Will terbangun di tepi kesadarannya sewaktu Garreth mengguncangkan tubuhnya dan berkata, "Apa kau terbiasa bangun kesiangan?". Will mengangguk tidak setuju, ia melihat di sebelahnya tertata potongan-potongan roti berselai nanas dan sebotol gelas berisi susu. Will mencoba mengamati sekitar ruangan sebelum akhirnya dia mengambil satu potong roti dan mulai menelannya.
"Apa aku tertidur cukup lama?"
"Ya, Seperti orang pingsan," kata Garreth mencibir.
Aline kemudian datang dari dapur membawakan sebuah kain hangat, lalu mengelapkan kain itu ke sisi muka Will yang lebam dengan penuh kelembutan.
"Terakhir kulihat anak Garry bertengkar ketika dia melihat adiknya diganggu oleh penghujat di Vardelle, itupun sewaktu mereka masih kecil!" kata Aline kecewa.
"Maafkan aku, aku tidak berniat saling melukai," kata Will bersalah.
"Simpan maafmu untuk keselamatanmu, apakah hal itu cukup bijak dilakukan dengan partner berburu kalian?" suaranya terdengar lembut, tetapi berisi kemarahan yang tertahan.
"Tidak sama sekali, Hans memiliki ambisi yang kuat, semua prospek yang dia impikan mampu mengalahkan ketenangan dalam tubuhnya. Perbincangan kami buntu dan begini akhirnya," kata Will menjelaskan.
"Aku mengerti tentang keputusan Garry untuk membawa dan mendidik kalian menjadi seorang pemburu. Memikirkan bagaimana kakakku yang keras kepala, memilih hidu bersama para penjerat dan pemburu Vardelle, dan akhirnya mengasuh anak tanpa seorang istri, cukup membuatku kuatir melebihi para kuda yang kelaparan," kata Aline menegang, dia kemudian menaruh handuk dan duduk di sebelah Will dan menatapnya dengan serius. "Apa kau yakin dia partner yang tepat?"
Will menelan ludah, sesaat ia tertegun dengan pertanyaan Aline. Pertanyaan itu harus dijawab dengan berbagai pertimbangan yang logis. Dia kemudian mengambil lagi satu potongan roti untuk membantunya berpikir. "Aku tidak tahu."
Jawaban itu mengecewakan Aline, tetapi Aline masih mencoba bernapas dan menghela napas. "Pikirkan baik-baik, sudah hampir satu tahun kalian kehilangan Garry. Aku yakin, bahkan kau sendiri tidak ingin Damar terancam dengan kebuasan partner kalian sendiri. Kalian adalah pemburu tangguh di Vardelle, piawai untuk menaklukan buruan liar. Tapi tidak dengan manusia dengan hasrat seperti harimau dalam dirinya, terlebih dia adalah orang yang dekat denganmu."
"Aku mengerti, akan kupikirkan baik-baik," balas Will pelan. Lubuk hatinya setuju dengan semua yang Aline katakan.
Sewaktu itu Garry memberi tahu tentang seorang pria yang menitipkan dua anaknya, Aline dan Garreth hendak mengambil hak asuk Damar dan Will. Tetapi Garry menolak, mereka bertengkah hebat dan berdebat, hingga akhirnya Garry membawanya ke pinggir Vardelle. Mencoba membesarkan dengan segala pengetahuan sederhana yang dia miliki.
Will tampak curiga, dia bisa melihat jelas lokasi matahari di luar jendela bundar kecil. Dia menepuk jidaknya kecewa, rupanya dia tertidur hingga siang bolong. Will bangkit dan melihat keadaan lalu berkata, "Tia tidak ada?"
"Tia pulang tidak lama kau tertidur, Luke pasti murka apabila gadis itu tidak kembali setelah tengah malam," kata Garreth sambil melahap roti-roti yang dipersiapkan untuk Will, Aline menepak tangannya hingga roti itu terjatuh dan memelototinya.
"dan.. Hans?"
Garreth tertawa terbahak, "Itulah mengapa tertidur lama tidak baik bagi kesehatanmu, kau lupa tentang pengumuman prajurit? Saat fajar tiba, Hans sudah terbangun dan memakan banyak kue cherry milikku, tanpa berkata panjang dia pamit menuju pusat desa."
