Chereads / DAMAR The Breath of Gold and Silver / Chapter 9 - 9. MUSUH DI BALIK SEMAK

Chapter 9 - 9. MUSUH DI BALIK SEMAK

Suama buk terdengar cukup kencang sewaktu Naga itu mendarat di tepian meja untuk menangkap secuil daging rusa kering. Perut naga itu sudang menggembung kenyang dan hampir malas bergerak, tapi dia berusaha semampunya untuk menyambar daging terakhir dari lemparan tangan Will. Will membalasnya dengan tawa gembira. Seketika naga itu tenggelam dalam kenyangnya dan berguling seperti seekor kucing.

"Baru malam lalu kau ketakutan dengan naga itu dan sekarang mempermainkannya," kata Damar yang baru terbangun dan mengusap matanya.

"Tidak semua hal yang ditakuti harus selamanya kutakuti, setidaknya semua berubah ketika dia membangunkanku dengan menjilati mataku," kata Will riang.

"Jadi, kita bisa mulai bercerita tentang hal yang penting?" tanya Damar.

Damar kemudian mengambil roti-roti kering yang terbalut daun jati dan mengunyahnya, mengamati kakaknya yang menggelitik leher naga yang kekenyangan dengan jari telunjuknya.

Sekarang Will yang tergoda akan keanggunan naga itu, pikirnya.

"Ceritaku cukup mengerikan," Will sejenak terhenti dan mencoba duduk tenang. "Prajurit kerajaan emas Gallardian sudah menempati Desa Vardelle, datang dengan kesombongan yang tidak dibuat-buat bersama dengan prajurit elit bangsawan tentunya."

"Prajurit elit? Yang kau maksud adalah bangsawan yang menyandang gelar komandan prajurit kerajaan?" kata Damar terperangah.

"Tepat sekali, dia adalah Virlius. Semua perkataannya yang disampaikan di pelataran Desa Vardelle menjurus pada kebaikan umat manusia dan penduduk Vardelle, tapi semua itu tentu dengan maksud dan misi tersembunyi dari raja Helbert."

"Dan misi itu?"

"Menemukan telur naga yang tersesat di hutan Vardelle, dengan kata lain, seekor wildster legendaris yang sudah dinyatakan punah sejak perang berdarah antara elf, manusia dengan Wildster," Will lalu menengguk segelas air untuk menenangkan dirinya dan melanjutkan, "Saat ini kemungkinan Raja Helbert menganggap wilayah Vardelle adalah prioritas utama yang mengancam kedamaian umat manusia, jujur saja aku kurang percaya mendengar kata kedaiaman keluar dari mulut seorang raja yang tidak memperdulikan wilayah Vardelle beberapa dekade ini."

"Jadi mereka belum mengetahui lebih dalam mengenai telur itu bahwa sekarang telah menetas menjadi 'seekor' dan bukan 'sebutir' lagi?"

"Ya, belum sama sekali tahu."

"Apa yang terjadi dengan Hans?" Damar kemudian mengunyah rotinya lagi.

Gigi Will gemetar menahan amarah, dia menenggak air minum berkali-kali, "Hadiah yang dijanjikan Raja Helbert berupa sepuluh ribu gold, dengan jabatan pemimpin pasukan di bawah perintah bangsawan elit, atau bisa disebut sebagai tangan kanan bangsawan elit."

"Mengerikan, dan Hans tertarik?"

"Aku sudah berusaha mencegahnya, terlalu bodoh mempercayai kata-kata kerajaan begitu saja. Bagaimanapun dia sudah sinting dan kami berkelahi, pada akhirnya aku membiarkannya menuruti ego bodohnya akan kekuasaan dan harta."

"Sepuluh ribu gold bukanlah jumlah yang sedikit Will, bagaimana denganmu?"

"Tidak, aku sama sekali tidak berniat menjalankan misi itu untuk uang, bagiku bukanlah uang hadiah yang aku kuatirkan saat mendengar tentang adanya telur naga di dekat tempat tinggal kita, tapi kemurkaan sesosok mahluk legendaris yang mampu menghancurkan Vardelle dalam satu hembusan napas," Will menggaruk kepalanya, "Well, siapa sangka ternyata yang dicarinya adalah sekor naga yang masih kecil, bahkan seperti seekor anjing kecil yang gembira?"

