Taman Istana.
Eun Sha berjalan menyusuri Taman Istana, setelah mengantar tidur Kotoko. Saat ia membuka pintu gerbang Taman Istana, banyak orang berlalu lalang seolah sedang kalang kabut. Rasa ingin tahu Eun Sha semakin besar sehingga ia memutuskan berlarian menyusuri Taman Istana di ikuti para Dayang Istana. Langkah kakinya terhenti saat ia menemukan sosok Raja Keito, tengah turun dari kudanya.
Eun Sha mencari-cari sosok Putra dan Putrinya.
"Yang Mulia" meski suara Eun Sha terdengar lembut di telinga sang Raja, entah kenapa tetap membuat sang Raja terkejut.
"Kau...di sini?" tanya Raja Keito tergagap. Kegugupan Raja membuat Eun Sha keheranan.
"Dimana? Anak-anak kita, dimana Yang Mulia?" tanya Eun Sha masih berusaha mencari keberadaan Anak-anaknya.
"Mereka..."
"Ya, Yang Mulia,"
"Ada aksi perampokan di perbatasan. Kemudian, beberapa perampok itu berhasil melarikan diri, berjalan menyusuri hutan lalu Anak-anak kita menjadi korban" kata Raja menundukkan wajah merasa bersalah bahkan sangat merasa bersalah.
"Katakan lebih jelas yang mulia!! Korban.., menjadi korban? Lalu dimana sekarang mereka berdua. Hamba ingin melihat keadaan mereka!!" teriak Eun Sha panik.
"Mereka jatuh ke jurang. Besok akan kuperintahkan semua orang mencari Anak-anak kita"
"Apa Anda tidak memikirkan keadaan mereka sekarang Yang Mulia?! Besok terlalu lama, bagaimana jika nyawa mereka terancam?! Mereka masih kecil, bagaimana nasib mereka?!"
"Bagaimana dengan nasib orang-orang yang mencari mereka?? Apa kau tidak memikirkan keselamatan mereka juga?!" bentak Raja Keito frustasi.
Ini pertama kalinya sang Raja membentak Ratu Eun Sha. Wanita itu diam membeku. Ia hanya membungkuk untuk menghormat pada keputusan Raja, lalu berjalan menjauh.
"Ratu dengarkan aku!!" seru Raja yang bahkan tak sedikit pun di hiraukan sang Ratu. Hati Ratu kini mulai bergemuruh. Kecewa sekaligus marah berbaur menjadi satu. Ia berlari menuju kediaman sang Putra Mahkota lalu meringkuk di peraduan sang Putra. Tak tahan lagi untuk terus berusaha membendung air mata. Ia menangis tersedu dan menjerit sejadi-jadinya.
"AaaaAAAAaaa!!" teriakan Ratu mengumandang hingga Raja mendengar bahkan sang Selir Kimiko mulai bertanya-tanya. Dayang Hikari senantiasa memeluk sang Ratu merasakan duka mendalam yang dirasakan Ratunya.
"Apa salahku Hikari? Kenapa Yang Kuasa menghukumku seberat ini? Kenapa Anak-anakku di renggut begitu saja dariku? Kenapa?" rintih Ratu.
Sang Dayang hanya ikut terisak masih memeluk Ratunya dan mengusap punggung Ratu, agar ia tetap tabah menghadapi segala cobaan. Raja Keito tertegun dalam diam ia mendengarkan percakapan antara Ratunya dan Dayang Hikari. Perlahan kedua tangannya mengepal entah harus ia tumpahkan kemana amarah, kesedihan, dan ketidak berdayaan yang kini ia rasakan.
" Yang Mulia" suara Wanita yang paling tidak ingin ia temui mendadak terdengar tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Apa yang sedang terjadi?" tanya Kimiko selembut mungkin.
"Mungkin ini adalah hari paling membahagiakan dihidupmu Selir. Kau tahu? Putri kita Mari, dan Putra kami Hiroshi, telah menghilang di telan tebing" kata Raja matanya menyorot dengan rasa jengah di hadapan Selir Kimiko.
"....."
"Jika kau ingin berpesta merayakan kepergian anak-anakku, kembalilah ke dalam kediamanmu Selir. Jangan pernah mencoba lebih menyakiti Ratuku dengan ucapan-ucapanmu. Pergilah" kata Raja kemudian meninggalkan Selir Kimiko menuju kediamannya sendiri.
Selir Kimiko terdiam membeku di malam dingin kali ini rasa dinginnya kian menusuk hingga ke ulu hatinya. Ia berjalan meninggalkan halaman kediaman Ratu diiringi para Dayang dengan mata berkaca-kaca.
Ya, kenapa ia ingin menangis? Kenapa ia ingin berlari mencari Mari Putrinya? Bukankah ia tak menginginkan anak itu hidup lebih lama di dunia? Bahkan ia pernah ingin mengakhiri hidup Mari saat masih bayi.
Kelebatan bayangan Mari dimasa lalu, dimana Mari terus berusaha meluluhkan hatinya muncul.
"Haha, kau pulang? Kemana saja? Aku menunggumu" kata Mari sambil memeluknya.
"Haha...aku ingin tidur bersamamu..." kata Mari ketika usia 6 tahun tapi Kimiko benar-benar mengacuhkannya. Hingga Gadis kecil tersebut terpaksa diam-diam menyelinap di saat Kimiko tertidur lelap hanya untuk memeluk kaki sang Ibu.