"Dia tidak berniat mengajakku?"
"Jangan salah paham, aku sudah menanyainya, tapi Hans tidak tertarik dan membiarkanmu tidur. Lagipula apa kau tertarik dengan prajurit-prajurit bodoh itu?"
"Aku akan menemuinya untuk memastikan sesuatu, lagipula kami harus kembali ke Vardelle, Damar mungkin sudah menunggu kepulanganku," Will berkomentar.
Garreth mengangguk setuju, Will lalu mencuci mukanya dengan aliran yang mengalir melalui batang bambu yang di belah setengah. Setelah itu, Aline memberinya sebungkus bekas roti isi daging, Will menunduk berterima kasih. Hatinya berkata ingin berlama-lama berbincang dengan Garreth dan Aline. Tapi kerinduan itu dikalahkan oleh kekuatirannya terhadap Hans.
Terlebih kehadiran bangsawan di Vardelle dapat memicu ambisinya yang sudah terkurung dalam penjara di hatinya. Apabila bangsawan itu mengumumkan sesuatu penawaran yang layak atas keturunan bangsawan, Will yakin hal itu cukup menghancurkan gembok ambisi milik Hans.
Sewaktu Will sudah tiba di pusat desa, orang-orang banyak berkumpul. Masing-masing orang bersuara dengan suara bisikan yang sulit dimengerti. Kumpulan itu cukup rapat, seolah semua kesibukan desa terpusat pada satu titik temu di pelataran. Anak-anak dipaksa diam oleh orang tuanya dan yang lainnya berdiri gelisah.
Mata Will menajam curiga ketika di sisi kumpulan orang-orang desa berdiri beberapa orang prajurit dengan baja kokoh yang bersinar memantulkan sinar siang. Salah satu prajurit mencengkram sebuah tongkat kayu panjang berukuran dua kali tubuhnya, di atasnya terkait sebuah kain besar dengan simbol dua pedang panjang yang disilangkan. Kain itu berkobar-kobar bergelombang mengguncang simbol di tengahnya, Prajurit itu mencengkram dengan wajah bangga.
Tampaknya sesuatu yang benar-benar penting akan di umumkan, tapi cukup mustahil melihat prajurit itu kebanggaan kerajaan Gallard menginjakan kakinya di desa kecil yang miskin seperti ini, pikir Will.
Will melirik waspada, mencari keberadaan Hans, tetapi kumpulan orang di depannya menyulitkan pencariannya. Will merasa terdesak dengan sekumpulan orang yang bersemangat, dia mencoba membelah sekawanan orang didepannya, mencari sudut pandang ideal untuk menerawang sesuatu yang menjadi perhatian orang-orang.
Semakin waktu berjalan orang itu semakin rapat dan bersorak ketika di atas panggung kayu di tengahnya. Will seperti kehabisan napas, samar-samar orang-orang marah karena saling berdesakan, tetapi ada yang tidak perduli dan terus bersorak. Sejenak mereka diam ketika suara lalu-lalang prajurit berjalan berarak menaiki panggung. Suara gema terdengar bergemuruh saat hentakan boots prajurit berderak beriringan, lengkap dengan berdera kerajaan yang berkobar.
Di tengah kumpulan prajurit yang berbaris rapat, berdiri seorang penunggang kuda berjubah lebih lengkap dari prajurit lainnya, ia berjalan dengan kudanya, menuntun dengan penuh kewibaan. Rambut keemasan pria itu tergerai panjang sampai ke bahu, tatapannya sejatam tombak dan wajahnya lancip penuh ketegasan. Cukup membuat gadis desa yang menatapnya berteriak dan berhalusinasi.
Pria itu menunggang kuda yang diselimuti zirah keperakan seperti sisik perak yang berdayun. Di pinggangnya tergantung pedang panjang yang berselimut emas murni dan berbagai permata berwarna yang tidak perlu.
Sewaktu pria itu turun dari kudanya, prajurit menghentakkan tombak-tombak bermata perak ke tanah hingga menggema, lalu memecah barisan hingga membuka jalan untuk pria itu. Di hadapannya berdiri puluhan orang yang bersorak ribut, ada yang mencaci, dan ada yang kagum atraksi tadi.