"Aku setuju, tapi apa yang harus kita lakukan selanjutnya, aku tidak memiliki rencana dan sama sekali tidak menyangka kerajaan emas akan memburunya seperti ini," kata Damar kuatir.

"Kita bisa bicarakan itu nanti, sebelumnya bisa kau ceritakan bagaimana menemukan naga ini?"

"Ceritaku lebih rumit, dan berhubungan dengan apa yang ingin kuceritakan padamu sesaat sebelum kau ingin meninggalkan pinggir Vardelle untuk menjual kulit wildster itu, kau ingat?"

"Ah! ya, aku ingat."

Damar menghembuskan napasnya pelan, "semua bermula ketika malam sewaktu wildster itu menyerang, aku seperti seorang yang sekarat, kesadaranku seolah terlepas dari mataku dan beralih menuju ruang benak di dalam kepalaku."

"Hmm, menarik." Will mengangguk.

"Lalu aku mendengar sebuah suara, suara yang memenuhi kepalaku. Awalnya aku mengira itu adalah suara-suara ilusi yang mengantarkanku pada kematian, suara itu mengarahkan perhatianku menuju ke suatu hal di dalam goa, didekat kau dan Hans membunuh wildster itu," keringat mulai menetes melalui dahi Damar.

"Suara itu? Suara siapa?" tanya Will penasaran dan juga takut.

"Wildster," jawab Damar merinding.

"Kau sudah memastikan hal itu? Darimana asalnya informasi, kau harus berhati-hati."

"Alazar, seorang pemburu tua yang tinggal tidak jauh dari pondok kita, kau mengenal dia kan?"

"Bah, bukannya dia hanyalah pemburu biasa yang sudah berumur?" Will menyeringai.

"Itu yang kurasa tepatnya sebelum kau tahu, aku pingsan dan tidak menyaksikan apapun pada malam itu. Ketika semua berlalu begitu cepat, kau pergi meninggalkan pinggir Vardelle menuju Desa Vardelle. Suara-suara yang kudengar menggangguku dan meningkatan rasa keingintahuanku, Aku gelisah dan ingin menuju ke Goa itu lagi. Pada saat itu aku melihat Alazar menggotong rusa jantan besar seperti ayah muda yang menggendong seorang anak manusia berumur 3 tahun!"

"Kalau begitu dia sangat kuat."

"Pada saat itu aku mengetahui tentang wildster-wildster itu, tentang nama mereka, prilaku dan sedikit sejarah tentangnya, melebihi cerita para pedagang nomaden."

"Apakah Alazar mengetahui tentang penemuan nagamu?" kata Will curiga.

"Sama sekali belum, ini pertama kalinya aku membawa naga ini ke pondok. Waktu yang kuhabiskan di hari-hari sebelumnya adalah memberinya makan dan mencari induknya," kata Damar berusaha menenangkan.

"Keadaan ini semakin menyulitkan kita. Aku tidak bisa menjamin sampai berapa lama prajurit Gallard akan menempati Vardelle. Tidak lama mereka akan menyusuri hingga ke pinggir Vardelle dan mengetahui kebenaran tentang naga itu," kata Will begidik ngeri.

"Secepatnya kita harus menemukan induk naga itu, mengembalikannya dan membuatnya menjauhi Vardelle secepatnya."

"Bukannya itu lebih beresiko?"

"Aku bisa mencoba untuk berbicara ketika kita melihatnya dari kejauhan, berunding untuk mengembalikan anaknya dengan syarat menjauhi daerah Vardelle."

"Itu sama saja mengancam," kata Will tidak setuju. "Kita perlu meyakinkannya tentang bahaya dari wilayah Vardelle, tentang pencarian naga oleh Raja Helbert akan rasnya yang langka dan berbahaya. Apakah kau melihat tanda-tanda induknya?"

"Sama sekali belum."

"Hutan Vardelle sangat luas, seluas-luasnya mustahil pemburu tidak ada yang menyadari kehadirannya saat terbang melintasi tajuk-tajuk untuk mencari makan," kata Will cemas.

