Chapter 18 - Berbohong Lagi

Fira berkata dengan tegas "Aku pergi ke rumah sakit hari ini dan diberitahu kalau kamu sudah pulang."

"Yah, aku belum punya waktu untuk bicara denganmu."

"Aku bertemu dengan orang asing di rumah sakit."

Ardi memegang gelas transparan dengan jari-jarinya yang ramping dan meneguk minumannya. Ketika Fira memandang ke layar, dia hanya bisa melihat jakunnya.

Melihat lehernya meneguk minuman beralkohol itu, Fira merasa wajahnya agak panas.

Pria itu meletakkan gelas di tangannya dengan lembut ke atas meja. Bibir tipisnya masih sedikit berkilauan karena alkohol.

"Orang asing?"

"Dia berdiri di koridor dan berkata, Ardi belum mati. Aku masih ingin mendengarkan kata-katanya, tapi dia berbalik. Aku takut ketahuan olehnya, jadi aku kabur."

Ardi mengerutkan kening dan sepertinya menganalisis kata-katanya.

"Oh, ya, dia punya tato huruf di bagian bawah lengan kanannya. Panjangnya sekitar empat atau lima huruf. Aku tidak bisa melihat hurufnya. Kamu kenal orang seperti itu?"

Ardi menunduk sedikit dan mengerutkan kening.

Fira berpikir, mungkin dia berbicara terlalu banyak. Ardi baru saja kehilangan ingatannya, bagaimana mungkin dia bisa mengingat itu?

"Apa pun yang terjadi, kamu harus berhati-hati. Jangan lupa untuk membawa pengawal kemanapun kamu pergi."

Suara ramai bersahutan terdengar dari luar pintu kamar Fira.

"Kecilkan lingkarannya, cepat lari, lindungi aku. Aku akan pergi untuk membunuhnya, seharusnya mereka terjebak di lantai dua."

"Oke, Yud, aku sudah melempar granatnya, kau bisa keluar sekarang."

"Eh ... Kau lempar kemana? Apa kau akan meledakkanku?"

"Salahku, Yud, aku akan datang untuk menyelamatkanmu, jangan bergerak."

"Cepat, cepat, aku mendengar ada langkah kaki. Jangan selamatkan aku dulu. Bunuh mereka dulu..."

Ardi menatapnya, "Suara apa itu?"

Itu Yudhi dan temannya.

"Yah ... adikku sedang bermain game, jadi aku tidak akan memberitahumu apa yang kupikirkan sekarang. Ingat saja kata-kataku tadi,"

Panggilan telepon diakhiri. Ardi meletakkan ponselnya di atas meja kaca. Pak Pur melangkah masuk sambil membawa sebuah amplop dan meletakkannya di samping ponsel.

"Teman lama ayahmu, Tuan Vincent, akan mengadakan konser di kapal pesiar 'Jasmine' pada tanggal 9. Ini adalah surat undangan yang dikirim oleh panitia penyelenggara atas nama Tuan Vincent. Dia ingin mengundangmu untuk menonton penampilannya.

Ardi hanya memegangi kepalanya dan tidak menanggapi.

"Apakah tuan muda akan pergi? Ayahmu memiliki hubungan yang baik dengan Tuan Vincent ini ketika dia masih hidup."

"Aku akan memikirkannya nanti."

Dari nada suaranya, sepertinya dia tidak terlalu berminat untuk pergi.

***

Fira ingin melakukan percobaan. Setelah dia dilahirkan kembali, peringatan 'tetaplah bersama Ardi, kalau tidak, hidupmu dalam bahaya', itu benar atau salah.

Semoga saja itu tidak benar, jadi dia tidak perlu berbohong setiap hari.

Tapi ... sayangnya kalau itu benar, berapa batas maksimum untuk tidak melihatnya?

Dia tidak melihat Ardi selama satu hari dan dia masih baik-baik saja.

Dua hari, masih oke ...

Pada hari keenam, Ardi mengundangnya untuk makan di luar. Dia membohonginya dengan mengatakan bahwa dia dan Ratih pergi berkemah di luar kota. Setelah mendengarnya mengatakan itu, Ardi tidak memaksanya.

Fira merasa tidak ada yang aneh dengan tubuhnya.

Ratih mengajaknya untuk menemaninya makan cake di sore hari, dan dia menerima undangannya itu dengan senang hati.

Pada pukul dua siang, di kursi dekat jendela sebuah cafe, Fira, yang didandani oleh Ratih, mengenakan setelan berwarna biru dan putih serta topi mungil di kepalanya. Dia sedang menikmati es krim rasa vanilla di tangannya.

Perlahan sebuah Bentley hitam melintas di luar jendela Prancis.

Ada lampu merah di depan dan mobil berhenti berjalan. Ardi menoleh dan melihatnya. Dia tampak seperti boneka di balik jendela itu, dengan senyum polos dan cerah, begitu cantik sehingga siapa pun yang lewat takkan bisa menahan diri untuk tidak menoleh ke arahnya.

Berkemah?

Bab 36 Menunggunya mengaku

Pak Pur melihat di kaca spion bahwa tuan muda yang duduk di kursi belakang tampak lebih dingin dari biasanya.

Makan siang hari itu diadakan oleh kakeknya. Para paman itu membawa anak perempuan mereka ke tempat makan siang. Tiga atau lima wanita berkumpul di sekelilingnya, membuat ekspresi wajahnya semakin dingin.

Akhirnya, setelah acara makan siang yang panjang dan membosankan itu berakhir, dan kemarahannya sedikit mereda, kenapa sekarang dia malah...

Mengikuti arah pandangnya, Pak Pur melihat gadis yang mengaku sebagai pacar tuan muda.

Pak Pur dengan hati-hati bertanya, "Apa Anda ingin keluar dari mobil dan menyapanya?"

Ardi mengalihkan pandangannya "Tidak perlu."

Ekspresinya sangat dingin, dan dia jelas tidak senang.

***

Ponsel yang diletakkan di atas meja bundar bergetar, dan Fira melihat nama penelepon di layar. Dia segera menarik napas dalam-dalam dan mengangkat teleponnya "Hei ..."

Suaranya terdengar lembut dan manis.

"Di mana kamu berkemah?"

"Selatan ... kota di selatan, Malang, apa kamu tahu kota itu? Ada gunung dan sungai, dan ada kru syuting serial TV di sini. Baru saja, Ratih dan aku melihat dua bintang film."

Ratih, yang memandangnya heran, diberinya isyarat tanpa kata...

Di dalam mobil, Ardi mengulurkan tangannya dan melonggarkan dasinya. Urat biru tampak menonjol di punggung tangannya dan pelipisnya berdenyut, "Benarkah?���

Fira menjauhkan teleponnya "Di gunung... sinyalnya ... tidak terlalu bagus ... Aku tidak bisa mendengarmu... Aku akan menutup telponnya sekarang."

Dia menutup telepon.

Lampu hijau di depan menyala, dan sopirnya bertanya pelan "Tuan muda, apa Anda ingin kita pergi?"

"Ayo pergi."

Orang sepertinya tidak akan membeberkan kebohongan orang lain. Dia hanya akan menunggunya berinisiatif untuk mengaku.

Pak Pur menatap penuh arti pada gadis kecil yang sedang duduk di cafe itu, dan kemudian ke arah pria di kursi belakang yang memandangnya dengan wajah pucat. Dia penasaran apakah mereka sedang bertengkar satu sama lain.

Fira menghela nafas panjang dan menepuk dadanya, "Aku harus mengingat ini saat aku bertemu Ardi di masa depan. Barusan aku memamerkan padanya bahwa kita pergi berkemah di Malang hari ini."

Ratih tampak bingung "Kenapa kamu berbohong?"

Fira berusaha menjelaskan "Aku sedang melakukan percobaan untuk melihat apakah peringatan yang kudengar di benakku itu memang benar atau itu hanya bohong. Aku juga ingin tahu apa aku bisa meninggalkannya."

Ratih bahkan lebih bingung lagi mendengarnya mengatakan itu "Ardi percaya bahwa kamu adalah pacarnya, dan kamu masih berusaha untuk meninggalkannya? Fira, apa kamu tidak tahu kalau ada banyak wanita di kota ini yang berebutan untuk menjadi pacarnya? Apa kamu tidak mau mempertimbangkannya lagi?"

Fira menunduk "Kalau aku harus berbohong setiap hari, aku merasa sangat lelah."

"Kalau semuanya terungkap, aku akan berada di pihakmu. Kamu harus berusaha menyelamatkan hidupmu,"

Fira tampak ragu sebelum kemudian berkata "Apa menurutmu dia akan bisa menerima alasanku yang tidak masuk akal itu?"

Ratih juga merasa ragu, dan tidak bisa menjawab pertanyaannya.

Setelah enam hari, Fira tampak aman dan sehat. Dan enam hari berikutnya, tubuhnya masih tidak jauh berbeda. Dia masih hidup dan sehat. Dia bahkan masih bisa membanting Yudhi dengan mudah.

Fira merasa bahwa semua yang didengarnya waktu itu mungkin hanya ilusinya sendiri.

Terdengar suara ketukan di pintu depan, dan Fira mendongak lalu melihat seorang pria berambut pirang sedang berdiri di luar halaman rumahnya. Dia bisa berbicara bahasa Mandarin dengan lancar "Apakah Anda Nona Fira Setiawan?"

Yudhi, yang sedang tidur di lantai berusaha bangun dan melirik kakaknya dengan kesal "Kenapa kamu memukulku?"

Fira menjawabnya dengan asal saja "Tanganku gatal."

Yudhi sama sekali tidak bisa mengatakan apa-apa setelah mendengar itu.

Fira bertanya kepada pria asing di depan pintu "Siapakah Anda? Apa ada yang bisa kubantu?"

Pria berusia empat puluhan itu tampak elegan dan casual, "Nama saya Vincent, dan saya ingin mengundang Nona Fira untuk tampil di panggung yang sama dengan saya. Saya tertarik dengan musik tradisional yang Anda mainkan. Sebelum ini saya sudah mengirimi Anda email. Apa Anda sudah menerimanya?"

Oh, ternyata itu bukan spam yang dikirim oleh penipu.