Daren yang mendekap erat tubuh Andrea tiba-tiba merasakan sesuatu. Ia merasakan kegelisahan Andrea. "Ada apa?" tanyanya. Namun, gelengan gadis itu justru membuatnya semakin penasaran. "Kau yakin?" tanyanya sekali lagi. Kali ini anggukan gadis itu membuat Daren semakin penasaran. Daren sudah terlalu sering berhadapan dengan wanita, jadi ia tahu pasti jika saat ini Andrea sedang berbohong. Dengan gerakan cepat ia pun mengangkat dagu Andrea dan menatapnya dengan lekat bola mata yang menunjukkan kegelisahan dan entahlah, Daren tak suka gadis itu memikirkan hal lain saat bersamanya. Tak bisa menerima jika jiwa Andrea tak sepenuhnya ada bersamanya membuat Daren dengan kasar menarik tengkuk gadis itu dan melumat bibirnya dengan tak sabaran. Lelaki itu melampiaskan kekesalannya lewat ciuman yang kasar dan menuntut. Namun, herannya Andrea justru membalasnya dengan sangat lembut. Daren menghentikan sejenak aktifitasnya dan kembali menatap Andrea.
"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya sekali lagi.
"Tidak ada apa-apa," elak Andrea sekali lagi. Ia tak mungkin mengatakan dengan jujur bahwa ia sedang memikirkan lelaki lain saat ini. Daren akan sangat marah jika mengetahui hal itu.
Dengan tak sabaran Daren kembali menyambar bibir ranum Andrea dan menyesapnya dengan kasar untuk waktu yang cukup lama. Ia menyudahi kegilaan itu karena sudah merasa kehabisan oksigen. "Kau cukup hebat Andrea," katanya sambil mengusap pelan bibir Andrea yang membengkak akibat ulahnya.
Andrea memukul pelan lengan kekar lelaki itu. "Jangan sembarangan. Ini adalah first kiss-ku dan kau mengambilnya tanpa izin," gerutu Andrea yang di tanggapi dengan kekehan ringan Daren.
"Aku tidak percaya." Daren bangkit dari duduknya dan mengambil dua minuman dingin yang ada di dalam mini bar kemudian memberikannya kepada Andrea.
"Terserah," ucap Andrea sembari mengambil minuman pemberian Daren. Sesekali ia menempel kaleng minuman itu ke bibirnya yang terasa membengkak.
"Berapa banyak lelaki yang sudah kau kencani?" tanya Daren masih penasaran dengan Andrea.
Andrea berdecak kesal mendengar pertanyaan itu. "Aku belum pernah pacaran, Daren. Lelaki yang dekat denganku hanya kau saja. Kau yang pertama." Aku Andrea jujur. Ia tak mungkin mengarang cerita karena akan sangat memalukan jika ketahuan. Hubungannya dengan Daren bahkan hanya sebatas kesenangan saja membuat Andrea tak banyak menceritakan kisahnya kepada lelaki itu. Ia tak yakin bahwa lelaki seusia Daren akan bisa menerima dan mengerti dirinya di luar dari kesenangan yang selalu mereka nikmati. Andrea merasa lelaki itu hanya ingin menikmati kesenangan bersamanya bukan yang lain.
"Kau ingin mencoba yang lain?" tanya Daren dengan senyum yang tak terbaca.
Andrea menangkap pertanyaan ambigu Daren. Seketika tubuhnya menegang saat tangan Daren sudah menyusuri punggung hingga tulang ekornya. Andrea berusaha susah payah untuk melepaskan diri dari sikap yang menurutnya tak pantas itu dengan perlahan agar tak membuat Daren tersinggung dan marah. "Hentikan Daren. Jangan sampai kau melanggar perjanjian kita," ucapnya dengan nada sedikit kesal berharap agar Daren berhenti.
