Chapter 14 - Tamu Tak Diundang

"Apakah Bibi tahu tentang cedera Anda?"

Ibu Putri adalah pendiri Grup NS Glow, salah satu perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia. Dia adalah seorang wanita karir sejati. Sejak putrinya menjadi seorang pramugari di Garuda Airlines, dia melakukan semua yang bisa dilakukannya untuk mengejar Ardi.

Tapi Ardi selalu bersikap dingin, seolah-olah dia tidak memiliki emosi dan keinginan sama sekali. Selama tiga tahun, meskipun mereka berada di unit yang sama, dia dan Ardi tidak banyak bicara.

Ardi tidak menjawabnya, sepertinya dia tidak senang dengan campur tangannya.

Pak Pur buru-buru berkata "Nyonya Besar sedang berada di luar negeri, dan Tuan Muda berkata bahwa itu hanya luka kecil, jadi tidak perlu membuatnya khawatir."

Putri melangkah mundur, karena Ardi sepertinya tidak berniat untuk mengobrol dengannya. Maksud dari tindakannya itu sudah jelas.

Ardi selalu tampak cuek dan dingin, dan meski Putri merasa khawatir, dia tidak berani bertindak gegabah, karena takut membuatnya tidak senang. Kalau itu terjadi, akan sulit untuk membuat Ardi menyukainya lagi.

Itu sebabnya mereka berdua tetap bisa bersama selama tiga tahun dalam hubungan rekan kerja.

Putri selalu bersikap sombong dan merasa bahwa di seluruh perusahaan, hanya penampilannya dan latar belakang keluarganya-lah yang layak untuk Ardi.

Dia bahkan mulai membayangkan bahwa Ardi mungkin akan mengambil inisiatif untuk mengejarnya.

Dan sekarang, tanpa peringatan, tiba-tiba saja Ardi punya pacar.

Ini sama seperti disambar petir di siang hari bolong. Yang menyambarnya tanpa ampun dan membuat kacau.

Sebagai pramugari, Amanda telah mengikuti Ardi selama empat tahun. Dia-lah yang paling mengenalnya. Melihat Ardi mengerutkan kening, dia tahu bahwa Ardi mulai tidak sabar. Dia segera menarik Putri dan berkata, "Kapten, beristirahatlah dengan baik. Kami menunggu Anda untuk kembali."

Kerumunan orang itu keluar perlahan dari bangsal.

Di samping mesin penjual kopi di bagian rawat inap, wajah Putri memucat.

Dia adalah seorang nona muda yang terkenal dengan penilaian tajamnya. Melihat sekilas gadis yang tadi lewat, dia bisa langsung memperkirakan nilai semua benda yang digunakannya. Menilai benda yang dipakainya dari atas ke bawah, jumlah totalnya tidak mungkin lebih dari dua juta rupiah.

Bukan berarti dia berprasangka buruk terhadap orang lain, hanya saja dia selalu menggunakan barang-barang mewah dan barang-barang lokal sama sekali tidak cocok untuknya.

"Kak Amanda, apa itu benar?" Putri menyesap kopi instannya dengan enggan, tapi dia masih tidak bisa menahan diri untuk mengetahui kebenarannya.

Amanda mengangkat bahu "Bukankah itu yang tadi kukatakan? Apa kamu tidak mendengar kapten mengatakannya sendiri barusan? Dia baru saja kembali setelah menonton penampilan pacarnya sore ini."

Apa itu benar? Apa Ardi memang mengatakan itu? Begitu dia melihat Ardi, otaknya seolah berhenti bekerja dan dia tidak mengerti apa yang dikatakan olehnya.

Dia telah diam-diam menyukai Ardi selama tiga tahun dan Ardi sama sekali tidak pernah memandang ke arahnya. Sementara gadis itu dipandang olehnya. Dimana mereka bertemu?

Amanda menepuk pundaknya "Ada begitu banyak pria yang mengejarmu. Bukankah sudah waktunya untuk melepaskan targetmu?"

Tangan Putri masih gemetar saat memegang cangkir kertas. Bagaimana mungkin semua orang itu bisa dibandingkan dengan Ardi?

Tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa dibandingkan dengan Ardi.

Amanda tidak bisa mengatakan apa-apa untuk menghiburnya ketika dia melihat ekspresinya itu.

Setelah Fira meninggalkan rumah sakit, dia naik bus kembali ke rumah. Dia turun di dekat jalan masuk kompleks, dan berjalan ke supermarket tempat ibunya bekerja dengan masih membawa tas kecapinya.

Dia tidak sabar untuk memberi tahu kabar baik ini pada ibunya.

Dari kejauhan, dia melihat sebuah mobil BMW berwarna perak diparkir di depan supermarket itu. Tantri melangkah turun dari dalam mobil.

Pintu toko swalayan itu terbuka secara otomatis, dan dia masuk dengan anggun.

