Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 51 - Dimulainya Tantangan

Chapter 51 - Dimulainya Tantangan

Ruang Kerja Raja.

Tantangan pertama...hal pertama yang terbersit dalam otak Raja Keito ketika membuka kedua matanya.

"Anda memanggil hamba, Yang Mulia?" kata Natsuha begitu tiba di ruang kerja Raja.

"Masuklah" kata Raja Keito mengembangkan senyuman hangat pada Menterinya itu.

"Apa yang kini membuat Anda risau?"

"Salah satunya adalah sikap Anak-anakku dalam menanggapi rujuknya aku dan Selirku"

"Hamba dengar mereka sampai mogok makan kemarin. Apa...Ratu berhasil membujuk mereka?" mendengar pertanyaan ini, Raja hanya menggeleng dengan sorotan mata sendu.

"Karena hal itulah aku memanggilmu. Kurasa sekaranglah saatnya mereka harus menjalankan tantangan kami"

"Apa ini tidak terlalu cepat Yang Mulia?" suara Ratu Eun Sha seketika menghentikan pembicaraan keduanya.

Eun Sha berjalan secepat mungkin lalu berdiri di samping Natsuha sambil menatap Raja Keito dengan tatapan khawatir.

"Yang Mulia...bukankah Anda mengerti keadaan mereka? Perasaan mereka sekarang sedang tidak menentu. Mereka tidak akan bisa berkonsentrasi menjalani tantangan tersebut. Itu sangat tidak adil untuk mereka. Mohon pertimbangannya" tambah sang Ratu.

"Masalahnya akan semakin berlarut-larut jika hal ini tidak dilakukan secepatnya Eun Sha" kata Raja Keito berusaha memberi pengertian.

"Dayang Hikari ingin menghadap!!" seru seorang Pengawal Istana memberi tahu kan kedatangan sang Dayang.

"Masuklah" jawab Raja Keito penasaran.

"Maafkan hamba mengganggu Yang Mulia. Tapi...sekarang tiba-tiba Putra Mahkota dan kedua Putri terserang demam tinggi" kata Hikari melaporkan apa yang telah di sampaikan ketiga Dayang yang mendampingi Putra Mahkota dan kedua Putri kepadanya.

Raja segera berdiri dari singgasananya lalu menggenggam kedua bahu Ratu Eun Sha.

"Biar aku dan Kimiko yang menangani Mari dan Kotoko. Ku serahkan Hiroshi padamu" kata Raja di sambut anggukan kecil sang Ratu. Keduanya berjalan berlawanan arah pikirannya terus tertuju pada ketiga anak mereka.

Dengan tergopoh-gopoh Raja Keito akhirnya sampai di kediaman Putri Mari dan mendapati Selir Kimiko terus meratapi Putrinya di atas peraduan sang Putri. Begitu mendengar pemberitahuan bahwa Raja datang, Kimiko segera bangkit dari duduknya, menghapus air mata sambil menatap sendu Suaminya itu. Raja berjalan dengan langkah yang berat. Perlahan Raja Keito duduk di samping Putrinya yang terbaring tak berdaya.

"Hamari...bangunlah. Chichi datang nak," kata Kimiko lembut tapi tak ada respon sedikit pun.

"Apa kata Tabib? Sudahkah dia memeriksa Putri kita?"

"Tabib berkata, Putri Mari mengalami tekanan yang berat hingga tubuhnya mudah terjangkit penyakit. Tenanglah Yang Mulia, Putri Mari hanyalah terserang flu" kata sang Selir sambil menyentuh kedua bahu Raja Keito.

"Apa yang harus kulakukan? Katakan. Kenapa sifat anak kita sangat mirip denganmu? Kenapa dia harus mencintai dan memaksakan perasaan Chichinya sendiri?" protes Raja tak tahan lagi dengan semua masalah yang terus menumpuk di dalam kepalanya hari demi hari.

"Cinta tidak pernah salah Yang Mulia. Jika Anda menyalahkan cinta, artinya Anda sedang menghujat sang Pencipta" terdengar suara lemah dari arah peraduan Putri Hamari. Raja dan Selir menatap ke arah Si Putri tanpa kata.

"Mungkin cara hamba saja yang salah dalam mendapatkan cinta Yang Mulia. Tapi apa daya hamba? Hamba tak pernah meminta akan terlahir dari rahim siapa"

"Hamba tidak pernah, meminta terlahir sebagai Putri seorang Raja, yang kelak akan hamba cintai. Jika hamba dapat memilih, tentu hamba meminta untuk tidak mencintai Chichi hamba sendiri. Ini tidak adil" rintih Putri Hamari sambil menangis pedih.

"Kau hanya merindukan sosok seorang Chichi dalam hidupmu Mari. Tapi kau, salah mengartikannya sebagai cinta ketika melihatku. Percayalah. Akan ada Pria lebih baik dari Chichimu ini yang akan mendampingi hidupmu" kata Raja sambil duduk di atas peraduan Putri Mari tapi sang Putri lebih memilih memunggungi Raja Keito.

"Apa aku sudah mengatakan satu hal ini? Perlu kau ingat Chichimu adalah Raja dari Negeri ini. Tidak ada satu pun Rakyatku yang berani memalingkan wajahnya dari Raja mereka. Berani sekali kau, memunggungi Raja dari Negeri ini? Hmm?" kata Raja Keito yang begitu melihat reaksi Mari ia langsung mengembangkan senyuman tertahan di bibirnya. Mari kali ini kembali menghadap ke arah Raja Keito.