Pria itu mengangkat tangannya tinggi memberi sinyal untuk diam, tetapi orang-orang masih bersorak tidak wajar. Pria itu mencoba tersenyum dan mengangkat tangannya lagi, melambai dan menunduk, yang lainnya masih enggan untuk tenang.
"DIAM!" teriak suara serak yang berasal dari salah satu prajurit yang berbadan besar, urat tangannya mencuat seperti akar pohon yang berumur ratusan tahun. prajurit itu berteriak seperti orang sinting, dengan satu tarikan napas. Suaranya membuat orang-orang menutup telinga.
"Beliau adalah Virlius, salah satu dari lima prajurit elit Gallardian, salah satu dari pelindung utama Keluarga Raja Helbert, dan bangsawan mulia Gallard. Kehadirannya disini membawa maksud yang baik untuk kepentingan desa, setiap kata-katanya dibutuhkan untuk saat ini dan kedepannya," lanjut prajurit yang berbadan besar dan kekar.
"Drael tidak bermaksud begitu," kata Virlius lembut, menenangkan orang-orang yang ketakutan. "Sudah semenjak beberapa dekade, wilayah Vardelle menjadi wilayah yang tidak tersentuh oleh Raja Helbert. Vardelle, dengan berbagai potensi dan sumberdaya, luput dari perhatian kami di Selatan, Aku akui itu merupakan kesalahan yang sulit diterima," kata Virlius, ketenangan mewarnai suaranya.
"Raja Helbert dengan penuh pertimbangan, berdasarkan rundingan dari penasehat-penasehat terpercayanya, memutuskan untuk diberlakukannya peraturan baru yang saat sebelumnya luput dari perhatian."
Orang-orang bersorak tidak setuju, menurut mereka, kedatangan pihak raja dan bangsawannya di sini justru berpotensi untuk memperbudak Vardelle dan memperkaya sumberdaya Gallard. Penduduk Vardelle sudah kehilangan kepercayaannya sejak beberapa tahun lalu, sewaktu daerah ini menjadi zona bebas tanpa perintah dari Raja Helbert. Mereka membangun desa dari usaha dan kerja keras sendiri. Membangun jalinan perekonomian melalui pedagang nomaden melalui hasil pertanian ternak dan perburuan di Vardelle.
Semenjak itu, penduduk enggan untuk berhubungan dengan pihak kerajaan, karena mereka dinilai tidak mampu memperhatikan wilayah terpencil Vardelle dari bahaya dan kemakmuran.
"Kami tidak menerima pajak!" bantah seorang tukang jagal. "Jika itu yang kau inginkan, maka pergilah! Kami mempunyai parang dan garpu jerami untuk mengusir kalian!"
Situasi beralih memanas, yang lainnya mengangguk setuju dan berganti tatapan kepada Virlius dan prajurit lainnya. Tidak lama Virlius menyampaikan pidatonya orang-orang tersulut emosi. Para prajurit menggenggam senjata yang tergantung di pingganya. Memastikan tidak ada tindakan tidak wajar dari emosi para penduduk yang tidak terkontrol.
Virlius menanggapi dengan senyum yang tipis, ketenangan terpancar di wajahnya seperti sinar rembulan. Dengan sigap dia memberi aba-aba pada para prajurit pengawalnya yang nampak waspada dan siaga. Prajurit itu menuruti Virlius. Dia menarik napas panjang dan mulai menyambung, "Saat ini, Raja sedang melakukan pemerataan pengawasan di wilayah Vardelle dan suaraku akan mewakili suara Raja Helbert. Dalam beberapa hari kedepan, Gallardian akan membangun tenda dan pos tidak jauh dari Vardelle, pihak raja menyadari kesalahan fatal kami. Oleh sebab itu,kami membawa banyak persediaan dan sumberdaya yang dengan mudah akan kami bagi sama rata. Masing-masing kepala keluarga akan mendapatkan satu kantung gandum, dan satu ranjang penuh sayuran dan beberapa ternak."
"Semua gratis?" kata seorang wanita salah satu penonton.
"Tentu, semua mewakili keseriusan Raja helbert untuk menata dan mengolah pemerintahannya menjadi lebih baik, dan tidak ada pajak ataupun konpensasi yang kalian bayarkan kepada pengawalan kami," Virlius menjelaskan.