Lelaki itu justru terkekeh mendengar ucapan Andrea dan semakin menjelajah ke seluruh bagian tubuh Andrea membuat gadis itu memekik karena terkejut. Dengan segera Daren menjauhkan dirinya dari Andrea. "Aku bahkan belum melakukan apa pun," cibirnya sembari menarik tubuh Andrea kembali ke dalam dekapannya.
Andrea memilih diam dan tak merespon ucapan lelaki itu. Jujur saja saat ini ia ingin sekali berlari pulang dan mencari tahu soal Fathan dan Azka. Ia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya hanya karena rasa penasarannya pada dua lelaki itu. Andrea bergerak gelisah dan mencoba memejamkan matanya. Ia tak ingin Daren menyadari bahwa dirinya sedang berada di mode tak ingin diganggu dan ingin cepat pulang.
Sementara itu, Daren yang menyadari Andrea sedang tak baik-baik saja mencoba meneliti kembali wajah gadis polos itu. Namun, sebuah senyuman terbit dengan tanpa sadar di bibir lelaki tampan itu saat mendapati Andrea tertidur. Ia mengusap sayang puncak kepala gadis itu dan menyematkan beberapa kali kecupan sayang di keningnya. Dengan gerakan perlahan Daren merebahkan tubuh Andrea agar lebih nyaman. Ia memilih mengeluarkan ponsel pintarnya dan mengecek beberapa pekerjaan yang terpaksa ia tinggalkan hanya untuk bertemu gadis muda itu.
Andrea mengerjapkan matanya beberapa kali saat menyadari dirinya berada di tempat yang asing. Ia mengedarkan pandangan menyapu seluruh ruangan dan kemudian menerbitkan sebuah senyuman kala matanya menangkap siluet Daren sedang menerima panggilan entah dari siapa. Hal itu terlihat jelas dari tempat Andrea terbaring. Ia menyadari Darean sedang menghubungi atau dihubungi oleh seseorang yang begitu penting karena suara lelaki itu terdengar tertahan. Mungkin Daren tak ingin ia mendengar atau mengetahui hal apa yang sedang ia bahas. Mungkin juga ini tentang perkerjaan lelaki itu. Sudahlah, Andrea tak mau ambil pusing. Itu bukan urusannya. Setelah mengumpulkan kesadarannya, Andrea bangkit dan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ia memoleskan sedikit bedak dan liptin di bibir indahnya agar tampak lebih fresh setelah bangun tidur. Dengan langkah pelan Andrea mendatangi Daren dan memeluk lelaki itu dari belakang dengan erat. Sejenak Andrea bisa merasakan tubuh Daren menegang, namun sedetik kemudian lelaki itu sudah berbalik badan dan memeluknya dengan posesif.
Daren mencubit pelan ujung hidung Andrea saat sambungan telponnya sudah terputus. "Kau sudah mulai nakal ya," ucapnya sambil terkekeh membuat Andrea mendelik kesal.
"Lepaskan tanganmu," ucap Andrea sembari berusaha menyingkirkan tangan Daren.
"Sudah sore, kau masih mau di sini atau pulang?" tanya Daren usai memberikan kecupan singkat di hidung Andrea berharap rasa sakit perempuan itu bisa hilang.
"Pulang saja. Aku banyak tugas untuk besok," jawab Andrea.
Daren mengangguk dan meminta gadis itu untuk mengemasi barangnya yang mungkin saja ada yang tercecer. Ia menunggu Andrea dengan sabar tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari gadis itu. Daren benar-benar terpesona oleh penampilan sederhana Andrea yang begitu elegan dan nampak mewah. Ia tak tahu alasan gadis itu mau menemaninya jika ternyata ia berasal dari kalangan orang berada. Namun, Daren mencoba menutup mata untuk fakta tentang siapa sebenarnya Andrea, entah dari mana asal dan siapa orang tuanya. Daren hanya ingin menikmati waktunya bersama gadis itu tanpa ada yang menganggu.