"Kau tahu, apa yang akan terjadi pada orang di luar sana ketika melakukan hal itu? Hukuman. Karena mereka sedang menghina Rajanya"

"Hukuman? Tapi...hamba sedang sakit Yang Mulia" kata Mari dengan tatapan tidak terima.

"Baiklah. Akan Chichi lupakan penghinaan ini, tapi dengan satu syarat" mata Gadis bertubuh belia dengan jiwa dewasa itu menatap harap-harap cemas menunggu kalimat selanjutnya dari sang Chichi yang dengan sengaja menahan kata selanjutnya.

"Syarat?" mendengar akhirnya Putri Mari mempertanyakan tentang syarat tersebut, Raja melirik ke arah Selir Kimiko lalu bersiul kecil. Sang Selir membalas lirikan mata Raja, dengan kerutan di dahinya.

Raja terus bersiul hingga muncul sesuatu yang melompat dari arah luar jendela menerobos masuk ke dalam kediaman Putri Mari. Sang Putri hanya diam tak berkutik melihat apa yang telah di panggil Chichinya. Keringat dingin mengucur deras dari dahinya bagaimana tidak? Makhluk bernama Komainu muncul dihadapannya.

Komainu adalah makhluk yang berbentuk seperti anjing tetapi memiliki wajah singa, yang bertugas sebagai penjaga kuil.

"Yang...Yang Mulia. Kenapa Komainu berada di dalam sini? Bukankah tugasnya untuk menjaga kuil dari roh jahat?" tanya Selir Kimiko dengan suara gemetar ketakutan.

Ada sesuatu yang janggal...ada yang salah...itulah yang ada dalam pikiran sang Putri, ketika Hahanya mengatakan hal tersebut. Jika tugas utama Komainu menjaga kuil, pasti ada hal darurat hingga makhluk itu kini sampai muncul di depannya.

"Bagaimana lagi. Mau tidak mau aku harus mengatakan hal ini pada kalian semua dengan jujur. Bahwa... Komainu sepertinya merasakan adanya aura jahat di dalam Istana ini"

"Sebenarnya...aku telah meminta pada Komainu untuk tidak menampakkan wujudnya kepada seluruh anggota keluargaku. Tapi sepertinya ada sesuatu yang selalu menarik perhatiannya di tempat ini" kata Raja misterius suaranya mampu menciptakan sensasi yang menyebabkan bulu kuduk Mari meremang.

Seolah mengerti...makhluk itu berdiri tegap menatap setajam belati ke arah sang Putri. Ia berjalan dengan angkuh, mendekati peraduan Putri Mari.

"Chichi...Chichi!! Jauhkan makhluk mengerikan ini dari hamba!!" pekik Mari sambil duduk dari tidurnya. Ia duduk merapat ke pojokkan mencari perlindungan.

"Yang Mulia...apa yang di lakukannya di sini? Katakan pada hamba. Jangan sampai Komainu melukai Putri Kita berdua" kata Selir Kimiko mengguncang lengan sang Raja cemas sekaligus panik.

Raja hanya diam dan menggenggam erat tangan Selir Kimiko yang sedang mengguncang tangan kirinya.

Komainu mendekat...dan makin mendekat...ketika pekik ketakutan terdengar dari bibir Putri Mari, Komainu mendengus mengintimidasi. Matanya yang kelam...dan sangat tajam semakin menyorot pada ke dua mata Putri Mari.

"Anak sepertimu pantas di lenyapkan dari dunia. Kau merusak rantai kehidupan" desis Komainu dalam dan penuh ancaman.

Putri Mari gemetar ketakutan!! Matanya melirik ke arah kedua orang tuanya. Apa yang terjadi pada mereka berdua? Kenapa tatapan mereka kosong, tak bergerak, dan tak ada tanda mereka bernafas?! Ia kembali menatap sang Komainu berusaha sekuat tenaga memberanikan diri.

"A-apa yang kau lakukan pada ke dua orang tuaku?" tanya Putri Mari di sela suaranya yang bergetar.

"Orang tua? Benarkah mereka orang tuamu? Kau mengakui mereka? Bukankah kau mencintai Raja Keito?!" bentak Komainu membuka moncongnya lebar-lebar seolah siap menelan sang Putri bulat-bulat.

"Kau bahkan ingin membuat ke dua Hahamu berpisah dengan Chichimu. Kau pun, berniat menikahi Chichi kandungmu!! Kau anak terkutuk!!" suara Komainu menggema di seluruh penjuru kediaman Putri Hamari.

"Apa yang akan kau lakukan terhadapku?"

"Memberimu penawaran. Ikutlah bersamaku menemui seseorang untuk memulai penawaran tersebut dengannya"

"Jika aku tidak mau?"

"Kau bisa memilih. Kau akan ku musnahkan menjadi butiran abu, atau aku akan memusnahkan seluruh keluargamu sekarang juga" kata Komainu dingin tak ada sisi kemanusiaan sedikit pun yang tertangkap di matanya.

"Jika aku mengikutimu, apa mereka akan tetap hidup?"

" Komainu tidak dapat berbohong..." desis makhluk itu menyeringai garang.