Silau sinar matahari yang menyelinap masuk melalui celah-celah korden mulai mengusik Andrea dari tidur indahnya. Gadis itu secara perlahan mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan dengan sinar yang sudah begitu terang. Ia terkesiap dan menatap jam di atas nakas. Dengan lunglai ia menghela napas dan bangkit dari kasur menuju kamar mandi. Usai menyiram tubuhnya dengan air hangat tiba-tiba pikiran Andrea melayang mengingat kejadian yang kemarin. Ia tersenyum malu-malu sambil membasuh tubuhnya. Ia tak menyangka jika akan bertemu dengan lelaki seperti Daren.
Menyudahi acara mandinya, Andrea bergegas untuk segera berangkat ke kampus. Hari ini adalah hari pertama ia akan masuk kuliah setelah resmi menjalani OSPEK selama 3 hari. Senyum sumringahnya semakin lebar kali ini. Menyambar tas di atas nakas, Andrea memutuskan untuk membeli sarapan di kantin kampus. Ia lupa tak membeli bahan makanan kemarin karena terlalu syahdu bersama Daren. Andrea segera keluar apartemennya dan berdecak kesal saat mendapati Azka juga sedang melakukan hal yang sama. Ia melirik sinis pada lelaki yang menatapnya dengan wajah datar itu. "Jangan melihatku seperti itu," kesalnya dan segera berlalu. Alih-alih menyahut Azka justru dengan sengaja mendahului Andrea sembari menabrak bahu gadis cantik itu dengan sedikit keras. Andrea mengumpat tapi tetap di acuhkan oleh Azka yang sekarang sudah lebih dulu masuk ke dalam lift tanpa menunggunya dan membiarkan pintu itu tertutup. Sekali lagi Andrea mengumpat. Entah mengapa akhir-akhir ini mulutnya susah sekali di kontrol agar tidak mengatakan hal-hal kasar semacam umpatan itu. Kehadiran pria jangkung nan dingin itu sangat mempengaruhi kelakuan Andrea belakangan ini. Namun, Andrea tak pernah membenci Azka meskipun ia sering kali dibuat kesal. Andrea masih menggerutu saat dirinya sudah sampai di halte. Ia melihat sekeliling yang tampak sedikit ramai. Ia pun kesusahan masuk ke dalam bus namun beruntung ada yang membantunya menyela. Ia menoleh dan ingin mengucapkan terima kasih namun akhirnya di urungkan. Orang yang menolongnya adalah Azka. "Aku anggap ini adalah ucapan maaf karena kau meninggalkanku tadi," katanya sambil membuang pandangan. Ia tak mau terhipnotis dengan pandangan dingin mata lelaki itu karena dingin itu hanya di luarnya saja. Jika sudah mengenal dan dekat ternyata Azka tak sedingin penampakannya. Andrea terkekeh dengan pikirannya sendiri. Bagaimana bisa ia memikirkan Azka yang jelas sekali mengabaikannya.
Mereka pun turun dari bus dengan Andrea diberi jalan lebih dulu. Azka selalu mengutamakan dia jika di tempat umum. Itulah yang baru ia sadari. Lelaki itu tidak akan pergi lebih dulu sebelum memastikan ia aman. Andrea tersenyum membuat Azka mengernyitkan dahinya bingung. Lelaki itu pun mengulurkan tangannya untuk memeriksa dahi Andrea dan mengumbar kekehan saat tangannya di tepis kasar oleh gadis itu. Ia tahu Andrea menyadari maksudnya meskipun ia tak mengatakan apa pun.
Andrea hendak berlalu saat tangan Azka sudah lebih dulu menggenggam erat pergelangan tangannya. Lelaki itu mengajaknya menuju kantin dan memesan makanan tanpa mengajaknya bicara. Bahkan menanyakan makanan apa yang ingin dimakannya pun tidak, membuat Andrea berdecak kesal. "Kenapa kau tak tanya aku mau apa?" kesalnya.
"Aku lebih tahu yang kau butuhkan," sahut Azka acuh dan mengambil segelas teh hangat untuknya dan segelas lagi untuk Andrea.
Andrea tetap menerima minuman itu meskipun masih mengomel. Sebenarnya ia bukan tipe orang yang suka memilih makanan, tapi kali ini ia ingin sesuatu yang lain dalam menu di atas piringnya. Dan itu harus berantakan karena sifat Azka yang sok tahu. Mereka makan dalam diam. Azka sesekali melirik Andrea yang memberengut tapi tetap menyantap bubur ayamnya. Ia terkekeh saat gadis itu makan dengan berantakan. Tanpa aba-aba apa pun tangan Azka terulur bersama selembar tisu untuk membersihkannya, membuat Andrea terkesiap dan menatapnya tanpa berkedip. Ia tak menyangka Azka bisa sebegitu perhatiannya terhadap dirinya. Hampir saja hati Andrea meleleh, namun segera di tepis karena Azka tak mungkin melakukannya dari hati. Lelaki itu pasti hanya ingin membuatnya terbang tinggi lalu dihempaskan dan ditinggalkan saat dirinya terpuruk. Entah mengapa pikiran buruk itu tiba-tiba bersarang di kepala cantik Andrea, padahal biasanya ia akan selalu berpikir positif tentang orang lain.
Usai makan mereka kembali ke kelas. Hari ini pembelajaran belum full jadi mereka masih bisa santai dan pulang lebih awal. Andrea tersenyum menatap layar ponselnya yang menampilkan sebuah aplikasi pesan membuat Azka melirik sebentar namun segera memalingkan pandangannya. Andrea kembali sibuk dengan ponselnya yang kali ini nama yang muncul membuat Azka mengernyit bingung. "Daren" nama inilah yang muncul.