Raut gembira terpancar dari wajah-wajah penduduk yang tersenyum. Seorah jawaban itu memberi angin segar di tengah-tengah terik yang membanjiri pelataran.
"Ada hal lain yang menjadi perhatian dari Raja Helbert," lanjut Virlius, yang lainnya mendengarkan dengan wajah menegang. "Wilayah Vardelle yang sebelumnya tidak menjadi perhatian raja, rentan akan serangan morgul dan wildster, kami sudah memastikan pergerakan morgul di daerah pegunungan Goldur yang berjarak tidak jauh dari kerajaan gallard."
"Bahkan, sewaktu kami menuju kesini, kami sudah membunuh sekawanan morgul yang beristirahat di daerah hutan Qeston. Mengingat, keadaan semakin kacau balau seiring dengan perkembangan kekuatan infantri morgul di wilayah barat yang sulit ditebak. Raja menduga, ada dalang di balik pergerakan morgul yang semakin gencar akhir-akhir ini."
Semua penonton bergidik ngeri mendengar nama morgul, suatu mahluk kuno yang galas dan berwata merah, mulai menginjakkan kaki di tanah berbalut rumput hijau. Meski pengetahuan penduduk Vardelle tentang wilayah luar tidak sebanyak kota dengan perlindungan Raja Helbert, tapi mereka sangat paham tentang kengerian morgul.
"Hal itu yang menjadi fokus utama Raja saat ini. Memang, sangat sedikit sejarah yang menjelaskan tentang perang berdarah yang terjadi antara kaum elf, manusia dan morgul. Semenjak raja kegelapan Zenoth, sang enchanter jahat penunggang naga iblis Baldarog, Zenoth dimusnahkan oleh aliansi tiga bangsa. Raja resah karena itu bukan menjadi jaminan kita sudah mencapai kedamaian seutuhnya. Para pelayan setianya bahkan masih belum diketahui keberadaan saat ini."
"Raja sadar kesalahannya dan merasa kita sudah memasuki era kedamaian dan hidup dengan membangun visi dan misinya di wilayah masing-masing. Tapi, kami ragu itu akan bertahan lama. Semakin manusia cenderung lalai dengan kedamaiannya, kaum lain semakin kuat dengan pasukan dan pedangnya yang terasah."
"Kami menghindari kemungkinan terburuk dari yang sangat buruk, wilayah Vardelle adalah wilayah terabaikan yang berada jauh dari pusat-pusat kekacauan di Westeria. Tetapi justru, itu dapat menjadi kelemahan Raja itu sendiri, Raja tidak tau sejauh apa perkembangan morgul saat ini dan ada kemungkinan mereka akan melakukan ekspansi terhadap wilayah yang luput dari perhatian raja."
Orang-orang mulai merinding, butiran-butiran keringat mulai membanjiri kening mereka yang gundah. Akankah sejarah terulang lagi? Perang besar yang melibatkan kaum-kaum besar di Westeria dan juga wildster.
"Hal terakhir yang akan kusampaikan kepada kalian adalah suatu kesempatan yang akan membuat kehidupan kalian berubah," sejenak Virlius diam, memandangi ekspresi dari penonton. "Raja mendapat informasi tentang adanya salah satu bahaya yang mengincar Vardelle melebihi keberadaan morgul itu sendiri, dan di sinilah peran kalian sangat di butuhkan oleh kerajaan. Sumber dugaan bahaya itu terdapat di dalam Hutan Vardelle."
Mata saling bertatapan antar orang-orang yang sibuk berpikir. Perasaan mereka seakan terkoyak oleh kenyataan dari sebuah informasi yang di bawa oleh bangsawan kerajaan. Semua berita datang bagaikan hujanan anak panah yang terhempas dari semak belukar yang rimbun, menancap di benak ketidak tahuan yang berujung sakit.
Salah seorang tampak ketakutan dan meninggalkan kerumunan. Beberapa sadar tentang bahayanya prospek ini karena tidak seorang pun para petani dan peternak yang terlatih dalam urusan pertempuran. Keadaan menjadi semakin tidak kondusif ketika seseorang dengan janggut tebal menyela, "jadi kalian akan mengorbankan kami?"