Sejenak mereka berdua terdiam, kata-kata Will terakhir mengambang diantara mereka berdua. Keduanya hampir putus asa karena buntu dan ketakutannya itu sendiri. Mereka takut akan terbongkarnya penemuan naga itu oleh para Gallardian, dan juga ketakutannya akan rencana-rencana buntu yang menyulitkan keadaan mereka berdua. Lain halnya dengan naga itu, masih melompat-lompat gembira menyusuri ruangan kecil di pondok. Mengendus-ngendus penasaran setiap sisi-sisi ruangan dan antusias terhadap semua benda yang tergantung di dinding-dinding kayu.

Damar mencoba mencari solusi lain, mempertimbangkan segala kemungkinan, yang mereka butuhkan saat ini adalah informasi tentang naga. Hanya satu orang saja yang menurutnya sesuai untuk kualifikasi itu.

"Kita harus menemui Alazar," kata Dama putus asa.

"Kau yakin?"

"Dia tau lebih banyak tentang Wildster, kita bisa mendapatkan informasi tentang keberadaan induknya, atau mungkin dia bisa membantu kita menyelesaikan permasalahan ini. Tentunya aku tidak ingin naga ini membahayakan masa depan Vardelle saat menjadi dewasa, tetapi aku juga tidak ingin kerajaan menangkapnya dan membunuhnya begitu saja. Mereka berhak hidup."

Will mengangguk. Segala aspek pilihan memiliki suatu resiko, Will setuju tentang pilihan itu. Saat ini mereka sama sekali tidak mengetahui apapun tentang Naga itu, dan pihak kerajaan dalam waktu yang diketahui dapat menjadi potensi bahaya yang lebih tinggi. Cepat atau lambar mereka akan menyisiri daerah pinggir Vardelle. Menginterogerasi semua pemburu dan menawarkan uang imbalan yang besar.

Damar dan Will juga tidak yakin mereka mampu menyembunyikan kehadiran naga itu lebih lama. Naga itu perlu makan dan dia makan daging lebih banyak daripada mereka berdua. Damar bisa saja menyembunyikan naga itu di balik keranjang atau kandang penjebak hewan. Tapi apakan naga itu akan betah?

Apabila seorang pemburu awam menyadari mereka memelihara seekor naga, semua akan gusar dan berita itu akan tersebar cepat sampai ke Desa Vardelle. Dengan sigap para prajurit Gallard dan virlius akan segera tiba, melakukan pencarian intensif. Mereka sama gilanya dengan Raja Helbert.

Semua konflik-konflik antara manusia dan Wildster itu sendiri berasa dari ketakutannya akan bahaya dari mahluk asli Westeria tersebut. Alazar memang benar, tidak sepantasnya manusia membantai keberadaan mahluk penghuni asli Westeria atas nama kedamaian. Kedamaian itu hanyalah sebuat percikan api atas nama penaklukkan, ambisi untuk menguasai westeria tanpa adanya ancaman dari keseimbangan alami.

Damar kemudian menaruh naga itu ke dalam keranjang anyaman dari serat-serat bambu. Anyaman itu memberikan cukup ruang untuk cahaya masuk dan menyamarkan tentang isi dari keranjang itu. Naga itu terlihat tidak menolak dan bersedia. Damar kagum dengan naga itu, bagaimana ternyata di usianya yang masih kecil mampu untuk bekerja sama sekalipun dalam kondisi yang genting.

Meskipun dia sudah berada dalam keranjang, mereka tetap waspada dan berhati-hati terhadap para penduduk yang beraktifitas di sekitar Vardelle. Mereka ingin memastikan tidak ada seorang pun yang mencurigai isi dari keranjang itu, bahkan anak-anak sekalipun.

Damar mencoba jalan senatural mungkin, meskipun tangannya sedikit gemetar. Will tiba lebih dahulu di gubuk Alazar. Mengamati sekelilingnya dan mencari keberadaan pemburu tua itu. Dia mengintip dari jendela bundarnya dan mengetuk pintunya. Tidak ada sahutan dari gubuk itu, tetapi di sampingnya terdapat bekar api unggun kecil dengan tulang-tulang rusa di samping bara yang sudah menghitam.

"Ini sarapannya, dan dia pasti sudah pergi berburu," kata Will.

Damar mengangguk, pencarian di hutan lebih memudahkan karena mereka dapat melepaskan naga itu untuk bergerak lebih bebas daripada harus mengurungnya di dalam keranjang. Damar tidak menyukainya.