"Bisakah kita bertemu siang ini?" begitu pesan dari lelaki itu.
"Oh tentu saja. Jam berapa?" balas Andrea dengan sesekali melirik Azka untuk memastikan lelaki itu tak tahu apa yang sedang dikerjakannya.
"Aku akan menjemputmu ke kampus. Kabari jika sudah selesai." Pesan itu semakin membuat Andrea sumringah bahkan tanpa sengaja memekik histeris membuat Azka melotot tajam dan segera menutup mulutnya.
Jam menunjuk di angka 1. Andrea bergegas keluar menuju jalan raya dan mendapati mobil mewah Daren sudah ada di sana. Ia berlarian kecil dengan senyum yang tak luntur hingga tak menyadari bahwa Azka mengikutinya. Gadis itu berhambur masuk dan memberikan kecupan singkat di pipi pria yang duduk di balik kemudi setir membuat Azka mendengus kesal. Entah kenapa ia kesal melihat tingkah Andrea yang begitu agresif kepada lelaki itu. Ia pun menatap sinis mobil yang berlalu dengan kecepatan sedang itu. Kini dengan sisa tenaganya Azka beranjak menuju halte bus. Ia masih memikirkan Andrea karena gadis itu pergi bersama seorang lelaki paruh baya. Namun sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya dan merutuki kenakalan pikirannya. Bisa saja lelaki itu adalah papanya atau pamannya. Ia heran mengapa pikirannya belakangan ini sangat kacau jika itu berhubungan dengan Andrea.
Sementara itu,
Andrea dan Daren kini sudah berada di sebuah restauran yang memiliki fasilitas karaoke terbaik. Dan di sinilah mereka akhirnya berada. Menyanyi bersama setelah menikmati makan siang. Andrea terpukau dengan suara Daren yang tak luar biasa bagus namun enak di dengar. Ditambah lagi, lelaki itu terus memilih lagu yang berkisah tentang cinta seolah ditujukan untuk dirinya. Andrea terus dibuat melayang oleh lelaki itu. Tidak hanya lewat lagu tetapi juga perlakuannya yang luar biasa lembut.
Tak terasa hari sudah sore, Daren kini mengajak Andrea menyudahi acara menyanyi dan menuju tempat message untuk merelaksasikan tubuh yang lelah karena sedari tengah hari sudah berada di luar. Dan semua biaya ditanggung Daren membuat Andrea tak enak hati karena memang selama ini ia tak di ijinkan untuk menyusahkan orang lain. Usai itu mereka makan malam bersama di restauran langganan lelaki itu.
"Apa tidak masalah kau menghamburkan uang seperti ini?" tanya Andrea tak enak hati.
Daren tersenyum."Tak ada yang perlu kau khawatirkan soal uang," Jawabnya.
"Tapi aku…." Ucapan Andrea terputus karena jari telunjuk Daren sudah lebih dulu mendarat dengan lembut di bibirnya.
"It's okay, sayang. Kita hanya perlu bersenang-senang saja," ucapnya dengan menarik lembut jari telunjuknya membuat kupu-kupu serasa berterbangan di perut Andrea. Lelaki itu bahkan mencium pipinya dengan sayang membuat semakin banyak kupu-kupu yang berterbangan di dalam sana. Suasana makan malam itu pun berlalu dengan hangat dan romantis.
Daren membimbing Andrea dengan lembut menuju mobilnya. Mereka kini harus pulang karena sudah 6 jam lebih menghabiskan waktu bersama. Daren juga harus pulang jika tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi dalam hidupnya. Lelaki itu mengantar Andrea sampai di lobi apartemen. "Kenapa aku tak boleh sampai di kamarmu?" tanyanya.
"Tidak untuk sekarang. Lain kali saja kau boleh berkunjung kapan saja yang kau mau," jelas Andrea kemudian mencium pipi lelaki itu.
Daren menghela napas. "baiklah. Aku pegang ucapanmu," katanya sambil mengusap sayang kepala Andrea. "Ah ya, ini untukmu. Terima kasih sudah menemaniku," imbuhnya sebelum Andrea keluar. Membuat Andrea mengernyit bingung. "Jangan bilang Reyma tak mengatakan padamu," kesal Daren melihat keterdiaman Andrea.
Andrea masih bingung. "Dia memang tidak mengatakan apa pun padaku," sahutnya polos.
Daren berdecak cukup keras. "Aku akan selalu memberimu uang di akhir pekan karena sudah menemaniku. Dan untuk memudahkan hal itu aku memberimu kartu ini," jelasnya. Ia melihat Andrea mengambilnya. "Kombinasi pinnya adalah tanggal di mana kita bertemu untuk pertama kalinya," jelasnya lagi.
Andrea tersenyum dan menerima kartu itu. "Jadi?" kalimatnya sengaja di gantung.
"Itu untukmu. Kau bisa pakai untuk apa pun yang kau mau," ujar Daren sebelum membiarkan gadis itu berlalu dari sisinya. Tak lupa Daren menyematkan kecupan sayang di puncak kepala gadis itu.
Andrea berjalan dengan riang menuju kamarnya setelah mobil Daren berlalu. Ia bahkan mengabaikan Azka yang saat itu datang dari arah yang berlawanan dengannya membuat lelaki itu mendengus kesal.
"Apa yang kau lakukan di luar sana hingga selarut ini?" gumam Azka yang tentu saja tak terdengar oleh Andrea.