Pagi ini. Perasaannya di penuhi kegelisahan. Semua cerita dari alazar masih terngiang di benaknya. Dia mencoba duduk dan menenggak air putih, lalu ia keluar pondok kecil untuk menghirup udara sejuk hutan Vardelle. Perutnya terasa kenyang, daging rusa yang di berikan Alazar memberinya tenaga yang cukup banyak untuk memulai kegiatan hari ini.
Damar masih menimbang-nimbang berbagai pilihan, apakah dia perlu kembali ke goa itu untuk mengetahui sebuah kebenaran. Will dan Hans masih belum kembali, mungkin mereka masih berada di perjalanan menuju Vardelle, atau sedang berusaha mencari pembeli potensial. Menurut Damar menemukan para pedagang yang mau membeli kulit wildster itu pasti sangat sulit. Bahkan harganya mungkin lebih sedikit dari sekarung gandum dan jagung.
Apapun itu Damar hari ini bebas melakukan apapun, ia sangat bersemangat. Berkali-kali ia ingin melanggar pesan Will, untuk tidak memasuki hutan Vardelle. Dia mengecek lukanya, semua baik-baik saja. Lukanya cepat mengering dan badannya terasa enteng. Dia melakukan olahraga kecil di luar pondok dan semua terasa sangat sempurna.
Damar memutuskan mengabaikan pesan Will, dia berlari menuju ke hutan Vardelle, menuruni lereng-lereng beralas bebatuan dan rumput hijau. Menelusuri sela-sela pepohonan pinus dan menjulang. Damar cukup hapal wilayah hutan pinggir Vardelle, ingatannya sangat baik sebaik Will. Ia kemudian mendaki tanjakan-tanjakan dengan lincah, sambil melihat ke arah lembah dan memandang deretan pegunungan helmaer yang saling mengait.
Tiupan udara semakin dingin, berkasan matahari semakin terpecah tajuk daum jarum yang mengumpul memberi warna kuning kehijauan. Pertanda ia semakin dalam menuju hutan Vardelle. Damar mencoba mengingat kembali arah dia berburu bersama Will dan Hans malam lalu. Dia menelusuri semua jalan dan mengingat setiap detil-detil langkahnya. Meraba tanah dan melihat bekas-bekas injakan.
Aliran sungai Raen semakin terdengar, dia yakin berada di jalur yang tepat. Damar tiba di sebuah jalur setapak yang dibuat pemburu. Dia berjalan mengikuti jalur itu. Jalurnya berbelok dan menurun. Tepat di samping kirinya tanah menurun tepat saat dia berhenti dan memanggil nama Will dan Hans kala itu. Dia Mengecek tanda ranting pohon yang tumbang, memastikan diaman Orgwa melompat tepat di depannya.
Matanya tidak terlepas dari tiap batang pohon yang menjulang. Dilihatnya sebuah ranting besar trembesi yang retak, terdapat sebuah goresan cakar yang besar. Tanda dilompati mahluk buas yang cerdas. Retakan-retakan itu saling berkaitan antara pohon disekitarnya, membentuk sebuah pola berkelanjutan.
Damar mengikuti pohon-pohon itu, sesekali kakinya tersandung sebuah akar pohon yang mencuat. Tapi itu tidak membuatnya berhenti. Dia harus memastikan arah pergerakan Orgwa untuk menuntunnya menuju Goa itu.
Dia tiba di sebuah pohon yang rusak, dahannya pecah tidak beraturan meninggalkan pecahan yang tajam. Orgwa itu harusnya melompat di sini, pikirnya.
Lalu ia membayangkan dirinya saat itu, mencari lokasi dirinya terguling dan menyibak semak belukar di samping jalan setapak sambil menuruni turunan. Memotong semak-semakan yang melilit kakinya dengan pisau belatinya.
Damar tiba di sebuah pelataran rumput yang cukup luas. Di ujungnya terdapat aliran sungai raen yang deras, tepinya di tumbuhi pohon khas tepi sungai. Pada saat malam itu, pelataran ini tidak terlihat karena termakan kegelapan malam. Tapi saat ini matanya dapat melihat jelas, seakan selimut hijau terbentang di depannya. Di ujung-ujungnya cahaya berkilauan akibat dari embun yang membentuk butiran air bagai permata.
Mulut goa itu terlihat, Damar berusaha mendekatinya. Damar Berjalan membungkuk sangat hati-hati. Saat itu pikirannya sempat ragu. Apa dia akan menemukan bahaya. Tapi dia hapal arah jalan pulang. Kalau dia bertemu hal yang buruk, ia akan berusaha lari sekencang mungkin. Damar yakin akan dapat keluar dari hutan Vardelle tanpa terluka.
Damar mencoba berkonsentrasi, apakah dia akan berbicara dengan suatu wildster. Dia memejamkan mata, mencoba menggapai suara, tetapi tidak terjadi apa-apa. Damar kecewa, mungkin di dalam goa itu memang tidak ada sesuatu.