"Salah!" jawaban Virlius penuh keyakinan, "kalian akan bertindak sebagai pahlawan di bawah bendera kerajaan Gallard. Sebuah informasi penting datang dari salah seorang elit Gallardian bernama Thrall, melalui mata-matanya yang bergerak di wilayah Eclorian, dia berhasil menyadap percakapan dari Uzieg, salah satu pelayan terkutuk Zenoth. Kabar tersebar secepat hembusan angin, berita itu menyebutkan adanya pencurian sebutir telur dragona atau naga oleh seorang penyihir yang berasal dari kaum pemberontak kerajaan."
Mendengar kata naga, banyak orang ternganga tidak percaya. Mereka semua diberi kisah tentang kepunahan naga penghuni Westeria sejak perang berdarah antara tiga kaum. Naga terakhir dinyatakan punah bersama mayat raja kegelapan Zenoth di tanah kematian Dura, seiring dengan lenyapnya elf di hutan pedalaman Ocadena
"Sebuah perintah besar ini akan di mulai saat ini, melalui surat kuasa dari Raja Helbert putra dari Ambert, raja di bawah kerajaan emas Gallard. Raja akan menghadiahkan bagi siapapun yang berhasil menemukannya sebutir naga curian penyihir itu di hutan Vardelle!" teriak Virlius membara. Suara Virlius cukup membuat para penontonnya terbelalak, termasuk Will yang mengamati.
Seorang pemuda mengangkat tangannya, menginterupsi perkataan politis dari Virlius, dia adalah Hans. Virlius menatap wajahnya dari kejauahan, tatapan Hans pun sama tajamnya seperti mata tombak yang berkilau. Sejenak waktu seakan berhenti, lalu Hans berkata,"Apa imbalan yang pantas untuk penemuan itu."
Virlius bangga dengan keberanian Hans, Dia kemudian memalingkan pandangan dan melihat ke arah seluruh wajah depan penonton di hadapannya yang menegang. Virlius lalu mengusap keringan yang menetes dari atas kening rambut emasnya yang berkilauan dan berkata, "10.000 gold dan jabatan khusus sebagai komandan prajurit Gallardian, tepat di bawah satu tingkat dari prajurit elit Gallardian. Dalam kata lain, Jasanya bernilai sangat tinggi dan membanggakan keluarga dan desanya. Orang itu akan berjuang bersama prajurit atas nama Raja Helbert dan menemukan penemuan penting yang berpotensi sebagai ancaman Westeria. Jabatan itu adalah kehormatan yang pantas untuk seorang ksatria, dan kerajaan pun akan memberikan kehidupan yang layak di balik istana emasnya di Gallard."
Hampir semua mulut penonton menganga, tubuh mereka seakan membeku oleh kalimat-kalimat penuh penghormatan yang dijanjikan Virlius. Suatu imbalan besar bagi seluruh kebutuhan yang diperlukan selama setahun penuh. Uang itu mampu membeli desa itu beserta isinya sekalipun, banyak diantara mereka menimbang kemungkinan terburuk yang terjadi apabila mereka ikut andil dalam misi pencarian telur naga itu.
Beragam pikiran muncul dari setiap benak penduduk yang berdiri menyaksikan, mereka membayangkan kekayaan-kekayaan yang di dapat setelah telur itu ditemukan. Tapi apakah benda yang dicari itu masih berupa telur? Meskipun Virlius mengatakannya dengan penuh keyakinan, tidak ada satupun bukti dari pembenaran atas perkataannya. Telur itu bisa saja sudah menjadi seekor naga yang meliuk-liuk di balik semak dan pepohonan pinus di Vardelle. Mungkin saja sekarang sudah sebesar lumbung gandum yang mampu mengunyah tubuh manusia dengan mudahnya. Cakarnya saja mungkin sudah sebesar pahat baja.
Disatu sisi mereka membayangkan kesejukan dan keindahan kekayaan dan kemakmuran dari imbalan barusan, tetapi sisi lainnya memberikan tekanan dan sayatan yang jauh lebih besar. Semua masuk akal, imbalan yang tidak masuk akal sepadan dengan resikonya. Banyak diantara mereka mulai sadar akan resiko kematian yang tidak terduga dihadapannya. Apabila naga itu tidak berbahaya, sayembara itu tidak akan di umumkan semudah ini oleh Gallardian. Itu sebabnya mereka lebih memilih menumbalkan rakyat kecil dengan iming-iming segudang emas dan tahta. Itupun hanya seorang.
