya "Anda berprasangka buruk terhadap saya."

Pak Pur menghela nafas panjang "Tuan muda dikelilingi oleh berbagai krisis dan keanehan. Semua orang ingin mendapatkannya dan semua orang ingin menggantikannya. Kalau kamu masih punya hati, nona, jadilah orang yang baik hati. Jangan menjadi orang yang paling dipercayainya, dan sekaligus menjadi orang yang menipunya."

Hati Fira seolah diremas, dan tiba-tiba saja, dia merasa sedikit tertekan.

Suara langkah kaki terdengar di belakangnya, dan tangan besar pria itu kembali melingkari pinggangnya. Ardi memandang Pak Pur dengan sedikit tidak senang "Apa yang kalian bicarakan?"

Dia langsung mengambil sikap melindungi gadis itu tanpa syarat.

Fira hanya bisa berkata dalam hati, aku memang bersalah.

Aku merasa sangat bersalah!

Pak Pur kembali ke ekspresi seriusnya dan tersenyum "Saya hanya mengatakan bahwa penampilan Nona Fira malam ini sangat menarik, bukan begitu, Nona Fira?"

"Ya," Fira tersenyum membalasnya.

Vincent secara pribadi mengantar keduanya ke pintu masuk kapal pesiar.

Si pengawal meletakkan tas kecapi Fira di bagasi mobil, dan Ratih langsung menyadarinya "Fira, aku akan pulang lebih dulu."

Setelah itu, dia langsung berlari menuju ke tempat parkir, dia khawatir jika dia tinggal sedikit lebih lama lagi, dia akan menghadapi tatapan tajam Ardi.

Ardi membawa Fira masuk ke dalam mobilnya, dan Ardi berbisik di telinganya.

"Beritahu sopirku alamat rumahmu,"

Bab 42 Datang untuk menemukan sesuatu

Fira sama sekali tidak ragu dan dia mengatakan alamatnya kepada sang sopir.

Setengah jam kemudian, mobil hitam itu berhenti dengan tenang.

"Untuk penerbangan lusa sore pukul 5, aku akan meminta seseorang untuk memesankan tiket untukmu. Kamu harus tiba di bandara pada pukul 3 sore, apa kamu mengerti?"

Fira mengangguk "Ya, aku mengerti."

Pria itu menatapnya dengan ekspresi tak terucap 'kalau kamu berani tidak datang ...'

Fira segera berjanji "Aku pasti akan datang."

Baru kemudian pria itu melepaskan tangannya, Fira melangkah keluar dari mobil. Jendelanya dibuka, dia membungkuk untuk mengucapkan selamat tinggal, dengan senyum di wajahnya.

Bibir Ardi membentuk senyum singkat, dan mobil perlahan-lahan melaju pergi dari hadapannya.

Fira menghela napas.

Terbang? Ke Munich? Apa dia bisa melakukannya? Dia pasti akan berdua saja dengannya, dan tidak akan bisa menghadapi tatapan agresifnya.

Kenapa kamu begitu tak tahu malu sehingga mengaku bahwa kamu adalah pacarnya?

Sekarang dia merasa berada di kapal perompak dan tidak akan bisa selamat.

Atau, dia bisa menolak untuk pergi dan membuat alasan bahwa dia sakit.

***

Di depan pintu rumah Setiawan, Mercedes Benz sudah berhenti dan Lulu baru akan melangkah turun. Ronny mengiriminya tangkapan layar melalui WhatsApp. Lulu membukanya. Situs resmi Vincent di internet telah memuat gambar fotonya bersama Fira.

Tulisan yang menyertainya adalah 'Nona Fira Setiawan, gadis kecapi yang jenius, saya sangat senang bisa bekerjasama dengannya.'

Lulu menatap langsung ke arah foto itu, dan bibirnya nyaris berdarah saking kerasnya dia menggigitnya.

Sopir itu menoleh "Nona Lulu, kita sudah tiba."

Selama beberapa waktu, Lulu kembali menenangkan diri dan melangkah masuk ke dalam rumah. Rudi sedang marah-marah di dalam rumah --

"Gadis itu, dia benar-benar kurang ajar. Dia benar-benar mengirim panggilan pengadilan ke perusahaan, dan di jam sibuk pagi hari. Kurir yang mengirimnya berteriak keras-keras di lobi. Sekarang semua orang di perusahaan tahu bahwa gadis itu datang untuk meminta uang. Aku benar-benar tidak punya muka lagi di perusahaan!"

Tantri mengambil kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan gadis itu, dan berkata pelan "Rudi, Fira itu benar-benar tidak terdidik. Dua hari yang lalu, aku pergi menemui Yuni untuk membicarakan tentang gadis itu. Kubilang padanya kalau semua ini tidak mudah bagimu. Bagaimana mungkin dia meminta dua milyar padamu? Tebak apa yang dia lakukan? Dia mengambil kopi panas dan menyiramkannya ke wajahku tanpa mengucapkan sepatah katapun, aku..."

Dia menangis setelah selesai mengatakan itu.

Kata-katanya itu sama seperti menuang bahan bakar ke dalam api, dan Rudi sangat marah sampai-sampai dia menendang meja dan bangku.

Lulu berusaha menghibur ibunya dan menambahkan seember bahan bakar lagi "Paman Rudi, Fira tidak hanya meminta uang darimu, tapi sepertinya dia juga dekat dengan orang yang sedikit populer. Kurasa, dia melakukannya demi uang."

Aska berteriak dari samping "Ayah, mereka semua orang jahat. Semuanya orang jahat, beraninya mereka menindas ibu dan kakakku."

Rudi merasa sangat marah "Aku harus memberi gadis itu pelajaran!"

***

Saat itu hampir mendekati pertengahan bulan Juli, dan hanya ada angin sepoi-sepoi di pagi hari. Sebuah keluarga dengan tiga orang anak sedang sarapan di bawah pohon di halaman.

Yudhi berkata dengan suara keras kepada Fira yang sedang membasuh wajahnya di dekat sumur "Apa yang kamu lakukan? Ayo kita sarapan."

Fira menepuk-nepuk wajahnya dengan air, menyisir rambutnya sekadarnya, dan berjalan ke meja makan. Yudha meletakkan gorengan dan roti daging ke atas piringnya, dan menuangkan susu kedelai untuknya.

Fira menyentuh kepala Yudha "Terima kasih, Yudha."

Yuni sudah selesai sarapan. Dia masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas kain, dan berkata kepada tiga anaknya "Setelah makan, bereskan sendiri, ya. Aku harus pergi bekerja."

"Baik."

Ibunya baru saja melangkah keluar dari halaman, dan setelah beberapa saat, Fira mendengar suara teguran seorang pria "Yuni, apa seperti ini caramu mendidik anak-anak? Aku sangat kecewa padamu! Kenapa kamu begitu serakah!"

Yudhi adalah orang yang pertama bereaksi, dan dia bergegas keluar seperti anak panah yang terlepas dari busurnya.

"Rudi, berani-beraninya kamu memarahi ibuku!"

Fira baru sadar bahwa Rudi datang untuk mencari masalah, dan dia segera memakai sandalnya lalu berlari keluar.

"Dasar tak tahu diuntung!" Rudi tampak sangat marah, dan menampar Yudhi dengan tangannya.