"Semua butuh proses... kau harus mengenal tiap jengkal Istana ini, sekaligus mengenal semua orang disini. Baru setelah itu, mungkin ingatanmu, dan Mizu akan kembali secara perlahan" jawab Raja dengan sangat sabar.
Kediaman Selir Kimiko.
Natsuha berjalan cepat menuju kediaman Selir Kimiko. Sementara Kimiko terus gelisah menanti kedatangan Natsuha.
"Natsuha...apa kau benar-benar yakin, Mari kita...masih hidup?" tanya Kimiko harap-harap cemas.
"Kimiko. Mari...telah ditemukan tapi ingatan yang ia miliki, bukan ingatan miliknya. Tapi ingatan Jeajangna, Gadis yang kau bunuh dahulu" kata Natsuha menutup wajahnya frustasi.
"Apa? Ba-bagaimana bisa terjadi? Dia...Putriku. Kenapa itu terjadi?" kata Kimiko panik.
"Kau mau melihat keadaannya?"
"Tentu...bolehkah aku melihatnya sekarang?"
"Ya, suasana hatinya sangat buruk hari ini. Kau baru boleh datang ketika Mari telah tertidur pulas"
"Tapi...dimana selama ini dia tinggal Natsuha? Siapa yang membesarkannya?"
"Seorang Geisha bernama Megumy"
"Geisha?! Tidak..." kata Kimiko langsung menangis pilu.
"Dia mengurusnya dengan baik. Bahkan dia sengaja menyembunyikan Mari dari para pelanggan. Tapi karena keteledoran Mari, suatu ketika ia tak sengaja dilihat salah seorang pelanggan di kawasan Merah Muda. Megumy bahkan mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Putri Mari" kata Natsuha memeluk Kakaknya prihatin.
Kediaman Putri Mari.
Mereka bergegas menuju kediaman Mizu, Natsuha dan Kimiko berjalan menuju pintu kediaman Putri Mari.
"Apa Mari sudah tidur?" tanya Kimiko pada seorang Dayang Istana.
"Betul Selir"
"Pergilah. Aku ingin melihat keadaannya" kata Kimiko tergopoh-gopoh menuju peraduan Sang Putri tercinta.
Deg!!
Kedua kaki Kimiko tiba-tiba saja terasa sangat lemas hingga ia jatuh terduduk di atas lantai kayu. Ia terisak tak kuasa menahan tangisannya. Apa ini buah dari dosa besar yang ia lakukan selama ini? Bahkan wajah Gadis yang paling ia benci sebelum Eun Sha kini benar-benar terpahat sempurna di wajah Putri kandungnya. Semua yang ada pada Mari, mengingatkannya pada pujaan hati Raja. Jeajangna.
Sampai kau jadi milikku itulah yang selalu di dengungkan Taki dan Mizu. Mereka tetap pada pendirian mereka, bahwa mereka bukanlah Putra Mahkota dan Putri.
Hari kedua Taki dan Mizu dalam Istana.
Keesokan hari, di saat Taki dan Mizu membuka kedua mata mereka, Taki dan Mizu terduduk di atas peraduan mereka, tertegun dengan mimpi semalam. Dimana mereka berada di sebuah kamar penuh dengan kunang-kunang yang bercahaya terang benderang...
SEJATINYA ORANG TUA TIDAK AKAN MENJERUMUSKAN MASA DEPAN ANAK-ANAKNYA. MEREKA HANYA MENGARAHKANMU PADA KEBENARAN. CINTAI MEREKA SEBAGAI ORANG TUAMU...JANGAN KOTORI JIWAMU DENGAN CINTA TERLARANG...
Deg !!!
Deg !!
Detak jantung mereka berdegup kencang terus terngiang peringatan dalam mimpi mereka.
"Tidak!! Itu hanya bunga tidur. Ratu, bukan Haha kandungku!! Aku akan mengambilnya dari Raja..." teriak Taki sambil berlari mengambil katananya lalu keluar dari kediamannya.
"Aku mencintainya. Ada orang lain yang membuatku tak dapat bersatu dengan cintaku. Aku, akan mengambil hakku!! Tidak ada yang boleh mengambil Raja Keito dariku lagi!!" teriak Mizu sambil berlari keluar dari kediamannya.
Langkah Taki dan Mizu terhenti seketika saat mereka saling berpapasan. Mereka menoleh, menatap satu sama lain hanya sebentar saja. Mereka berdua mulai saling bertanya dalam benak masing-masing ada apa gerangan orang dihadapannya itu, memasang raut wajah penuh kemarahan begitu? Tapi mereka terlalu sibuk dengan gemuruh hati masing-masing. Mereka hanya saling tersenyum palsu, lalu pergi ke tempat tujuan masing-masing.
Kediaman Raja Keito.
Raja dan Ratu terbangun seketika, ketika mereka mendengar suara riuh ramai terdengar sampai ke kediaman sang Raja.
"Ada apa ini Yang Mulia?" bisik Eun Sha masih berkonsentrasi mendengarkan keributan.
"Apa Taki sedang berulah?" gumam Raja mendengar semua orang menyerukan nama Taki.
Tanpa kata mereka segera berlari keluar dari kediamannya menghambur kedalam lapangan tempat biasanya para Ksatria Istana berlatih.
Halaman Pelatihan Prajurit Istana.
"Hormat Hamba Yang Mulia..." kata salah seorang Dayang yang ikut terlibat dalam keributan pagi ini.
Semua orang langsung berhenti berteriak, memilih memberi jalan pada junjungannya lalu menghormat takzim walau sesekali mereka masih melirik kearah Taki. Raja dan Ratu berdiri memperhatikan apa yang dilakukan si Putranya.
Taki berlatih pedang bersama...Natsuha? Sepagi ini?! Tapi...kenapa harus Natsuha yang turun tangan? Mereka memperhatikan betul kegesitan Taki dalam menyerang lawannya. Bahkan Raja berdecak kagum melihat kemampuan Taki. Natsuha dengan mudah menangkis pedang Taki, membuat pedang milik sang Putra Mahkota terlempar ke udara, jatuh di hadapan Raja dan Ratu.
Natsuha memukulkan bagian pedang yang tumpul ke arah perut Taki hingga Taki terdorong mundur. Natsuha menjegal kaki Taki dengan kakinya, hingga Laki-laki muda tersebut terpaksa jatuh bersimpuh, sementara ujung katana milik Natsuha kini diacungkan tepat ke leher kanan Taki.
"Kau memang kuat. Tapi teknik ilmu pedangmu masih jauh dibawahku. Kau, harus menggunakan otakmu dalam melumpuhkan musuh...bukan hanya dengan amarah, dan nafsu membunuhmu" kata Natsuha datar.
Pria itu mengulurkan tangan pada Taki, Laki-laki muda ini meraih tangan Natsuha lalu berdiri tegap dihadapan Natsuha. Seketika Natsuha mendekap Taki sambil menepuk-nepuk punggungnya sambil berbisik.
"Jangan lukai Raja, karena itu bisa menyayat hati Ratu. Jika kau, masih nekat juga, akulah orang pertama yang akan melenyapkanmu terlebih dahulu. Ingat...aku tidak akan tinggal diam jika Ratu sampai menderita..." tegas Natsuha sambil melepaskan dekapannya lalu menepuk kedua lengan Putra angkatnya dengan kedua telapak tangannya lagi.
"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Raja mengernyitkan kening.
"Kami? Apa lagi Yang Mulia...Putra Mahkota sedang berlatih pedang bersama hamba. Katanya ia ingin menjadi pelindung bagi Ratu. Benarkan Ta-ki?" kelakar Natsuha sambil melingkarkan tangan kirinya ke bahu Taki lalu menekankan kalimat terakhir sebagai bentuk mengintimidasi sang Pangeran.
"Ah, iya Chichi Keito, Chichi Natsuha benar sekali. Tapi...bolehkah hamba berlatih dengan Chichi Keito juga?" jawaban tak terduga dari Taki menandakan bahwa anak muda itu sedang ingin menguji Natsuha.
"Kau terlalu lelah nak..., sebaiknya kau lakukan itu besok. Yang Mulia terlalu banyak kesibukan untuk bermain-main" kata Natsuha tanggap.
"Kenapa tidak? Aku selalu punya banyak waktu untuk Putraku Natsuha..." kata Raja tersenyum bahagia. Panggilan Chichi yang selalu ingin ia dengar dari mulut Taki membuatnya terperdaya.
"Ayo, kita lihat, siapa yang paling kuat, Chichi atau Musuko" kata Ratu penuh haru sambil bertepuk tangan penuh semangat.
Raja beralih berjalan menuju ke arah Putra tercinta, mengambil alih katana milik Natsuha...sementara Taki berlari kecil mengambil katananya yang terjatuh. Keriuhan kembali berjalan membuat Mizu pun menjadi penasaran hingga ia dapat melihat tontonan apa yang sedang orang-orang itu lihat. Ia terpukau dengan kegesitan Raja dalam menangkis Katana Taki.
Raja hanya menangkis dengan tenang, tanpa ada niatan untuk melawan membuat Taki geram, merasa kemampuannya sedang diremehkan, ia pun semakin bengis menyerang Ayahnya sendiri. Tak jauh dari kerumunan, ternyata Putri Kotoko pun sedang menyaksikan aksi pertarungan antara Ayah dan Anak itu. Sayangnya, Kotoko belum mengetahui, sosok idamannya itu adalah Adiknya sendiri.
Taki mengibaskan pedang kearah leher Raja, tapi Raja dapat menangkis pedang itu hingga lengan Taki kini terpelintir ke belakang. Dengan cekatan Raja mampu menahan kedua tangan Taki hingga anak muda itu tak mampu berkutik. Tapi demi kekaguman Ratu pada dirinya, ia harus menunjukkan seluruh kemampuannya. Taki menendang ke belakang kaki Raja, akibatnya beliau terjatuh dengan kaki kiri sebagai tumpuan.
Taki melompat salto ke belakang, hingga tangan dan pedangnya mampu untuk terlepas dari tangan Raja, karena Raja tak mau tangan Putranya yang berharga terkilir. Dengan sigap Taki memukul tengkuk Raja dengan siku tangan kanannya hingga Raja tersungkur ke tanah!! Natsuha segera bertindak dengan mengacungkan pedangnya ke arah leher Taki.