Jam-jam berikutnya banyak terlewati oleh aktifitas mereka berdua dalam pencarian Alazar di dalam Hutan Vardelle. Mereka hampir putus asa karena berkasan cahaya sudah berubah dari putih terik menjadi merah dan jingga. Sekumpulan gagak sudah mulai berterbangan di langit-langit kanopi hutan dan udara mulai terasa dingin menusuk.

Mereka merasa seperti seperti orang bodoh yang mencari pemburu tua dengan membawa seekor naga buronan kerajaan. Sesekali mereka beristirahat di tepian batu besar di tepi Sungai Raen, sekedar menghabiskan bekal daging kering dan roti lapis selada yang sudah layu karena tertutup terlalu lama. Kuatir akan laparnya naga perak itu, Will menombak sekumpulan ikan-ikan yang terlihat di pesisir Sungai Raen dengan ranting kayu yang diruncingkan.

Will memiliki ketajaman mata yang melebihi Damar, itu sebabnya sejak berburu, keahlian utamanya adalah menggunakan busur untuk menumbangkan buruannya. Menurutnya sekumpulan ikan di sungai Raen tidak lebih dari seekor kelinci yang sedang berjongkok di rerumputan pendek. Dengan gerakan lihai yang seimbang ia menombakkan tongkat runcingnya ke dalam air dan menghasilkan tumpahan dan percikan yang keras. Seperti pecahan cermin yang tertusuk duri, Will melonjak gembira dan mendapati tombaknya mengenai tiga ikan bass sekaligus.

Sang Naga nampak kelaparan dan gelisah, meskipun cahaya bulan sudah mulai timbul di balik gumpalan awan jingga. Mereka berdua tetap tenang dan membuat api unggun kecil dari ranting-ranting. Membakar tiga ekor ikan untuk makanan si naga. Naga itu tidak keberatan dan meringkuk gembira.

Sewaktu ikan itu matang, naga itu mengunyahnya dengan rakus dan menghasilkan bunyi krek yang tinggi. Mereka kagum dengan kekuatan deretan gigi seekor naga yang mampu negoyak tulang ikan bass seperti kerupuk.

"Apa tidak seharusnya kita memberinya nama naga itu?" kata Will.

"Tadinya kupikir perlu, tapi kita bukan ingin memeliharanya, memberinya nama akan menambah ikatan kedekatan yang sangat kuat," kata Damar ragu. "Aku kuatir naga itu akan semakin dekat dengan kita dan membuat kita lupa bahwa naga itu di incar kerajaan."

"Kau benar, sesaat aku merasa dekat dengannya, lihat lah keanggunan dirinya. Sisiknya yang berwarna keperakan seperti mutiara, matanya yang hijau seperti permata dan cakarnya yang putih seperti gading," Will menatap dalam naga yang masih lahap memakan ikan itu, terhanyut pada kewibawaan naganya. "Dia mahluk yang sempurna."

"Kuharap kita bisa segera menyelesaikan masalah ini dan memutuskan apa yang seharusnya kita lakukan ternadapnya," kata Damar tersenyum tipis, "kalau perlu aku bersedia walau harus membawanya jauh dari Vardelle dan membawanya pergi jauh ke wilayah Timur."

Kita dibuat semakin mencintai mahluk ini, pikir Will.

Dari kejauhan terdengar bunyi klik yang cukup kencang, sesuatu terhempas di balik semak pohon yang tumbuh rimbun di kejauahan. Sesuatu yang tajam melaju dengan kecepatan yang tinggi melewati pohon-pohon cemara juniper dan pinus. Mengoyak angin dan kabut tipis menuju ke arah mereka berdua.

Will merespon dengan cekatan, telinga mereka berdua sudah sangat terlatih dengan bunyi hempasan itu. Will yang sigap mendorong jatuh Damar dengan kedua tangannya yang terlentang ke depan. Memberinya kesempatan berharga untuk menghindarinya dari kematian.

"Anak panah!" kata Damar.

Will mengambil busurnya yang tergantung di punggungnya yang kokoh, menarik anak panah dengan tarikan maksimum dan menghempaskannya ke arah datangnya laju anak panah tadi. Anak panahnya berdesing hebat menembus semak di kejauhan dan menghantam sesuatu di baliknya, menghasilkan lolongan yang mengerikan.

Sang naga mendesis hebat, membuka mulut dan rahannya memamerkan deretan gigi tajam seperti silet kecil. Siapa yang menyerang kami? Kelut damar.

Munculah dua sosok mahluk yang berdiri tegap dan jangkung, mahluk itu sangat jelek dan kotor. Rambut panjangnya kusut berwarna abu-abu dan kasar. Matanya bersinar merah seperti hewan nokturnal dengan gigi yang tumbuh tidak beraturan, masing-masing menggenggam pedang berkarat. Salah satu temannya di bahunya tertancap anak panah tulang milik Will. Anak panah itu menancap cukup dalam, memberinya luka yang parah hingga mengucurkan darah merah kehitaman.

"Terkutuk, morgul merasuki Hutan Vardelle!" kata Will.

Morgul yang kesakitan bergerak maju tidak karuan, melolong dan menjerik sambil mengibaskan pedang melengkungnya yang berkarat. Bau tubuh morgul itu tercium sangat tidak enak. Will berhasil menghindar dari serangan morgul itu. Memberinya kesempatan untuk menyerang balik dengan belati di pinggangnya.

Ketika hendak meraih belatinya, morgul melolong keras untuk kesekian kalinya. Suaranya teriakannya sama tajamnya dengan jarum yang berterbangan di udara. Menusuk gendang telinga Will dan Damar, memaksa mereka berdua menutup telinganya. Peluang itu dimanfaatkan oleh teman morgul satunya yang berderap maju dan meraih pertahanan di dada Damar yang terbuka. Dengan sigap Damar melepas kedua tangannya dari telinga dan menahan lengan kanan morgul dan menghindar ke kiri.

Morgul itu kecewa dan mengangkan kakinya yang kekar. Damar terlempar sejauh sepuluh kaki saat morgul itu menendang perutnya dengan kaki berbalut sepatu boots yang tebal. Naga itu meraung-raung di hadapan morgul itu.

"Kalian, manusia kampung tidak akan mampu melawan kami," kata morgul itu sombong.

"Apa yang kalian inginkan!" kata Will yang berlari meraih Damar yang tersungkur.

"Naga itu, adalah naga yang seharusnya menjadi milik tuan kami Lord Zenoth," dengus sang morgul. "Semua ulah si penyihir busuk penghianat itu, sekarang kami harus bersusah payah mencari naga itu sampai ke Vardelle."

Morgul yang masih bugar membantu mencabut anak panah yang tertancap kuat di lengan kiri temannya. Sewaktu anak panah itu terlepas, darah hitam mengucur deras memberikan sengatan rasa yang tidak terkira, morgul itu hanya meraung-raung seperti mahluk kesetanan. Pertanda dirinya tidak mampu bertempur lebih lama.

Morgul yang bugar meraih lagi pedang karatnya yang ditancapkan di tanah dan berusaha mendekati Damar dan Will dengan wajah bengis. Sepatu bootsnya yang berderap mengerikan membuat jantung mereka berdebar.

"Lari! Bawa Naga itu menjauh," teriak Will pada Damar yang sudah bangkit. "Naga itu mahluk yang bebas, bukan milik mahluk hina seperti kalian!" kata Will murka..

"Itu alasan kenapa manusia kampung lebih cepat mati dari jenis manusia lainnya."

Jeritan memekakkan telinga menghambur dari Will saat dia menyerang morgul itu di hadapannya, menyeruduknya dan meninju wajahnya yang kasar. Morgul itu tertegun dan marah. Will tidak berhenti sampai disana iya mengayunkan belatinya ke arah wajah depan morgul itu, tapi berhasil di hindarinya. Morgul yang terluka mencoba meraih tangan Will yang terbuka, tepat sebelum dia mencengkram lengan Will. Damar melesat di sampingnya, menghujani wajah Morgul yang terluka dengan kerikil tajam, memaksa dirinya memejamkan mata.

Dengan sigap, belati milik damar mengiris leher morgul yang lengah itu, membuatnya terjatuh dan mati seketika. Damar tampak mual dan ngeri, tidak menyangka dirinya akan mencabut nyawa selain dari hewan buruan. Darah hijam membasahi rambut dan wajah Damar yang meringkuk di tanah.