Fira memakai dalam hati, mempercepat langkahnya, dan bergegas menuju ke arah yang sama.

***

Yuni sedang memeriksa status kedaluwarsa bola nasi dan susu di lemari es. Pemilik supermarket kecil ini berusia dua tahun lebih muda darinya. Tahun ini, dia berusia empat puluh tahun. Namanya Anto Wirawan.

"Yuni, tanggal kedaluarsanya sampai besok pagi. Kamu bisa membawanya pulang untuk anak-anak malam ini."

Ada beberapa makanan di toko yang akan segera kedaluwarsa. Biasanya, Anto akan meminta Yuni untuk membawanya pulang dan memberikannya kepada anak-anaknya. Yuni baru akan angkat bicara...

"Ini buruk sekali..."

Terdengar suara centil dari belakangnya. Yuni menoleh dan melihat Tantri, istri baru dari mantan suaminya.

Tantri memakai semua perhiasannya. Dia juga mengenakan setelan terbaru dari Chanel, dan membawa tas kulit buaya edisi terbatas keluaran Hermes yang harganya mencapai ratusan juta.

Dibandingkan dengan dirinya, Yuni tampak sangat lusuh, dengan kemeja katun, celana panjang lebar berwarna khaki, dan celemek kotak-kotak berwarna merah anggur. Setelah hari yang sibuk, rambutnya juga sedikit berantakan.

"Ada masalah apa?"

Yuni meremas kain di tangannya dan menatap Tantri.

Tantri melirik makanan yang sedang dimasak di dekat kasir. Dia mengulurkan tangannya untuk menutupi hidungnya, dan rasa jijik terlihat jelas di wajahnya.

Sepertinya dia terlahir dari keluarga kaya, tidak pernah bekerja keras, dan jelas tidak pernah memasuki supermarket kecil di pinggir jalan.

Wanita itu benar-benar sudah lupa bahwa sebelum dia bekerja sebagai sekretaris Rudi, dia pernah tinggal di wilayah kumuh yang hanya memiliki satu kamar tidur dan satu dapur.

Tantri berkata dengan suara pelan "Yuni, aku benar-benar meremehkanmu. Saat kamu masih muda, kamu begitu genit. Dan sekarang, bisakah kamu memanfaatkan keuntungan sekecil ini? Roti yang akan segera kedaluwarsa? Susu? Bukankah kamu seharusnya sedikit pilih-pilih?"

Tantri menatap Yuni dengan tatapan jijik yang terang-terangan.

Anto merasa sangat marah mendengar itu sehingga dia berkata, "Hey kamu, apa yang kamu bicarakan?"

Tantri mencemoohnya dengan ringan "Bukankah memang begitu? Yuni, kamu punya trik yang brilian. Kamu berusaha mendekati bosmu dengan satu tangan sementara meminta putrimu untuk meminta uang dari Rudi dengan tangan yang lain. Sepertinya ambisimu tidak kecil..."

Fira, yang melangkah masuk dengan terburu-buru, mengambil sebotol minuman soda di rak, membuka tutup botolnya, dan menuangkan isinya langsung ke atas kepala Tantri.

Setelan Chanel dan tas Hermes edisi terbatas itu dirusak olehnya.

Tantri terkejut dan berteriak "Ah ... tasku ..."

Melihat bagaimana caranya meletakkan tas di pelukannya, esensinya terungkap di saat kritis. Mungkinkan seorang wanita kaya sungguhan akan peduli dengan tas edisi terbatas?

Anto tertawa, tapi Yuni merasa khawatir.

Fira menuangkan sebotol minuman bersoda dan melemparkan botol kosong itu ke lantai.

Tantri membalikkan badannya dan menatap Fira, "Apa kamu sudah gila? Apa kamu tahu berapa harga tas ini? Apa kamu bisa menggantinya kalau tas ini rusak?"

Fira mengibaskan rambutnya "Kalau memang kamu merasa sedih, kembalilah dan menangislah pada Rudi. Biarkan dia membelikan satu tas lagi untukmu. Tapi, bukankah tas itu hanya dompet biasa seharga ratusan ribu? Melakukan ini hanya membuatmu tidak terlihat seperti wanita kaya, tahu?"

Tantri buru-buru mengeluarkan sekotak tisu dari dalam tasnya untuk menyeka cairan yang lengket di wajahnya dengan malu. Rambutnya berantakan, dan pelanggan yang datang untuk membeli barang-barang menunjuk dan berbisik ke arahnya.

Dia tidak pernah merasa begitu malu.

Dia mengalihkan amarahnya pada Yuni "Pantas saja kamu diusir oleh keluarga Setiawan. Kamu benar-benar pantas untuk diusir. Lagipula, kamu sudah menceraikan Rudi, bagaimana caranya kamu mengajar gadis gila ini? Menyuruhnya pergi untuk meminta uang? Dan dia benar-benar membuka mulutnya, meminta 2 milyar rupiah."

Yuni terkejut mendengarnya.