Dia sampai di depan mulut goa, kakinya bergetar, rasa takut sedikit merasuki dirinya. Tetapi goa itu terlihat tidak dalam. Dia mengikatkan sebuah kain di ranting kering dan menyalakan dengan batu api yang di bawa dari pondok kecil. Memastikan dia mendapat cahaya di dalam Goa itu.
Damar melangkah pelan, melalui sisi-sisi stalagmit dan bebatuan. Bunti suara kelelawar menganggunya. Damar Mengusir kelelawar yang bergelantungan di atap goa. Kelelawar itu berderit, berterbangan keluar goa seperti bola-bola hitam yang mengacau. Sesaat Damar mencoba tenang, dan berkonsentrasi lagi.
Sesuatu di ujung Goa nampak bergerak, Damar bersembunyi di balik batu besar. Cukup untuk melindungi dirinya, melihat dan mengamati dari balik batu itu. Matanya menyipit dan memastikan sesuatu yang bergerak di ujung Goa. Makhluk itu sedang memakan sesuatu, melompat-lompat dan berputar.
Menyadari ada yang mengintip mahluk itu merayap mendekat, mendekati sumber cahaya kekuningan dari obor kecil Damar. Damar tersentak mundur, kaget dan memaki. Tapi dia terlambat untuk lari, Damar merayap mundur dan terhenti ketika punggungnya menabrak stalagmit besar. Di hadapannya, mahluk kecil bermata hijau menatapnya dengan heran, dan melompat kegirangan. Tampak seekor naga kecil.
Naga itu tidak lebih panjang dari lengan Damar, moncongnya seperti kadal tetapi lebih runcing seperti buaya. Cara berdirinya sangat anggun dan berwibawa. Sisik-sisiknya berwarna perak mengkilap seperti mutiara yang di asah. Naga itu mengembangkan sayap tipisnya yang berukuran dua kali lipat dari panjang punggungnya. Tulang-tulang tipis menjulur bagai serat-serat yang bergerak. Dua taring melengkung mencuat dari rahang atasnya seputih gading dan nampak tajam. Tanduk kecil berwarna putih susu tumbuh mungil berpola aneh seperti sebuah alat ukir yang terpasang di atas pelipisnya.
Naga itu melirik ke arah Damar, menatapnya dengan bingung. Ia membalikkan pandangannya ke sisi satunya, lalu melompat-lompat dan berputar. Damar bergeser ke samping, mengarahkan obor itu ke arah naga kecil dan bergerak menjauhi batu di belakangnya. Pandangan naga itu mengikuti arah gerak Damar nampak menikmatinya. Naga itu mungkin musuh yang sulit apabila menyerang.
Sesekali mulut naga itu terbuka, menguap dan menguik dengan sederetan gigi kecil runcing. Damar masih terpaku pada naga itu. Sesaat Naga itu kehilangan minat dengan Damar dan berjalan menjauhi Damar. Damar mencoba mendekat perlahan, merogoh saku kecilnya dan menggenggam roti kering. Dia menaruhnya di atas batu kecil di sampingnya. Naga itu tampak tertarik dan merayap mendekat sambil mengendus.
Dia terdiam, dan nampak ragu. Lalu membuka mulut kecilnya dan mengunyah, hanya hitungan detik dia memuntahkannya dan terlihat jijik. Pandangannya melirik ke sesuatu yang meraik dari bebatuan dia bergerak lincak, mengejar cicak Goa. Damar mengikutinya dengan penasaran. Naga itu tampak jinak, wajar saja mungkin karena masih kecil, pikirnya.
Naga itu meraih cicak yang merayap di bebatuan Goa, dan menelan cicak itu dengan satu tarikan. Damar tampak pangling, menatapnya penuh keanggunan. Naga itu melompat-lompat lagi kegirangan.
"Apa Orgwa itu berbicara denganmu?" kata Damar pelan.
Naga itu tidak merespon, dan asik mengelilingi sisi goa lagi, melompat dan mencari hewan kecil lainnya. Damar mencoba meraih pikirannya, dan berkata dalam hati. Mengulang seperti saat dia berbicara dengan Orgwa, tetapi nihil. Naga itu tampak tidak tertarik.
"Apa kau tidak bisa mendengarku?" kata Damar penasaran, dalam pikirannya.
Naga itu tidak merespon, dan asik sendiri. Damar mencoba membimbingnya menuju mulut Goa. Awalnya dia diam melihat Damar menjauh, tapi kali ini naga itu yakin dan mengikutinya dari belakang, berjalan pelan dengan kaki mungilnya dan cakar-cakar kecil yang timbul. Langkah Damar semakin ringan ketika ia melihat mulut goa dengan pancaran matahari putih yang berkelap-kelip dari kejauhan.