Mereka sudah check-out dari hotel. Daren menggenggam erat tangan Andrea dan menuntun gadis itu menuju mobilnya. Mereka sesekali tersenyum entah untuk apa. Padahal tak ada sepetah kata pun yang keluar dari kedua bibir itu. "Kita langsung pulang?" tanya Daren memastikan yang hanya diangguki Andrea. Entah mengapa gadis itu hari ini tak begitu bersemangat. "Apa kau sakit?" tanya Daren mulai khawatir. Andrea hanya menggeleng membuat Daren semakin tak bisa menahan diri. "Hari ini kau berbeda," imbuhnya saat Andrea tak juga mengeluarkan suaranya.
"Aku biasa saja. Hanya banyak tugas jadi aku sedikit tak tenang," elaknya tak mau Daren semakin mencercanya dengan banyak pertanyaan.
"Aku bisa membantumu," ucap Daren sembari mengusap sayang puncka kepala gadis itu.
"Tenanglah, aku bisa menyelesaikannya. Maaf, hari ini aku tidak bisa membuatmu senang," ucap Andrea tulus membuat senyuman kembali terbit di bibir Daren.
"Aku selalu senang saat bersamamu. Jadi kau tidak perlu khawatir," ucap daren sebelum akhirnya melajukan mobilnya ke jalan raya.
Mereka tak lagi bersuara. Daren memilih menghidupkan musik dan mendengarkan lagu-lagu favoritnya. Ia tak yakin jika Andrea memang sedang memikirkan tugas kuliahnya, namun ia juga tak ingin membuat gadis itu tak nyaman jika dirinya terlalu ikut campur dengan urusan pribadi.
"Besok kabari aku saat kau akan datang menjemput," pesan Andrea sebelum turun dari mobil mewah Daren tanpa melupakan kebiasaannya untuk meninggalkan satu kecupan di pipi lelaki yang sudah membayarnya mahal itu.
"Tentu, Sayang. Selesaikan tugasmu dengan benar, aku tidak mau belajarmu terganggu karena hubungan kita," balas Daren.
Andrea mengangguk dan berlalu. Gadis itu berjalan dengan sangat cepat karena sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannnya pada Azka dan Fathan. Perjalanannya terasa sangat lama kali ini. Apalagi saat menanti pintu lift yang tak kunjung terbuka. Andrea mengdesah pelan dan kembali memencet tombol lift. Ia pun sumringah saat akhirnya pintu itu terbuka. Ia mencoba berselancar di akun sosial miliknya hanya untuk melihat aktivitas lelaki jangkung yang sudah mengusik harinya itu. Satu hal yang selama ini Andrea tak tahu, ternyata Azka adalah lelaki yang cukup baik dan lumayan banyak bicara dengan orang terdekatnya. Ia pun menyadari jika selama ini Azka juga banyak bicara saat bersamanya. Seulas senyum tersirat di bibir cantik Andrea saat mengingat hal itu.
Andrea bergegas turun saat pintu lift terbuka di lantai yang ia tuju. Mata Andrea menajam saat dari jauh terlihat siluet dua orang yang sedari tadi membuatnya gelisah saat bersama Daren. Dan benar saja, mereka berpapasan di depan koridor apartemen. Andrea melirik Azka yang diam saja tak mengalihkan pandangan padanya sedikitpun. Andrea mengdesah tak menyangka jika diabaikan Azka akan seperti ini rasanya. Ia pun teringat dengan sikapnya yang juga mengacuhkan lelaki itu. Jadi, sekarang posisi mereka sama. Sama-sama mengabaikan.
"Hei kamu kenapa Andrea?" tanya Fathan yang melihat tatapan aneh Andrea.
Ia yang terlalu sibuk memikirkan sikap Azka malah tak merespon panggilan dari Fathan. Adnrea kesal karena Azka begitu acuh. Tanpa berkata apa pun Andrea berlalu begitu saja.
"Aneh," gumam Fathan memandang kepergian Andrea. Fathan tak menyadari ada sesuatu yang berubah pada pandangan Azka saat Andrea memilih berlalu begitu saja.