Lulu menggertakkan giginya dan mengepalkan tinjunya. Dia mengira bahwa dia telah menjadi bagian dari orang-orang di kalangan atas, tapi dia tidak mengira bahwa mereka yang tersenyum di depannya diam-diam akan menusuknya dari belakang.
"Kamu melihat gadis yang tampil terakhir tadi? Namanya Fira. Dia yang paling cantik di antara peserta yang lain dan permainannya juga luar biasa. Dia adalah putri kandung Rudi."
"Tapi bukankah Rudi tidak menginginkannya lagi? Sepertinya mereka tidak saling peduli selama bertahun-tahun ini."
"Dialah Nona Setiawan yang sesungguhnya dan keluarga kita lebih menghargai latar belakang semacam itu."
Terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka dan tertutup, lalu semuanya sunyi.
Air mata Lulu mengalir tanpa suara. Kenapa dunia ini memiliki kebencian yang begitu besar terhadapnya?
Fira dan Ratih melangkah ke gerbang sekolah, dan mereka melihat mobil Bentley hitam diparkir di bawah pohon besar. Jendelanya setengah terbuka. Pria berjas hitam itu menatap ke depan, matanya tajam, dingin dan seolah memandang sesuatu yang berada ribuan mil jauhnya. Sikapnya yang cuek membuat Ratih agak gentar melihatnya.
"Dia adalah Ardi?"
"Iya."
Fira melangkah menuju ke sisi mobil, tersenyum seperti layaknya gadis berusia 19 tahun.
"Aku sudah disini. Ini sahabatku, Ratih."
Tatapan Ardi beralih ke wajah Fira, dan wajahnya yang tampan membuat Ratih terdiam. Setelah beberapa saat, dia mulai berkata, "Pak Ardi, halo, aku.. aku sering mendengar Fira membicarakan tentang Anda."
Setelah selesai mengatakan itu, dia menyenggol pinggang Fira. Apa dia sudah bertindak benar?
Fira terbatuk sedikit. Ardi tersenyum singkat ke arahnya.
Ratih benar-benar dikejutkan oleh ketampanan pria itu, dia masih bingung harus melakukan apa, jadi dia hanya berkata, "Itu... aku tidak akan mengganggu kalian lagi,"
Kapten Ardi tersenyum melihat bagaimana Ratih tidak ingin menjadi pihak ketiga disana. Ratih benar-benar melarikan diri dari sana.
Begitu Ratih pergi, Fira baru akan masuk ke dalam mobil tapi seseorang mengalungkan lengannya ke leher Fira, "Kak, dia siapa?"
Kenapa kakak perempuannya yang tampak maskulin di hadapannya justru tampak begitu lembut di hadapan pria ini?
Fira merasa sedikit kesal di dalam hati. Dia melepaskan lengan Yudhi dan berkata dengan suara rendah, "Yudhi, tunjukkan kalau kau adikku."
Dia tidak mau terlihat seperti pria dan wanita di hadapan pria itu?
Melihat lengan yang dikalungkan ke leher Fira, Ardi tiba-tiba saja menyipitkan matanya, ekspresinya sedikit suram.
Fira memperkenalkan "Ini adikku."
Ardi memandangnya tidak percaya "Adikmu?"
"Ya, adikku."
Ketegangan sedikit mereda, dan dia mengangguk singkat, yang merupakan salam untuk menyapa orang lain.
Firamerendahkan suaranya dan berkata pada Yudhi "Aku masih ada sedikit urusan. Kamu dan Yudha pulanglah lebih dulu. Selesaikan pekerjaan rumahmu, jangan keluyuran, apa kamu dengar?"
"Kalau begitu, dia siapa?"
"Oh ... aku akan memberitahumu saat aku pulang nanti. Sekarang pulanglah dulu, jadilah anak baik."
Setelah selesai mengatakan itu, dia menarik pintu hingga terbuka dan masuk ke dalam mobil. Dia tersenyum pada Ardi, "Kamu masih belum sembuh sepenuhnya. Kembalilah ke rumah sakit."
Mendengarnya mengatakan itu Ardi akhirnya memberikan instruksi kepada sopirnya. Sopir barunya adalah seorang pria paruh baya berusia antara 40 dan 50-an. Dia tampak tenang dan hanya sedikit bicara. Dia segera menyalakan mesin setelah mendapatkan perintah. Fira melambaikan tangannya ke arah Yudhi dari luar jendela mobil. Mobil itu perlahan pergi menjauh.
"Dia tidak tahu hubungan kita?" tanya Ardi tiba-tiba. Fira tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaannya.
***
"Teman baikku Ratih tahu tentang kita. Tapi adikku dan keluargakku tidak tahu."
"Kenapa?" tanya Ardi lagi.
Cahaya senja terhalang oleh bayangan pohon besar, menimbulkan bayangan yang bergerak-gerak di dalam mobil. Wajah Ardi tampak dingin, misterius dan tampan, membuat orang tak bisa berpaling darinya.
"Karena ibuku merasa aku masih muda, dan dia berharap aku bisa konsentrasi kuliah. Karena itulah aku tidak berani memberitahu keluargaku, tapi hanya memberitahu sahabatku."
Kediaman pria itu seolah menerima jawaban yang dia berikan.
Fira menghela nafas lega.
Haruskah dia berbohong setiap hari dan selalu merasa ketakutan akan kehilangan nyawanya?
Kalau dia sudah bebas nanti, dia benar-benar harus mencari tahu apakah meninggalkan Ardi memang benar-benar bisa mengancam nyawanya.
Mungkin itu hanya kesalahan yang terjadi setelah dia bereinkarnasi.
Terjadi keheningan yang cukup lama. Orang-orang di sekelilingnya sangat pendiam. Meski mereka mungkin ingin berkomentar, tampaknya ada hal lain yang mereka pikirkan di benak mereka.
Fira tidak berani berbicara terlalu banyak karena dia takut membuat kesalahan.
Mobil berbelok, dan tubuhnya sedikit condong ke arahnya. Tubuh mereka bertabrakan dan tangan yang besar itu dengan murah hati dan lembut membantunya untuk duduk tegak di tempatnya. Tangan Fira dengan cepat meraih pegangan pintu.
"Terima kasih sudah menonton penampilanku hari ini."
Kalau Ardi tidak memberinya buket bunga, dia tidak tahu bagaimana dia akan bisa menunjukkan keunggulannya di hadapan Lulu.
Ardi memegang tangannya, dengan lembut meletakkannya di atas lututnya, dan menggosoknya secara tidak sadar "Kamu tidak perlu berterima kasih untuk hal yang sudah seharusnya dilakukan oleh sepasang kekasih."
Tubuhnya menguarkan bau garam laut yang bercampur dengan bau samar tembakau, dan aroma itu menyelimuti bagian dalam mobil yang sempit, membuatnya tak bisa bersembunyi darinya. Ketika dia bertemu dengan Ardi, pikirannya selalu kacau seperti ini.
"Baiklah."
Gadis itu menanggapi ucapannya dengan lembut, dan matahari yang terbenam membuat pipinya tampak memerah. Pergelangan tangannya terlihat putih dan lembut. Daun telinganya menghias lehernya yang ramping, dan matanya begitu indah sehingga membuat napas Ardi jadi tidak teratur.
Dia menekan tombol jendela dengan jarinya yang ramping dan membuka jendela. Angin bertiup kencang ke dalam mobil di malam pertengahan musim panas seperti ini.
Tangannya tetap menyentuh telapak tangan Fira. Meski udaranya panas, tapi telapak tangannya tidak berkeringat. Tangannya selalu hangat dan kering, membuatnya merasa tenang.
Fira tidak tahan dengan keheningan yang panjang. Dia tidak punya apa-apa untuk dikatakan dan berkata, "Kapan kamu akan pergi?"
"Pertengahan Juli."
Fira sedikit terkejut "Bukankah seharusnya kamu masih beristirahat? Secepat itu?"
Saat ini akhir Juni. Setelah mengalami kecelakaan mobil yang begitu serius, dia hanya beristirahat selama dua minggu?
Orang yang lebih berkecukupan darinya bekerja lebih keras dibanding dirinya. Apa orang-orang kaya itu begitu berdedikasi dengan pekerjaan mereka?
Mungkin dia tidak terbiasa menganggur.
Fira mengangguk "Bos, bos besar yang kukagumi."
Ardi tertarik mendengarnya "Apa itu caramu memanggilku?"
"Ya, kamu tahu, aku selalu memanggilmu bos."
Fira mengambil ponselnya dan membuka aplikasi WeChat. Nama yang tertulis untuk Ardi bertulisan 'bos'.
Dengan sengaja dia membiarkannya melihat obrolan mereka, untuk menunjukkan bahwa obrolan keduanya bisa dicocokkan.
Dia telah memastikan semua detil kecil itu, dan kelihatannya dia jadi sangat pandai menjadi pembohong.
Hari ini, dia kembali menyadari tentang spesialisasi lain yang tak berguna.
Ardi menjawab "Ya, kau benar."
Mobil itu berhenti di pintu masuk rumah sakit. Palang kendaraan mulai terangkat perlahan, dan mobil memasuki kompleks rawat inap. Setelah berhenti, seseorang berdiri di dekat mobil itu, tampak cemas "Ardi, ada hal penting yang harus kuberitahukan padamu. Kamu telah ditipu oleh Fira."
Fira merasa sangat terkejut ketika dia mendengar itu.
Bukankah wanita itu Nina?
Apa dia menemukan sesuatu untuk membongkar kebohongannya?