"Kudengar kau seorang Penari Kerajaan apa itu betul?"
"Iya" jawabnya takut-takut.
"Jadi kau, salah satu dari keenam Gadis Penari kebanggaan Kerajaan ini?" Putra Mahkota hanya berbasa-basi tapi Jeajangna menganggap itu sebuah pujian dan ia berharap, akan segera naik pangkat.
"Tunjukkan tarianmu padaku. Tunjukkan yang terbaik" kata Putra Mahkota sambil tersenyum manis pada Jeajangna. Gadis itu mengedipkan mata tak percaya. Bagaimana bisa sang Putra Mahkota memintanya menari sendiri? Ini harus dilakukan berenam. Karena memang itulah aturannya. Ia menatap Putra Mahkota tak yakin. Mengetahui dirinya ketahuan mencuri pandang, maka ditundukkannya pandangannya ke bawah.
"Jadi kau tak mau menari untuk calon Rajamu? Kau tahu, seberapa lancangkah tindakanmu ini?" tanya Putra Mahkota berpura-pura tersinggung.
"Bu-bukan begitu Putra Mahkota. Ini...karena...ta-tarian itu hanya boleh ditarikan oleh enam orang tidak boleh kurang" jawabnya panik mendengar nada tersinggung dari Putra Mahkota.
"Persetan dengan semua aturan itu. Aku ingin melihat tariannya sekarang juga" kata Putra Mahkota mulai geram.
Jiwa muda sang Pangeran selalu ingin tidak terkungkung dengan aturan. Tapi ia hidup di sebuah Kerajaan besar...mau tidak mau, aturan harus tetap berjalan meski terkadang larangan kecil ia langgar. Jeajangna pun akhirnya mengangguk menyanggupi keinginan sang calon penguasa baru, dengan harapan masa depannya akan cerah. Ia pun menari dengan gemulai.
Tanpa disadari oleh sang Putra Mahkota dan Jeajangna, diam-diam sang Ajudan mengawasi mereka dari luar. Ia menatap tajam pada bayangan Jeajangna yang sedang menari dari dalam ruangan itu. Tiba-tiba Putra Mahkota berdiri, berjalan melangkah menuju ke arah Jeajangna tanpa sepengetahuan Jeajangna sendiri. Direngkuhnya Jeajangna dari belakang, diputarnya tubuh Gadis itu agar menghadap ke arahnya, hingga mereka bercumbu. Dan berakhir dengan lentera yang dipadamkan.
Sang ajudan mulai menggeram marah. Sangat marah!! Bagaimana bisa, aturan dilanggar oleh calon pemimpinnya sendiri?! Ajudan itu pun pergi dengan tergopoh-gopoh.
"Xiajaucha!! Dimana kau!! Xiajaucha!!" tiba-tiba terdengar suara teriakan sang Ajudan menggemparkan seluruh penginapan para Penari Istana.
"Tuan Leethan Taeyong, ada apa malam-malam begini?" kata Xiajaucha kaget mendapati ajudan tersebut datang dengan wajah yang merah padam. Leethan Taeyong memiliki darah campuran Jepang dan Korea.
"Cari Penari pengganti Jeajangna sekarang juga!"
"Ta-tapi...dia salah satu yang terbaik Tuan. Lagi pula penobatan Putra Mahkota..." belum selesai Xiajaucha berbicara Taeyong mencengkeram kedua lengannya dengan sengit.
"Putra Mahkota membuatnya tak suci lagi. Jeajangna sudah tidak layak, menjadi Penari Istana kau paham betul itu bukan?"
"A-apa? Jeajangna dan Putra Mahkota?" bagai guntur datang dimalam hari, Xiajaucha menghadapi polemik.
Jeajangna adalah murid kesayangannya ia tahu betul usaha Gadis itu untuk menjadi yang terbaik. Tapi keadaan Jeajangna sekarang, sudah tak memungkinkan Gadis tersebut menggapai impiannya.
Dengan takut-takut, Gadis itu keluar dari ruangan semalam. Ia berjalan gontai. Sang Putra Mahkota menawarinya menjadi Permaisuri saat ia telah dinobatkan menjadi Raja nantinya.
Ia sangat kalut. Lalu bagaimana dengan impiannya? Ia ingin menjadi Penari Istana yang terbaik!! Kenapa harus ada kejadian semalam? Jangna ingin berteriak tapi tak berdaya.
"Jeajangna, ikuti aku" tiba-tiba Xiajaucha memanggil membuyarkan lamunannya. Ia membungkuk hormat, lalu mengikuti Guru besarnya. Sesampainya diruang Guru, Jeajangna langsung diinterogasi.
"Apa yang kau lakukan semalam dengan Putra Mahkota. Jawab!!" bentak Xiajaucha murka.
"Kau tahu betul, seorang Penari Kerajaan harus menari dalam keadaan suci!! Maaf. Jeajangna, kau terpaksa harus memilih"
"Kau, bukan lagi Penari Istana, dan pulang ke rumahmu atau... Kau, bukan lagi Penari Istana dan menjadi Selir Raja berikutnya" kata Xiajaucha membuat Jeajangna jatuh terduduk diatas lantai. Impiannya seketika direnggut karena ulah Putra Mahkota dalam semalam. Ia sangat marah, dan kehilangan harapan.
"Dia bukan Selirku. Tapi Permaisuriku" kata Putra Mahkota santai, tak jauh dari Jeajangna berada.
"Tidak Putra Mahkota. Tidak ada Penari yang layak menjadi Ratu, Permaisuri, bahkan Selir sekali pun" kata Raja tiba-tiba yang berjalan mendekat, diiringi Ajudan yang telah melaporkan kelakuan anaknya semalam.
"Tapi aku menginginkannya!" berontak Putra Mahkota.
"Baiklah. Karena kau yang memulai, maka Penari itu hanya akan menjadi Selirmu" kata Raja menatap tajam kearah Putra Mahkota.
"Dayang, siapkan tempat tinggal bagi Selir Jeajangna" titah sang Raja yang tidak dapat dibantah siapa pun. Jeajangna dibantu berdiri oleh para Dayang dan dibawa pergi.
Dua hari setelahnya.
Tibalah saat Raja baru dinobatkan. Semua pesta penyambutan hari bahagia itu dipersiapkan dengan matang. Jeajangna menggunakan status sebagai Selir dari Raja baru mendatangi kediaman Penari Istana. Bukannya mendampingi Raja, yang belum memilih kandidat Ratu. Ia melangkah, menuju tempat Shu'er sang pengganti Jeajangna sedang mempersiapkan diri untuk tampil. Ia mendatangi Shu'er, saat ruang rias sedang sepi dan memukul kepala Gadis itu hingga pingsan.
Xiajaucha memerintahkan keenam Gadis Penari istana berkumpul. