Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 29 - Jalan Dari Langit

Chapter 29 - Jalan Dari Langit

"Kau ingin bernasib sama dengan Megummy? Atau menyerahkan diri dengan suka rela?"

"Tidak...kumohon bebaskan lah aku" kata Mizu ketakutan. Pria yang membuat penawaran itu menggeram jengkel lalu turun dari kudanya.

"Ikuti aku. Gadis sialan, masih belum patuh huh?! Baiklah, kau bisa bebas sekarang dari kami tapi dengan satu syarat" kekeh Pria tambun yang setengah mabuk tersebut.

"Kau boleh bebas... jika jasadmu dalam keadaan sudah... tanpa... nyawa" kekeh Pria itu tanpa rasa iba sedikit pun. Mizu digeret begitu saja tanpa belas kasihan naik ke atas kuda.

Tapi sebuah Pir Nashi mendarat tepat di pelipis si Pria hingga melukai pelipisnya.

"Tunjukkan batang hidungmu pengecut!!" marahnya sambil mencari-cari keberadaan sang penyerang tak terlihat. Dengan pergerakan yang menakjubkan, seorang Laki-laki muda melompat dari atas pohon.

"Ya ampun, kalian membuat tidur siangku terganggu" kata Pemuda itu cemberut acuh sambil menggeliat dan menguap lebar.

"Kau!! Jangan ikut campur urusan kami bocah tengik!!"

"Salah sendiri kau membuat keributan saat aku tidur!! Ini sudah menjadi urusanku sekarang. Wah, benar-benar, harusnya kalian kecilkan suara kalian heizz!!" kata sang Pemuda yang kini tengah sibuk mengorek telinga kirinya dengan jari kelingking.

"Bocah tak tahu sopan santun!! Akan kuberi kau pelajaran!!" kata Pria tersebut mengarahkan anak panahnya ke arah sang Pemuda. Mizu menutup mulut dengan kedua tangannya sambil menatap ngeri.

Baaaatz!!

Baaaaatz!!

Busur anak panah mulai melesat... mendekati sang Pemuda tapi, Pemuda ini bersikap begitu tenang seakan tidak pernah ada bahaya mengancamnya. Dengan lincah ia mengambil sebuah pedang yang bertengger di belakang punggungnya.

Tang!!

Trang tang!!

Suara tumbukan antara pedang Pemuda itu dengan anak panah sangat nyaring.

"Kau lumayan juga anak muda" kekeh sang Pria tapi ia lebih memilih menaikkan Mizu ke atas kudanya secepat mungkin.

"Lepaskan Gadis itu!!" perintah sang Pemuda.

"Kau memerintah kami, bocah ingusan?!" pekik salah satu dari Pria-pria bertubuh besar yang mengejar Mizu.

"Tolong jaga Putriku nak..." lirih Megummy yang tergolek lemah tak jauh dari Pemuda itu berdiri sebelum pingsan setelahnya.

"Jika perintahku dapat menghentikan kegiatanmu, maka aku akan benar-benar memerintahmu sekarang Pak Tua" kekeh Pemuda itu.

"Bawa dia pergi. Biar aku yang menangani bocah tengik ini" kata Pria yang diserang pertama kali oleh sang Pemuda.

Begitu Pria lain mengambil alih Mizu dan akan membawanya pergi, pemuda tersebut menggeram marah. Ia melempar kuat-kuat pedang tersebut, dengan kecepatan tinggi hingga menebas salah satu kaki kuda, yang membawa lari Mizu. Jelas saja, si kuda langsung terjatuh membuat Mizu dan si Pria penyekap ikut jatuh berguling-guling.

Tanpa ba bi bu si Pemuda mengambil pedang di samping pinggang si Pria bertubuh besar lalu melemparkan dan menghujamkan pedangnya tepat di dada musuh. Sang pemuda berlari secepat kilat menggapai Mizu lalu memanggul Gadis itu tepat di atas punggungnya, membawa Mizu lari entah ke mana.

Di rumah si Pandai Besi.

Perlahan mata lentik Simizu Hanami terbuka mencoba mencari tahu di mana sekarang ia berada. Suara pedang saling beradu menarik perhatiannya. Gadis tersebut menoleh ke arah Pemuda yang menyelamatkannya.

"Apa kepalamu baik-baik saja?" tanya Pemuda itu sambil memainkan pedang. Mizu mengelus kepalanya karena memang ia merasakan kepalanya mulai berdenyut-denyut.

"Terima kasih" kata Mizu lembut setulus hati membuat Pemuda ini menghentikan permainan pedangnya dan meminta latihan pedang di akhiri. Sang Pemuda mendekat lalu menatap tajam ke arah Mizu.

"Dimana rumahmu? Biar kuantar kau pulang"

"Kumohon jangan!! Rumah...aku...tidak punya rumah. Satu-satunya tempat tinggalku, adalah neraka bagiku. Bahkan Haha sendiri memintaku pergi dari sana. Aku berani bersumpah!!" seru Mizu sekaligus memohon belas kasih, sambil membayangkan nasib buruknya jika ia dipulangkan ke tempat pelacuran itu. Pemuda tersebut mengerutkan kening lalu duduk di samping Mizu.

"Siapa namamu? kalau ini aku boleh tahu kan?"

"Simizu Hanami. Semua orang memanggilku...Mizu"

"Hideki Takizawa. Orang-orang lebih suka memanggilku Hideki, tapi aku jauh lebih senang jika seseorang memanggilku Taki" kata Taki sok serius.

"Kau harus mulai cari pekerjaan. Chichiku membenci pengangguran terlebih lagi jika dia seorang Gadis sepertimu" kata-kata Taki membuat Mizu menjadi menciut. Pekerjaan apa yang bisa dia lakukan? Ditempat tinggal seorang pandai besi?

"A-aku bisa memasak. Akan kubuatkan kalian makanan yang enak-enak. Aku janji tapi, izinkan aku tinggal di sini. Ku mohon...sungguh aku tidak akan merepotkan" mohon Mizu bersungguh-sungguh.

"Siapa yang akan tinggal disini Taki?" seru seorang Pria setengah baya berjalan mendekati Taki dan Mizu.

"Chichi...aku menemukan Gadis ini, dalam bahaya. Dia hampir saja masuk ke sarang penyamun. Celakanya lagi, dia mengaku tak punya tempat tinggal bagaimana ini Chichi? Hidupnya sama menyedihkannya denganku ketika kau menemukanku dulu" kata Taki mencoba mengambil hati sang Ayah.

Pria setengah baya itu berdehem kecil sambil melirik ke arah Taki mengetahui kemana arah pembicaraan mereka.

"Tinggallah disini, sampai kau bisa menyewa tempat tinggalmu sendiri" kata Pria setengah baya menatap Mizu begitu teduh.

"Terima kasih..."

"Ehm...aku punya banyak bahan makanan di dapur berkat Putra tercintaku. Apa kau mau memasakkan sesuatu untuk kami?"

"Ah, ya, Tuan Taki...bisa beritahukan aku, dimana letak dapurnya ?" kata Mizu dengan mata berbinar-binar begitu mendapat perintah langsung dari Ayahanda Taki.

"Kau hanya memasak Gadis konyol, bukannya mendapatkan emas batangan di dapur" kata Taki menjitak Mizu seenak hati merasa geli ketika melihat mata Mizu yang berbinar seperti itu.

Di halaman kolam ikan Istana.

Perdana Menteri Natsuha menatap sendu pada sosok Ratunya, yang diam dalam lamunan. Perlahan ia berjalan mendekati Ratu Eun Sha, berdehem kecil membuyarkan lamunan sang Ratu.

"Menteri Natsuha? Ada keperluan apa datang padaku?" tanya Eun Sha dengan senyuman dipaksakan.

"Sudah bertahun-tahun Anda menjalani hidup seperti ini Ratu. Mau sampai kapan, Anda menghukum Raja?" kata Natsuha membungkuk memberi penghormatan.

"Hukuman? Apa maksudmu Natsuha, aku sama sekali tak pernah memberinya hukuman"

"Semenjak Putra Mahkota dan Putri menghilang, senyuman Anda untuk Raja pun menghilang Yang Mulia. Jika Anda tak menyadarinya, maka sekarang belum terlambat untuk memperbaikinya" kata Natsuha sambil menerawang ke kolam ikan.

"Ini bukan mauku. Aku hanya...merasa...sebagian dari diriku tak utuh lagi"

"Menurut Anda, apa Raja Keito tetap utuh setelah kedua darah dagingnya pergi? Hamba mohon, jangan lah Anda terlalu egois Yang Mulia. Ini bukan diri Anda yang selama ini hamba kenali"

"Natsuha, "

"Ya Yang Mulia"

"Hamari dan Hiroshi masih hidup. Aku yakin itu. Meski semua orang berkata jika mereka telah tiada, aku tetap pada keyakinanku" kata Eun Sha sambil menghela nafas panjang.

"Ada kepentingan apa hingga kau datang kesini membawa pedang itu Natsuha?" tanya Eun Sha kembali sambil melirik ke arah pedang yang digenggam Natsuha.

"Ah, Raja akhir-akhir ini sungguh frustasi melihat keadaan Ratu yang semakin memprihatinkan. Hanya inilah satu-satunya hiburan bagi Yang Mulia...dan, saat hamba mengambil pesanan pedang, ada kejadian yang menarik perhatian hamba"

"Apa itu?"

"Seorang Pemuda sedang menyelamatkan seorang Gadis dari para penyamun. Kekuatan Pemuda itu luar biasa. Hamba pikir dia bukan orang biasa Yang Mulia. Wajahnya mengingatkan hamba pada Yang Mulia Raja. Matanya, mengingatkan hamba pada Yang Mulia Ratu" kata Natsuha menghela nafas panjang lalu menggelengkan kepala beberapa kali.

"Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja. Tolong jangan dimasukkan ke dalam hati Ratu"

"Penilaianmu terhadap orang, tidak pernah salah Menteri Natsuha, aku sangat tertarik dengan Pemuda itu. Kau tahu, dimana rumahnya? Siapa orang tuanya?"

"Ojie Nabuke. Orang tua angkatnya, karena dia menemukan Pemuda itu saat mengalami sebuah kecelakaan" sambut Natsuha menatap lekat mata Ratunya.

"Lalu, nama Pemuda itu?"

"Hideki Takizawa"

"Nama yang indah. Seandainya aku bisa menemuinya" kata Eun Sha tersenyum simpul. Hey..., itu senyuman yang telah dinanti selama ini oleh dirinya maupun sang Raja.

"Jika Yang Mulia ingin menemui Pemuda itu, hamba bisa mengaturnya untuk Anda. Dengan satu syarat"

"Kau...akan mempertemukanku dengannya? Apa syaratnya mudah?" tanya Eun Sha berbinar-binar seolah ia akan menemui Putranya.

"Lupakan bahwa Anda, kehilangan Putra Anda yang telah lama tiada. Anggaplah Pemuda itu sebagai Putra Anda dan Raja sendiri. Berbahagialah bersama Putra baru Anda nanti Yang Mulia" bujuk Natsuha.

Tetap saja rasanya berbeda merawat Putraku sendiri dengan merawat Putra orang lain sebagai Putraku. Batin Eun Sha setengah hati.