"Tetap mengharapkan Anda Yang Mulia" jawab Natsuha tertunduk lesu. Ia menghela nafas panjang, lalu mendongak dan menatap lekat kedua mata sang Ratu.
"Jadi hamba mohon dengan sangat. Bantu hamba, untuk menghilangkan rasa ini dalam hati dan pikiran hamba. Tapi itu tidaklah mungkin dapat terjadi jika, Anda masih senantiasa memperhatikan keadaan hamba" kata Natsuha berusaha setegar mungkin.
"Kau pikir aku senang begini? Kau pikir, aku sengaja mengaduk-aduk perasaanmu, Natsuha? Sekali lagi, ini karena Raja yang memerintahkanku untuk memperhatikan keadaanmu. Tidak ada yang lain. Urusan hatimu, seharusnya kau lebih berusaha lagi untuk mencari Wanita yang jauh lebih baik dariku"
"Bagaimana jika hanya Anda yang dapat membuat hamba mencinta Yang Mulia Ratu? Lagi pula, Yang Mulia Raja, hanya meminta Anda memperhatikan kondisi hamba"
"Itu bisa dalam berbagai bentuk perlakuan bukan? Anda cukup bertamu, dan mengontrol keadaan hamba. Bukankah Anda tidak diperintahkan Yang Mulia Raja untuk menyuapi hamba? Ratu?" kalimat terakhir Natsuha seolah telah menampar dirinya.
Tapi memang begitu adanya bukan? Kenapa juga Ratu malah memperhatikan Natsuha, melebihi perhatian yang dimaksudkan Raja?
"Tidak ada Pria mana pun, yang dengan senang hati melihat Istrinya menyuapi Pria lain. Apalagi menyuapi seseorang yang pernah mengisi hati Anda."
"Ada. Dialah Raja. Bahkan dia dengan suka rela mempersilahkanku berselingkuh" kata Ratu masih kesal. Natsuha menatapnya tak percaya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Jadi kau, menertawakan apa kata Raja kepadaku?!" marah Ratu dengan suara melengking.
"Tidak...hamba hanya heran pada Anda Yang Mulia" jawab Natsuha menahan tawa.
"Jadi, karena Suami Anda meminta Anda berselingkuh, Anda...ingin berpura-pura melakukannya? Hmm?" kekeh Natsuha geli.
"Itu tidak lucu Natsuha" cibir Eun Sha makin panas dibuatnya.
"Yang Mulia Raja sangat tahu betul bagaimana watak Anda. Jadi beliau, pasti tahu betul bahwa Anda tidak akan pernah melakukannya. Sebab, mana ada tukang selingkuh, mengumumkan perselingkuhannya, di depan teman hidupnya sendiri?" tambah Natsuha membuat Ratu menatap penuh tanda tanya.
"Maksudmu, Raja beranggapan aku tak mampu melakukannya?"
"Apa Anda sedang berencana untuk benar-benar meluluskan keinginan Yang Mulia Raja? Lalu siapa Pria beruntung itu kiranya?" goda Natsuha makin keraslah tawanya.
"Aku, bisa," kata Ratu berusaha menutupi rasa malunya.
"Ya, tentu semua orang punya potensi itu. Anda yakin ingin melakukannya? Ah, seingat hamba dulu, bahkan hamba selalu Anda abaikan. Sementara Raja yang berada jauh dari jangkauan Anda sekali pun, mampu mengalahkan keberadaan hamba disisi Anda saat itu" cibir Natsuha menyangsikan apa kata Ratunya.
"Sudahlah, kau tidak ingin aku di sini kan, sementara Raja pun menolakku disisinya. Istirahatlah Natsuha" pamit Ratu sambil kembali berjalan menuju pintu.
"Raja sedang merajuk bukan?"
"Bagaimana kau tahu?"
"Pergelangan tangan Anda menjelaskan itu. Apa Anda membuatnya melakukan itu?"
"Itu apa?"
"Membuat memar di sana"
"Bagiku dia tidak sengaja"
"Anda layaknya bongkahan emas bagi Yang Mulia Raja. Jika ada sedikit, saja goresan, itu akan sangat mengguncang jiwanya. Jadi jangan lakukan apa pun yang tidak beliau kehendaki"
"Dia sedang kesakitan saat dijahit Tabib Istana Natsuha. Aku tidak ingin dia menyembunyikan rasa sakit yang ia rasakan di depanku. Dia tidak perlu berpura-pura kuat di depan mataku"
"Tapi akan jauh lebih sakit melihat Anda yang terluka ditangan beliau sendiri. Cobalah memahaminya. Hati Raja hamba, sangatlah lembut. Bahkan kelembutan hatinya mampu melunakkan hati Anda yang sekeras baja" sindir Natsuha secara halus.
"Jadi aku harus mengabaikan apa yang aku lihat? Begitu?"
"Hamba tidak mengatakan itu Yang Mulia Ratu. Anda hanya perlu terus mendampingi beliau"
"Bagaimana caranya aku bisa mendampinginya saat seperti ini? Bahkan ia menolak keberadaanku"
"Hanya sementara. Beliau hanya merajuk, Yang Mulia"
"Lupakanlah. Kurasa selama ini dia tidak pernah benar-benar mencintaiku Natsuha, sekarang aku merasa yakin akan hal itu"
"Atas dasar apa Anda berpendapat seperti itu mengenai Raja?"
"Selama aku mendampinginya, tidak pernah sedikit pun ada rasa cemburu di hatinya kepadaku. Bukankah kecemburuan adalah tanda cinta, Natsuha?" tanya Ratu enggan menatap Menteri yang sedang sibuk tertegun menatap pujaan hatinya. Kali ini Perdana Menteri Natsuha tersenyum simpul lalu berusaha berdiri.