"Haha, lihatlah!! Aku membuatkanmu baju hangat. Sebentar lagi musim dingin...ini pasti akan sangat cantik jika Haha Kimiko yang memakainya" kata Mari sambil memeluk sang Ibu dari belakang.
Tapi apa yang Kimiko lakukan? Ia mendorong Putrinya hingga terjatuh ke lantai kayu, lalu membawa baju hangat yang dirajut Putrinya sendiri hingga tiga hari dua malam lamanya, dan tanpa sedikit pun penghargaan dari sang Ibu, Kimiko langsung melemparkan rajutan tersebut ke kolam ikan.
"Haha!! Apa yang kau lakukan? Kenapa? Apa itu tidak bagus? A-aku bisa membuatkan yang jauh lebih bagus lagi" kata Mari menahan marah dan rasa kecewa yang mendalam. Mata Gadis remaja itu mulai berkaca-kaca.
"Kau!! Berhenti terus merecoki hidupku!! Aku bukan Hahamu meski aku yang melahirkanmu!! Kau tak pantas, menjadi Putriku mengerti?! Kau, terlalu kotor untuk menjadi Putriku karena kau, telah dikotori tangan Eun Sha!! Kalian sama-sama menjadi penyebab penderitaanku!!"
"Kumohon jangan berkata seperti itu Haha. Itu...rasanya sangat menyakitkan. Bagaimana supaya aku bersih kembali dimatamu Haha?"
"Masuklah ke kolam, selama seharian penuh!! Jangan sekali pun kau, menyentuh Eun Sha!!" kata Kimiko mulai gelap mata.
Sang Putri melakukan apa yang diminta sang Ibu, hingga tanpa rasa sayang sedikit saja, ia melenggang begitu saja meninggalkan Putrinya sendirian di dalam kolam ikan. Menangis, merasa tak diinginkan, adalah teman lama bagi sang Putri Mari.
Kenangan itu justru membuat Kimiko gemetaran dengan hebatnya! lalu roboh jatuh terduduk di atas tanah.
"Selir!!" seru para Dayang mencoba untuk membangunkannya kembali tapi ia menolak.
"Kuperintahkan, kalian pergilah dari sini"
"Tapi Selir..."
"Biarkan aku sendiri Fuer" kata Selir Kimiko membuat para Dayang terpaksa meninggalkan Kimiko dalam keadaan tidak baik.
Tangisan penuh kepedihan kini mulai pecah. Kimiko sesungguhnya mencintai Putrinya tapi dia, menghalangi rasa cintanya, dibalik dinding dendam terhadap Jeajangna sekaligus Eun Sha. Dia yang melahirkan, dia pula yang mempertaruhkan nyawanya demi menghadirkan Mari ke dunia. Tapi cinta buta terhadap sang Raja, justru mengubahnya menjadi Wanita layaknya monster.
"Ane!!" suara Natsuha membuat tangisan Selir Kimiko terhenti sejenak.
"Temukan Putriku, bagaimana pun caranya!! Bagaimana pun keadaannya!!" teriak Selir Kimiko histeris menggapai tangan sang Adik.
Natsuha segera memeluk Kimiko penuh rasa prihatin. Bagaimana juga hubungan mereka, tetap saja dia adalah Kakaknya. Tugasnyalah melindungi Kakak dan Keponakannya.
"Aku telah memerintahkan beberapa orang untuk mencari keberadaan Putri Mari. Tenanglah...dia pasti selamat" kata Natsuha membelai rambut Kimiko lembut.
==================================
Tahun demi tahun telah berganti.
Jika dirunut, waktu sangatlah cepat berlalu. Tak terasa Putri Kotoko kini menginjak usia 21 tahun sementara saudara dan saudarinya telah dinyatakan meninggal dimakan hewan buas. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengobati luka yang mendalam tersebut.
Rumah seorang pandai besi.
Rumah seorang pandai besi telah ramai dipenuhi pengunjung. Bukan hanya karena banyaknya pesanan, itu adalah salah satu trik para Gadis muda, untuk bisa berkenalan, dan mencari perhatian dari Putra sang pandai besi.
"Kau kini menjadi populer ya," kekeh si pandai besi menggoda Putranya.
"Sudahlah Chichi, mereka sangat berisik. Memusingkan" gerutu Hideki Takizawa.
"Ayolah...usiamu sudah menginjak 20 tahun. Kurasa sudah waktunya kau memilih seorang Gadis"
"Gadis seperti apa Chichi?"
"Tentu yang seperti mereka"
"Tipikal pesolek? Apa bedanya mereka dengan para Wanita di kawasan Merah Muda?" kata Taki berdecih muak.
"Jangan memberi label buruk pada pekerjaan mereka Taki. Tak semua Wanita di kawasan Merah Muda sekotor yang kau katakan" kata sang Ayah menasihati. Taki mendesah tak peduli yang dipikirannya kali ini hanyalah ingin berjalan-jalan.
Rumah Seruni Bambu.
Sementara, di kawasan Merah Muda (Seruni Bambu), yaitu tempat para Geisha bekerja, seorang Gadis berusia 21 tahun, terlihat sedang mengasah kemampuannya dalam menari. Entah kenapa, dalam mimpi Gadis tersebut, ia seolah di ajarkan bagaimana cara menari. Semua penghuni kawasan Merah Muda tak pernah melihat tarian itu sebelumnya bahkan itu terlihat...sangat asing.
"Megumy, siapa Gadis cantik itu? Yang menari sendiri di pojok ruangan itu?" tanya seorang pelanggan penasaran.