Sudah hampir empat jam lebih Damar menghabiskan waktunya bersama naga itu di gua. Kebanyakan waktu itu terkikis karena usahanya yang luar biasa untuk mengajaknya keluar dalam Goa. Kali ini Damar datang dengan sekantung daging rusa potong pemberian Alazar hari lalu. Dengan hati-hati Damar menyodorkan spotong daging itu ke depan mulut naga yang memperhatikannya dengan heran.
Naga itu mengendus dan kemudian mematukkan mulutnya menyambar potongan daging itu bagai ular. Damar yakin daging itu langsung melewati tenggorokannya tanpa dikunyah terlebih dahulu. Tidak lama naga itu mendekati tungkai sepatu kulit Damar dan menyodok-nyodokkan tandung kecilnya, meminta makanan lagi.
Potongan daging itu cepat sekali habisnya ketika Damar tidak menghitung berapa banyak potongan yang sudah dia sodorkan kepada mulut naga itu. Saat Damar meraba kantung kecilnya, dia menyadari dagingnya tinggal sepotong. Naga itu terlihat malas dan merangkak di sekitar Damar yang berjongkok. Ketika Damar menyodorkan potongan terakhir, naga itu enggan melirik dan membuka mulutnya terpaksa, kali ini dia mengunyah tampak suram.
Setelah kenyang, naga itu mendengus dan merayap naik ke bahu Damar, melilitkan setengah tubuhnya ke leher belakang Damar, seperti seekor kadal yang telah jinak. Awalnya Damar ketakutan, tetapi terbiasa dan kegelian. Dia bangkit dari jongkoknya dan berjalan meninggalkan Goa. Mencoba lagi percobaannya untuk membawa naga itu keluar dari goa. Kalau aku gagal naga ini akan menggigit leherku dan memberikan luka yang tidak kecil, tapi kalau berhasil aku akan membawanya jalan-jalan ke atas bukit, pikir Damar ragu.
Sewaktu Damar sudah di mulut Goa, Naga itu bergetar ngilu. Getarannya cukup terasa hingga membuat Damar merinding. Sesekali Damar berhenti mengamati apakah naga itu akan mengigitnya. Sebelum melanjutan lagi langkahnya keluar goa, Damar diam sejenak. Di luar, cahaya kekuningan terang membanjiri padang rumput yang terbentang didepannya, seolah tidak ada awan yang menggantung yang membiaskan cahaya matahari.
Siang hari ini lebih cerah dari hari-hari sebelumnya, kondisi ini merupakan kondisi terbaik untuk berburu, tetapi Damar masih asik dengan naga itu yang sekarang mendekap di leher belakangnya. Sewaktu cahaya itu menyentuh sisik naga perak itu, cahaya berpendar seperti mutiara berkilauan yang di bentuk pipih menyerupai sisik. Menyebarkan cahaya kekuningan menjadi keperakan dengan konstelasi yang mutlak.Damar tertegun, kesadarannya di uji ketika dia berkali-kali meyanggah bahwa sesosok naga kecil meringkuk di punggungnya sedang menikmati cahaya siang.
Tepat pada saat ia mengira naga itu sedang tidur karena kekenyangan, ia segera menjauhi goa itu dan berjalan dengan sigap. Berkilo-kilometer dilaluinya dengan kegembiraan atas temuannya hingga Damar tiba di kaki bukit di kedalaman hutan Vardelle. Logikanya yang sederhana menyebutkan bahwa mungkin orang tua dari naga itu hidup disalah satu bukit yang tumbuh di sisi-sisi kedalaman hutan Vardelle. Bagaimana mungkin induknya bisa melewatkan seekor telur yang tersasar di dalam goa yang jauh dari ketinggian manapun di Hutan Vardelle.
Kali ini Damar optimis, apabila dia menemui induk naga itu, dia merencanakan sedikit pembicaraan dengan induk naga itu. Meskipun terdengar cukup gila, Damar harus memastikan kemampuannya sebagai Enchanther sungguhlah benar. Mungkin dia bisa bernegosiasi dengan induknya, atau sang induk akan memberinya hadiah atas kembalinya anaknya yang hilang. Sedikit informasi tentang kawanan rusa sudah cukup baginya.