"Jika kalian bersedia, tetap berdiri di tempat kalian berdiri, dan apabila kalian belum merasa siap dan layak atas imbalan itu kalian dapat meninggalkan tempat ini, mulailah kembali pekerjaan yang kalian kerjakan seperti biasa," kata Virlus tidak memberi jeda.
Orang-orang mulai berbisik, ada yang bimbang dan ketakutan, mereka saling mengangkat bahu dan enggan untuk ikut, membayangkan nama Vardelle saja sudah membuat perutnya melilit, ditambah lagi dengan adanya telur naga. Semua Informasi itu simpang siur, jika memang hanya telur saja yang dibutuhkan, prajurit tidak akan serepot ini. Beberapa diantaranya saling berdebat, meributkan hal antara kekayaan dan kematian.
Selama sepuluh menit berlalu, satu per satu penduduk meninggalkan pelataran dengan prinsipnya masing-masing, menurutnya prospek seperti itu tidak sebanding dengan resiko yang seolah menghunus tubuh mereka bagai pedang. Selain itu, mereka masih belum mendapatkan kepercayaan dari Raja Helbert sepenuhnya.
"Hentikan ambisi gilamu," kata Will yang berdiri di belakang Hans. Mereka berdua membeku dalam keramaian berkurang sedikit demi sedikit.
"Aku tidak memaksamu menghentikanku, Virlius memberi kesempatan untuk para pengecut pergi dari sini," katanya sambil menoleh kepada Will dan menatapnya tajam.
"Bukan itu," kata Will terhenti, "Apa kau mempercayai kata-katanya begitu saja?"
"Jadi imbalan itu ilusi yang terucap di bawah alam sadar dia?" kata Hans mencibir.
"Well.. Bukan soal harta dan tahta yang dijanjikan. Semua tentang bahaya yang tidak mereka sebutkan," Will mencoba sabar. "Kita belum tau sudah sampai mana perkembangan telur itu, lagipula apa menurutmu seekor telur datang tanpa adanya seekor induk? Memang, imbalan yang dijanjikan sangat besar, tapi apakah Virlius sudah menyebutkan semua informasinya?"
"Kenapa aku harus peduli?"
"Tentu kau harus peduli, mereka akan menjadikan kau sebagai tameng Gallardian untuk sesuatu hal yang mereka cari, ya! Mereka cari!"
Hans membisu tidak menanggapi Will dan memalingkan wajahnya. Pandangannya terfokus pada sekumpulan prajurit di depannya yang masih menunggu orang-orang yang menyerah.
"Sepenting itukah tahta bangsawan untukmu? Berpikirlah dengan jernih tentang prospek manis ambisimu!" kata Will geram. "Kebenaran itu masih belum banyak terungkap, terburu-buru seperti ini akan membunuhmu sebelum kau mencapai ambisi itu, percayalah ini terlalu berbahaya."
"Kenapa kau tidak memperjelas bahwa kau ingin menghalangiku dengan wajah menyedihkan seperti itu seperti wajah adikmu," balas Hans mencibir sombong.
Will mengigit bibirnya, darahnya serasa mendidih dan cukup untuk membuat otot-otot tangannya menegang. Sebuah kepalan keras melayang di antara udara yang memisahkan kedua tubuh Will dan Hans. Satu pukulan telak menghantam pipi Hans dan membuatnya terhempas dan tersungkur. Hans menatapnya dengan penuh kebencian, darah hangat mengalir dari ujung bibirnya dan menetes melalui dagunya. Pukulan itu adalah pukulan terkeras yang pernah dia rasakan, pipinya seperti dihujam tongkat besar dan rasa perih yang menyengat seperti tusukan paku di sela gusinya.
"Jadi itu yang kau mau," kata Hans mencoba bangkit dan menepuk pinggangnya yang berdebu.