Morgul satunya semakin murka, ia berdiri tegap dan percaya diri. Rasanya kali ini kekuatannya bertambah setelah kematian temannya oleh satu pemuda kampung. Ia mencengkeram leher Will dan mengangkatnya tinggi-tinggi hingga lengannya lurus menghadap cahaya bulan. Cengkeraman itu menyesakkan Will yang memberontak, Damar yang melemah kembali mencoba bangkit dan melupakan rasa mualnya.

Waktu terasa sangat lambat dan tiap detiknya sangat berharga seperti tumpahan jam pasir. Morgul itu mencaci dengan bahasa yang tidak dimengerti mereka berdua. Sewaktu ia hendak mengayunkan pedangnya menghujam Will yang tercekik. Suara debuman keras terdengar di balik pepohonan pinus yang rapat. Sesuatu kekuatan besar seperti meriam angin mendorong dan melempar morgul itu sejauh tiga puluh kaki. Memasrahkan tubuhnya menghantam bebatuan kokoh di sisi sungai.

Morgul itu kesakitan dan menjerit seperti kawannya yang sudah mati. Tetapi tekadnya lebih besar, ia bangkit dengan terbatuk-batuk, memuntahkan darah hitam yang merembes melalui taring di mulutnya.

"Terkutuk kau penyihir! Keluar, tunjukan keberanianmu dan buang sikap pengecutmu!" kata Morgul itu putus asa.

Muncul seseorang dengan jubah coklat yang lusuh menutupi tubuh yang tegak. Sebuah tuduh yang hampir mencuat sampai setengah wajahnya menyamarkan wajahnya dan hanya menyisakan bibir kering berwarna pucat dan jenggot putih yang lurus. Tangannya menggenggam sebuah tongkat yang panjangnya hampir setengah tubuhnya, di ujungnya nampak membulat seperti di ukir sedemikian rupa.

Will yang ngos-ngosan takjub dengan penyihir itu. Kedatangannya sangat tepat, Will yakin kalau penyihir itu datang terlambat, dirinya pasti sudah terbelah dua.

Damar menggopoh Will dan menjauhi tempat itu meyakinkan dirinya mereka aman dari serangan penyihir yang berpotensi akan mengenai mereka. Sedangkan naga perak itu bersembunyi di balik semak hijau, bergetar ketakutan.

Morgul itu tertawa melihat kehadiran penyihir itu. Kini dirinya dipenuhi kesombongan. Dia berlari sekencangnya sambil mendengus. Mengayunkan pedangnya dari kejauhan. Kecepatannya sangat luar biasa mengerikan. Sang penyihir tetap berdiri tenang dan merapalkan sesuatu dari mulutnya.

"Du vrongar, du eldan."

Butiran api bermunculan di ujung tombak si penyihir, awalnya hanya sebesar biji kacang. Bermunculan semakin banyak dan berputar seperti pusaran. Membentuk sebuah bola api yang kokoh dan membawa berwarna merah kekuningan. Morgul itu terbelalak dan hendak mundur. Tapi sangat terlambat ketika jaraknya sudah terlanjur dekat dengan jangkauan penyihir. Dengan cepat api itu menyambar mogul itu seperti sulur-sulur yang bergerak ganas. Membakar tubuh morgul itu dan membuatnya menggeliat seperti orang gila. Dalam tiga puluh detik, tubuhnya hangus meninggalkan bau menjijikan dengan asap hitam mengepul dari tubuhnya.

Penyihir itu, tersungkur seperti setengah berlutut. Menumpu keseimbangan tubuh dengan tongkatnya yang ditancapkan. Kekuatan sihir sehebat itu pasti menguras semua tenaga penyihir terhebat manapun di Westeria.

Damar dan Will dengan cepat mendekati penyihir itu, memastikan dirinya baik-baik saja. Sewaktu Damar dan Will di dekatnya. Penyihir itu nampak lemah dan membuka tudung yang menutupi kepala dan setengah wajah. Raut tersenyum tipis tersirat di wajahnya melihat kemenangan kecil malam itu.

Damar dan Will tertegun, sesaat mereka tidak percaya wajah siapa yang dilihatnya. Mereka menelan ludan. Hanyut dalam kekagumannya yang sekejap, dan berkata lirih.

"Alazar…"