Selama beberapa jam berikutnya cuaca semakin dingin, cahaya megah perlahan berubah menjadi semburat merah kekuningan yang sayup. Udara mulai sedikit dingin dan kasar. Entah sudah berapa bebatuan yang didaki Damar bersama naga yang tertidur pulas di bahunya. Hebatnya Damar tidak merasa kelelahan, dia merasa sangat luar biasa dan bertenaga. Jauh di bawah sana Damar mendengar desis Sungai Raen yang beradu dengan batu. Sungai itu tidak pernah beristirahat, gumamnya.
Jalan setapak menanjak membawa Damar menuju area hutan yang mulai miskin pohon, di hadapannya terbentang hutan Vardelle yang luas terbuka bagai selembar kertas papyrus yang di lukis dengan warna kehijauan. Agak jauh di arah tenggara, terdapat bangunan-bangunan kecil kecoklatan dengan asap putih kecil membubung. Damar memperkirakan ukuran bangunan itu hanya sebesar biji kacang hijau, itupun bangunan yang terbesar. Sungai Raen juga tampak meliuk-liuk memecah tajuk hijau lebat dari Hutan Vardelle, berujung di sebuah daratan yang tertutup oleh deretan pegunungan Helmaer.
Sambil menikmati puncak bukit itu, Damar mengawasi sekelilingnya berharap melihat induk sang naga sedang terbang mencari makan ataupun menikmati udara sore hari.
Sejauh matanya memandang, tidak ada seekor pun naga yang terlihat melintas di langit Vardelle, hanya sekumpulan burung gagak dan rajawali yang berputar-putar di atas Vardelle. Ini gila, kalaupun ada Naga para pemburu pasti sudah memburunya dengan uang imbalan yang besar, pikirnya.
Damar diam sejenak, perutnya lapar dan dia memakan bekal roti daging yang dia bawa sejak meninggalkan pondok kecil untuk menemui naga itu. Naga itu bergumam dan mengeluarkan suara geraman kecil dari tenggorokannya, karena kesulitan, Damar menurunkan naga itu kepangkuannya selagi dia mengunyah roti sandwinchnya.
Sewaktu matahari mulai menghilang di tepi Horison dan memendarkan cahaya keunguan yang pudar. Damar menuruni bukit, mengetahui usahanya sia-sia atas simpulannya bahwa induk naga itu tidak ada di Vardelle. Damar menuruni bukit itu dengan cepat seperti seekor kancil yang melompat-lompat menghindari lubang.
Begitu Damar tiba di mulut goa, dia mengembalikan naga itu ke dekat mulut goa yang mulai dibanjiri cahaya bulan, membiarkannya menjulur turun meninggalkan bahunya yang ramping. Damar lalu memandangnya dengan sedih. Naga itu terdiam memandangnya dengan pupil hijaunya yang memantulkan cahaya bulan.
"Aku akan kembali lagi ke sini besok, sepertinya aku akan mengajak Will," kata Damar sambil tersenyum muram.
Tanpa pikir panjang Damar meninggalkan tempat itu dan beranjak menuju pondok kecil di pinggir Vardelle. Cahaya bulan semakin megah sewaktu Damar tiba di sisi jalan setapak pinggir Vardelle yang berbatasan dengan deretan hutan. Damar melirik waspada mengamati sekelilingnya dan mendapati bahwa semua penduduk pinggir Vardelle sudah berada di rumah sibuk dengan keluarganya masing-masing. Meskipun suara samar anak-anak yang ribut masih terdengar samar, menandakan waktu belum menunjukan tengah malam.
Sewaktu Damar melangkahkan kaki menjauhi hutan dan menuju jalan setapak yang mengarah ke pondok kecil, bunyi derakan terdengar samar dibelakang semak hutan, karena curiga, Damar memeriksa untuk memastikan dirinya aman sampai ke rumah.
Mata Damar terbelalak dan tubuhnya terlonjak ketika menyadari naga itu ada di balik semak. Mengikutinya dari goa menuju desa pinggir Vardelle. Damar terperangan dan menggaruk rambut coklatnya yang lusuh. Kebingungan dan juga kagum, Apakah dia telah mendapatkan kesetiaan naga kecil itu?
Naga itu masih bersembunyi di balik semak seolah tidak menyadari dirinya telah did ekati Damar. Sewaktu damar membuka sesemakan dengan kedua tangannya, naga itu menguik dan mengepulkan asap kecil dari cuping hidungnya. Damar tidak mengerti maksud dari naga itu tetapi dia bisa merasakan energi kegembiraan yang terpancar dari naga itu.
"Aku bisa saja membawamu ke pondok, tetapi tidak menjamin apa yang akan terjadi padamu kalau sampai Hans melihat dirimu," katanya sedih. "Kau bisa di jual."