Arrgh!!
"Apa yang kau lakukan?! Baru saja kau selesai dijahit. Bagaimana jika jahitannya terbuka lagi?!" pekik Eun Sha mendengar erangan dari sang perdana Menteri.
"Hamba yang ke sana, atau Yang Mulia yang kemari. Katakan Yang Mulia" kali ini nada Natsuha penuh penegasan.
Eun Sha menarik nafas kesal melihat kelakuan Natsuha yang selalu saja bertindak nekat dan cenderung semaunya sendiri.
"Aku ke sana. Kau dengar?! Kenapa hanya berdiri seperti itu? Kembali ke peraduanmu. Sekarang!" jawab Eun Sha sambil membayangkan jahitan itu terbuka secara tiba-tiba. Natsuha langsung duduk di peraduannya, lalu bersandar di atas bantal miliknya. Eun Sha datang dengan ekspresi begitu leganya.
Kau begitu mengkhawatirkanku, karena kau benar-benar peduli padaku, atau karena kau takut mengecewakan Keito? Eun Sha...seandainya kau dapat mendengar kata hatiku ini...betapa mirisnya batin Natsuha.
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau, tidak sedikit pun berubah? Selalu berbuat seenak hatimu begitu. Aku sangat sebal dengan sifatmu yang seperti ini Natsuha," kata Eun Sha kali ini tak sanggup lagi menahan air matanya.
"Jangan mengalihkan pembicaraan Ratu. Kita sedang membicarakan Suami Anda. Bukan hamba"
"..."
"Dengarkan kenyataan ini Yang Mulia. Kurang bukti apa lagi? Kenapa setelah sekian lama bersama Raja, Anda masih juga meragukan cintanya terhadap Anda?" tanya Natsuha sambil menahan nyeri di sekitar jahitannya.
"Kau...sebaiknya kupanggilkan Tabib Istana" kata Eun Sha merasa tak tega melihat penderitaan Natsuha. Ketika sang Ratu berdiri, tangan Natsuha menggapai punggung tangan Eun Sha menahan Wanita tersebut untuk pergi.
"Kau harus diperiksa Natsuha"
"Pembicaraan ini jauh....lebih...penting Yang Mulia" jawab Natsuha menarik Eun Sha hingga duduk kembali berhadapan dengannya.
"Untuk apa Raja Keito menikahi Anda, jika beliau tidak mencintai Anda?"
"Karena kenyataannya membuktikan dia memiliki banyak Selir di Istana ini sebelum aku menikahinya"
"Lalu, masih Kurangkah ungkapan cinta tak terkatakannya, ketika dengan tegas...beliau membebaskan para Selirnya, hanya untuk bersama Anda seorang?"
"...." Eun Sha hanya diam, menatap sendu kedua manik mata Natsuha.
"Jika beliau tidak benar mencintai Anda, selama 9 bulan Anda menghilang, beliau pasti sudah menikah kembali. Tapi beliau tetap menantikan Anda bukan?"
"Dan ketika Anda kembali, beliau tetap mau menerima Anda, meski ia tahu, selama 9 bulan Anda satu atap dengan hamba. Pria masa lalu Anda. Apa masih kurang bukti bahwa Raja mencintai Anda?"
"Jika Raja tidak mencintai Anda, selama Putra Mahkota dan Putri menghilang, seharusnya ia menuntut bercerai dari Anda karena selama itu, Anda tidak menunaikan kewajiban Anda sebagai seorang Istri. Haruskah hamba beberkan semuanya Ratu?"
"...."
"Hamba tahu, hamba tidak pantas mengatakannya mengingat status hamba ini. Tapi hamba, sebagai seorang sahabat, merasa wajib mengingatkan Anda tentang betapa besar rasa cinta Raja terhadap Anda" kata Natsuha mengumpulkan kepingan hatinya yang telah hancur berkeping-keping.
"Terbuat dari apa hatimu ini Natsuha? Kau mencintaiku hingga bertahun-tahun. Kau mendapatkan beberapa kesempatan untuk memilikiku, tapi tak kau manfaatkan sedikit pun. Kau bisa saja memisahkanku dari Suamiku jika kau ingin"
"Tapi kenapa kau justru selalu berusaha menyatukan kami? Tidakkah itu artinya kau membiarkan dirimu terluka semakin dalam?" tanya Eun Sha menatap tak percaya pada Natsuha.
Sudah pernah ku lakukan Eun Sha, tapi takdir yang kerap memisahkan kita. Jawab Natsuha dalam hati. Ya, hanya dalam hati saja. Biarkan Natsuha dan Dewa yang tahu.
"Cinta terkadang tak perlu diperlihatkan, tapi cukup dirasakan Yang Mulia. Jika Anda berjodoh dengan Raja, hamba bisa apa? Hanya inilah yang dapat hamba lakukan untuk orang yang hamba kasihi" kata Natsuha miris.
Tanpa mereka sadari, sang Putra Mahkota melihat Natsuha menggapai tangan Ratu, hingga pembicaraan mereka pun terdengar olehnya.
Rupanya selain aku harus menyingkirkan Raja, aku harus menyingkirkanmu terlebih dahulu. Chichi...Nat-su-ha...kata hati Hiroshi sambil mengepalkan kedua tangannya penuh kemarahan. Kali ini Putra Mahkota merasa Ayah angkatnya tak sebaik apa yang selama ini ia sangkakan.