Dengan perasaan malas Andrea beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi. Hari ini tidak terlambat lagi seperti sebelumnya karena benar-benar memasang alarm dengan deringan yang cukup keras. Masa bodoh jika itu akan mengganggu tetangganya. Ia tidak boleh mengulang hal yang sama seperti kemarin. Hal itu sudah selalu ditanamkan oleh kedua orang tuanya sejak ia kecil. Andrea mandi pun dengan setengah hati, ia terlalu malas untuk pergi ke kampus apalagi harus bertemu dengan Azka. Andrea segera menuju dapur setelah acara mandi dan dandannya selesai. Andrea memang tidak terlalu suka berdandan, ia hanya menggunakan bedak dan lip balm dengan warna kalem kesukaannya. Baginya dandan terlalu berlebih hanya topeng untuk menutupi kecantikan dirinya yang sebenarnya. Ia segera mengambil dua lembar roti kemudian memanggangnya sambil menghangatkan air untuk menyeduh susu. Entah mengapa hari ini ia ingin menikmati segelas susu hangat di banding dengan susu cair kotak seperti biasanya.
Andrea berjalan perlahan menuju pintu apartemennya. Ia lebih dulu mengeluarkan kepalanya untuk mengecek situasi di luar sebelum menarik tubuhnya untuk keluar. Andrea sedang berjaga-jaga agar tidak bertemu dengan Azka. Sebelum masuk lift pun ia melakukan hal yang sama. Entah apa yang membuatnya begitu, tapi dalam pikirannya sudah jelas memerintahkan bahwa ia harus menghindari pertemuan dengan lelaki itu saat ini. Andrea pun melakukan hal yang sama saat hendak masuk ke dalam bus. Ia ingin memastikan bahwa lelaki itu tak ada di dalam kendaraan itu. Ia pun bernapas lega karena orang yang ia maksud tak ada. Segera ia duduk dan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi sembari menghela napas lega.
Andrea turun dari bus dan melebarkan langkahnya menuju aula. Namun, belum sampai tempat tujuan mata Andrea lebih dulu terfokus pada sosok lelaki jangkung yang kini sedang berjalan cepat menuju ke arahnya. Andrea menghela napas dan mempersiapkan diri untuk mendengar ucapan apalagi yang akan terlontar dari lelaki luar biasa tampan itu. Ia menatap lekat Azka yang hanya diam menatapnya. Andrea tak berminat membuka suara dan memilih berlalu melewati Azka yang masih menatapnya.
"Hei, ada apa?" tanya Azka karena melihat sikap Andrea tak seperti biasanya.
Andrea tak ingin menjawab, ia pun menghempaskan pelan tangan Azka yang sedang memegang lengannya dan kembali berlalu membuat lelaki itu menghela napas. Andrea duduk di tengah aula dan segera mengeluarkan novel yang di bawanya sambil menunggu acara OSPEK di mulai. Ia lebih memilih menyibukkan diri dari pada menghabiskan waktu dengan berbincang bersama teman-teman seangkatannya. Andrea bahkan hanya melirik sekilas pada sosok Azka yang sudah menyusulnya duduk. Ia sengaja memasang earphone agar tidak diajak bicara oleh Azka meskipun tidak sedang mendengarkan musik atau apapun dari ponsel canggihnya. Namun ua segera tersadar bahwa Azka tidak akan mungkin mengajaknya bicara kecuali ada hal mendesak. Tak berselang lama kegiatannya ini berakhir karena OSPEK segera di mulai. Meski harus duduk bersama kelompoknya, tapi tidak ada kegiatan yang harus di lakukan secara berkelompok. Mereka hanya harus membuat kerajinan tangan dengan bahan yang sudah di sediakan dengan ide dan keahlian sendiri. Andrea tersenyum simpul saat ada seorang kakak semester yang mendekat ke arahnya menawarkan diri untuk membantu membuat Azka menatapnya dengan sinis. Andrea mengangkat bahunya acuh entah untuk alasan apa saat netranya bertemu dengan netra tajam Azka. Ia tak tahu apa maksud tatapan lelaki itu.
Di sela kesibukkan membuat karya tangan, Andrea di datangi seorang gadis yang langsung duduk di antaranya dan Azka. "Reyma." gadis itu mengulurkan tangan pada Andrea dengan menampilkan senyum terbaik membuatnya tak bisa menolak.
"Andrea," jawabnya kemudian.
Gadis itu pun beralih pada sosok Azka yang diam saja. "Hai, siapa namamu?" tanyanya pada Azka yang acuh.
"Namanya Azka," sahut Andrea dengan acuh membuat Reyma hanya beroh ria. "Kamu sepertinya satu jurusan denganku," imbuh Andrea.
"Ya kita satu jurusan. Azka pun sama dengan kita," kata gadis itu sambil memandang ke arah Azka yang sama sekali tak terganggu dengan ocehan mereka berdua. Reyma menghela napas dan memandang Andrea. Ia tak menyangka gadis di hadapannya ini sanggup berteman dengan lelaki seperti Azka. Bahkan mereka satu tim dan tak pernah terdengar keluhan-keluhan dari Andrea. Ia benar-benar penasaran dengan sosok lelaki di sampingnya itu.