Sebentar lagi ia akan membimbing naga itu keluar goa, berharap akan mengikutinya keluar dari goa. Setelah Damar tiba di ujung goa, naga itu terhenti, keraguan terpancar dari bola mata hijaunya yang memandang Damar. Naga itu kemudian mundur secara perlahan. Damar masih mengamatinya, berusaha memancingnya dengan siulan dan ketukan jari. Tetapi Naga itu tidak bergeming dan menguik menjauh.
Damar tahu Naga itu bukan mahluk yang mudah di bodohi, dia membutuhkan daging untuk menarik minatnya. Tetapi kemudian dia berpikir, jika dia berhasil mengajak naga itu keluar dari persembunyiannya di goa, dia akan menyembunyikan naga itu dimana?
Pondok kecil bukan tempat terbaik untuk menyimpan mahluk anggun ini. Dalam hitungan menit pasti Will dan Hans akan mengetahuinya. Selain itu, keanggunan naga ini pasti akan mengundang para pemburu untuk menjadikannya hiasan rumah, dan lebih buruknya menjadi peliharaan untuk mengangon kambing-kambing peternak Vardelle.
Tapi bagaimana seekor naga bisa ada di sini? Naga ini juga masih berupa anakan. Apabila sejak dahulu kala ras naga sudah hidup di daerah Vardelle, sudah beratus-ratus tahun lalu ditemukan induk naga yang lebih besar terbang mengitari langit Vardelle. Tapi belum ada kisah naga sama sekali di daratan Vardelle.
Alazar nampaknya menyebutkan sedikit tentang ras wildster dragona, tapi dia sama sekali tidak mengatakan tentang keberadaan ras dragona di hutan Vardelle. Meskipun hutam ini sangat luas, Naga tidak mungkin mampu bersembunyi tanpa terlihat di langit.
Damar berjalan berputar-putar di depan mulut Goa, Naga perak itu masih memandangnya dari dalam Goa, tanpa mau melangkah kedepan lebih jauh. Damar masih berpikir tentang langkah apa yang seharusnya dia lakukan. Damar yakin menceritakan penemuannya pada Will mungkin ide yang baik, hanya memberitahu Will tanpa sepengetahuan Hans menjadi hal yang sulit. Hans adalah penguping terbaik di antara ketiganya.
Hans lebih mudah curiga dan peka terhadap perubahan-perubahan gimik dari Will dan Damar. Dia pasti akan segera menyadari tentang keberadaan rahasia tentang Naga ini cepat atau lambat. Selain itu, pergi mengendap-ngentap setiap hari untuk menemui naga ini di Goa tanpa sepengetahuan Hans pastilah sangat sulit.
Damar segera melupakan pilihan itu dan mencoba berpikir lagi. Apakah Alazar orang yang tepat? Tetapi Damar masih belum mengetahui kebenaran seutuhnya tentang Alazar. Alazar mungkin mengetahui banyak tentang wildster dan sejarah-sejarah Westeria, tapi apakah tepat untuk memberitahukannya? Damar curiga bahwa Alazar sebenarnya adalah pemburu Wildster seperti yang digembor-gemborkan oleh Hans. Apabila Raja Ambert mengetahui penemuan ras naga di hutan Vardelle, dia pasti akan memberi imbalan kekayaan yang melimpah untuk penemunya. Meskipun Alazar tidak terlihat seperti orang yang gila harta, Damar harus tetap hati-hati.
Sewaktu Damar mendinginkan kepala, dia menggaruk dagunya. Melirik ke arah naga kecil itu yang berdiam, membaur dengan kegelapan di dalam goa dan masih setia melihatnya dengan tatapan berbinar. Damar sudah menentukan pilihan, dia akan mencoba menyembunyikan penemuan ini beberapa minggu, hingga waktunya tiba, saat naga itu sudah sedikit lebih besar. Dia akan menceritakannya pada Will untuk membantunya pergi dari daerah Vardelle. Mungkin itu lebih baik untuk naga itu, daripada hidup di hutan Vardelle yang rentan dengan pemburu.
"Kau tinggu di sini, aku akan kembali ke pondok dan membawakan potongan daging rusa. Kau pasti akan menyukainya, daging itu lebih lunak dari daging cicak ataupun kadal yang hidup di dalam goa ini," katanya sambil membungkuk.
Naga itu menguik, dan mengembuskan uap kecil dari cuping hidungnya dan membentuk gumpalan asap kecil.
"Kuanggap itu jawaban iya," kata Damar tersenyum, dan beranjak menjauhi Goa itu.
Kakinya berjalan lebih cepat, meninggalkan goa di belakangnya, menerobos semak dan pepohonan pinus yang berdiri kokoh. Perasaan gembira memenuhi dirinya, seperti seorang pendaki gunung yang berhasil menginjakkan kakinya di ujung puncak dan melihat keindahan dunia. Damar merasa pertemuan dengan naga itu adalah pertanda baik untuk hidupnya kelak.