Hans bergerak lincah menyambut Will yang masih bersiaga mengepalkan tangan, dan melepaskan tinju balasan. Serangan itu mudah terbaca oleh Will, dengan kesadarannya yang di balut emosi, Will dengan mudah menghindari laju tinju Hans. Sewaktu Hans menyadari tubuh Will kekurangan keseimbangan akibat hindarannya yang terlalu cepat, Hans menghujamkan tendangan telak ke perut Will dan membuatnya kini terlempar lebih jauh dari Hans.
Butiran debu melayang menyamarkan tubuh Will yang berbaring di atas tanah berdebu. Orang-orang mulai bersorak senang.
"Hentikan!" teriak Garreth, dia menyilangkan lengan besarnya di dada Hans yang ingin mengejar tubuh Will yang berbaring kesakitan. cengkeraman Garreth sangat kuat, besar lengannya memang dua kali lebih besar dari lengan Hans. Hans meronta dan memberontak tetapi badannya tidak bisa melangkan sedikitpun tertahan oleh kekuatan Garreth.
"Sudah cukup!" suara itu datang dari Drael, prajurit pengawal Virlius. Guratan otot-otot tubuh Drael terlihat seperti akar-akar tanaman. Menatap Hans dan Will dengan tatapan seperti bison waspada.
"Dia ingin menghentikanku dari misi pencarian telur naga!" kata Hans yang mulai berhenti meronta, lalu Garreth melepaskan cengkeramannya.
Drael lalu memandang Garreth tepat di matanya, melihatnya seolah ingin membaca pikirannya. Garreth merasa mual dan mengangkat kedua tangannya dan mundur menjauhi Hans. Mereka berdua menyerah pada keadaan dan menatap Hans berdiri sombong.
"Apa itu benar?" kata Drael memindahkan tatapannya ke arah Will yang mencoba bangkit. Tatapan
"Tidak, aku salah orang," kata Will, berpura-pura sabar.
"Bagus, dan apabila kalian tidak ada keperluan lagi, kalian bisa kembali bekerja seperti yang lainnya," kata Drael memastikan, Drael menatap Will tanpa berkedip.
"Untuk semua yang masih berdiri di sini, menunggu untuk mengubah nasib dirinya dan keluarganya menjadi lebih baik, silakan berkumpul mendekat!" teriak Virlius dari kejauahan.
Para penduduk desa berbisik ramai dengan wajah kebingungan. Mereka pelan-pean bergabung dengan para prajurit di dekat Virlius. Drael pun berjalan meninggalkan Will, Garreth dan Hans yang membeku. Hans tersenyum tipis dan menggelengkan wajahnya dua kali merasa menang. Dia lalu berbalik arah dan meninggalkan Will dan Garreth tanpa berkata apa-apa.
"Dasar bocah sinting!" caci Garreth.
"Ambisinya sudah mengalahkan akal sehatnya."
"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
Will bangkit dan meraba dadanya yang terasa sakit, ia kemudian meludahkan darah dari mulutnya. Sejak tadi darah itu terasa seperti besi berkarat yang memenuhi mulutnya. Will mengangkat bahu dan berkata, "entahlah, aku akan kembali ke Vardelle besok, sepertinya malam ini aku harus menumpang lagi di tempatmu Garreth."
Tawa lebar tampak di wajah Garreth, dia mengangguk lalu berjalan meninggalkan pelataran Vardelle, mengacuhkan berbagai suara-suara menggema dibelakangnya. Menurut Will keputusan Hans berada pada posisi yang sulit untuk diterima dan juga sulit untuk ditolak. Dia dan Will sama-sama memiliki kisah hidup yang sulit dan Will tidak ingin terlalu ikut campur dengan permasalahan dalam dirinya. Kesintingan apapun yang sudah menguasai dirinya kelak akan menjadi bumerang untuk masa depannya. Kenapa aku harus berpikir sampai sejauh itu?
Apabila memang hutan Vardelle memiliki suatu bahaya besar yang mengancam kerajaan, Damar harus segera mengetahui tentang kebenaran itu. Mereka adalah pemburu dan selalu menjadi pemburu. Will merinding, membayangkan bahwa telur naga itu sudah menetas menjadi naga yang lebih besar dari pondoknya. Mengintai di balik perbukitan dan terbang melayang-layang di atas tajuk pohon. Menerkam segala jenis pemburu di hutan Vardelle tanpa menyisakan tulang belulangnya. Semoga Damar baik-baik saja, pikirnya.