Andrea sesekali melirik sosok Reyma yang akhirnya membuat karya tangan bersamanya dan Azka. Ia menilai semua yang ada dari gadis di sampingnya itu, termasuk penampilannya. Andrea yang memang sudah biasa dengan branded akhirnya menyimpulkan bahwa Reyma ini adalah orang yang sama dengan dirinya, sama-sama berasal dari kalangan orang berada. Ia tak mengungkapkan apa yang di pikirkan, hanya saja ia senang karena Reyma terlihat menjadi sosok yang luar biasa di matanya. Dengan status sosialnya, gadis itu tak malu mendatanginya dan Azka yang berpenampilan apa adanya. Senyum mulai menghiasi bibir wanita cantik itu kala merasa mendapat teman yang tak pernah membedakan hanya karena harga baju dan yang lainnya.
"Kamu tinggal di mana, Reyma?" Andrea kembali fokus pada karyanya setelah mengungkapkan hal itu.
"Ah aku menyewa apartemen di dekat kampus. Kamu?" ungkap Reyma.
"Aku ada di apartemen kawasan Pasteur, sama dengan Azka." Andea tersenyum memandang lelaki yang hanya meliriknya itu.
Reyma hanya manggut-manggut mendengar penuturan Andrea barusan. Dan ia masih sempat melarikan sudut matanya pada Azka yang sama sekali tak berminat untuk berbicara. "Azka, kenapa kamu diam saja?" ungkap Reyma tak bisa lagi menahan diri. Terdengar dengusan kesal Azka di sana membuat Andrea terkekeh. "Apa?" tanya Reyma pada Andrea akhirnya.
"Kamu harus membawa banyak sesajen kalau ingin mendengar lelaki itu mengeluarkan suaranya," kekehan Andrea masih terdengar disela ucapannya ini.
Reyma tersenyum. Ada sedikit sesal karena Andrea ternyata sudah jauh mengenal Azka. "Kamu ini bisa saja," putus Reyma setelah lama terdiam. Ia berusaha menutupi kekecewaannya.
Mereka akhirnya terlarut dalam tugas pembuatan karya hingga tak ada yang menyadari jika jarum jam sudah menunjuk di angka 2 yang mana artinya kegiatan hari ini sudah berakhir. Andrea bangun dari duduk dan mengulurkan tangan pada Azka. Lelaki itu awalnya acuh tapi setelah memandang wajah lelah gadis yang ada di hadapannya akhirnya memutuskan untuk menyambut uluran tangan itu meski tanpa suara begitu pun dengan Andrea. Gadis itu lebih banyak diam padanya hari ini. Namun Azka juga tak peduli.
Mereka berjalan menuju luar kampus untuk mencari bus. Namun sebuah mobil mewah yang di kemudikan oleh seorang gadis seusia mereka akhirnya menepi dan menawarkan tumpangan membuat Andrea tersenyum senang. Tak lupa ia menarik lengan Azka untuk turut serta masuk. "Wah mobilmu keren Rey," puji Andrea pada Reyma.
Reyma terkekeh. "Ini adalah hasil kerja kerasku," jawabnya dengan sedikit sombong membuat Andrea mencebik sementara Azka malah memilih memandang keluar jendela.
"Kau bekerja? Lalu di mana kedua orangtuamu?" tanya Andrea.
"Aku ini anak panti asuhan. Aku tak tahu di mana mereka." Mata Reyma tampak berkaca-kaca saat mengatakan hal itu membuat Andrea menyesal telah melontarkan pertanyaan.
"Maaf, aku tidak tahu," kata Andrea sambil mengusap lembut lengan Reyma.
"Tidak apa. Kalian memang harus tahu siapa aku sebelum memutuskan untuk berteman denganku. Dan ya, semua barang yang aku punya adalah hasil kerja kerasku, termasuk biaya kuliahku," ucapnya dengan seulas senyum.
"Boleh aku ikut bekerja denganmu? Aku juga ingin membeli sesuatu dari hasil keringatku dan berhenti bergantung kepada kedua orang tuaku," ucap Andrea sembari menerawang bagaimana kehidupannya selama ini membuat Reyma tersenyum senang.
"Tentu saja, aku akan mengajakmu berkenalan dulu dengan pekerjaan nanti di akhir pekan. Bagaimana?" ucap Reyma dengan antusias dan disambut dengan antusias yang sama oleh Andrea.
Andrea dan Reyma akhirnya menoleh ke belakang saat mendengar sebuah decakan dan saling pandang. Mereka melihat Azka yang sudah memasang mode bosan kemudian seulas senyum terpampang manis di bibir keduanya.
"Ada apa?" suara seksi Azka meluncur bersama decakan kedua dan disambut dengan gelak tawa riang dari Reyma dan Andrea.