Naga itu muram, dan melompat-lompat. Tidak lama dia menggelayut dan bertengger di bahu Damar, seperti seekor iguana kecil yang manja.
"Aku akan memastikan kau tidak melakukannya setelah kau tumbuh dewasa, cakarmu cukup untuk mengoyak bahuku," Damar sambil tertawa.
Damar sekali lagi memastikan tidak ada orang yang melintas di jalan setapak kecil selebar dua kaki itu. Dia berjalan membungkuk menghindari jalan setapak dan merayap perlahan seperti seorang pencuri, dngan naga yang bertengger gembira di pundaknya. Di kejauhan damar bisa melihat rumah Alazar, jendelanya bermandikan cahaya lilin yang kuning dan kepulan asap menggumpal di cerobongnya yang kecil. Aku yakin kalau pemburu tua itu tau tentang keberadaan dragona ini, semua akan menjadi lebih sulit dan merepotkan, katanya dalam benak.
Pondok kecil terlihat gelap, Damar mengintip di balik jendela untuk mengawasi. Semua terlihat gelap dan tidak menimbulkan bentuk fisik apapun selain warna hitam, Will dan Hans masih belum kembali. Damar lalu merayap menyusuri didin kayu pondok hingga ke pintu depan, dan membuka pintu kayunya secara perlahan. Pintunya bergoyang menderit pelan tanpa berdebum. Kemudian Ia mengambil lilin dan menyalakannya dengan pemantik api di sakunya, dan mulai menggantung lilin-lilin itu di dinding.
Sewaktu lilin itu, hendak ia gantungkan di dinding, sontak sebuah cengkraman kuat mengait lengan kirinya di balik kegelapan malam. Dengan reflek yang cepat Damar berbalik arah, menguatkan pertahanan di segala sisi tubuhnya dengan indra penderangan dan perabanya di kegelapan ruangan. Siluet sesosok pria yang lebih tinggi sepuluh sentimeter berdiri di hadapannya seperti bayangan mengerikan. Entah apa maksud pria itu, damar mengarahkan cahaya lilin ke arah wajahnya, berharap mampu mengusir roh jahat yang mungkin menghantui pondoknya.
"Kau kemana saja baru pulang?"
Damar terbelalak saat mengenali suara itu, itu suara Will, tidak lama setelah cahaya lilin menjelaskan semua yang ada di hadapannya. Will melihat sesuatu yang bertengger di bahu Damar. Kadal? Tidak bukan, iguana? Will mengusap matanya yang bodoh dengan wajah kecewa. Lalu membuka lagi dan melihat dengan jelas.
Setelah menyadari seeokor naga perak yang bertengger tidak berselera melihat wajah Will, dia terperonjak dan terhempas jauh hingga punggungnya menambak meja dan kursi. Jarinya bergetar hebat dan ngilu, menahan teriakan.
"Apa itu, naga?" kata Will dengan suara bergetar.
"Benar, akan aku ceritakan, kumohon tenang," kata Damar sambil mengangkat kedua tangannya menenangkan. "Jangan beri tahu Hans dulu, tapi kenapa kau pulang dan menetap seperti seorang pencuri? Mengurung dan mematikan semua lampu seakan ingin menyergapku?"
"Aku akan menceritakan tentang Hans dan kesintingannya dia tidak akan kembali, semua itu berhubungan dengan mahluk yang berterngger di bahumu!" kata Will mencoba tenang. "Aku kembali sejak sore tadi, melihat dirimu pergi lama dan tidak kembali kuputuskan untuk mengagetkanmu saat kau pulang, tapi siapa yang menyangka bahwa adikku pulang dengan membawa seekor naga buronan kerajaan? Apa dunia sudah semakin sinting."
"Ceritaku lebih rumit daripada yang akan pernah kau ketahui Will, sementara kita harus menenangkan diri dulu, dan melewatkan malam ini. Aku lelah mencari induk naga ini dan tidak menemui setitik pun sosok induknya."
Will menggangguk dan menelan ludahnya, ia setuju, dan mereka berdua masuk ke dalam kamar tidur. Di malam yang terasa panjang ini, Will sulit tidur, beberapa kali ia terbangun dan mengawasi Naga itu yang berdiri dengan gagah di hadapan jendela memandang ke arah bulan. Takdir gila apa yang akan menghadapi mereka berdua dengan seekor naga kecil buruan kerajaan sekarang berdiri di pondok kecil milik dirinya dan Damar.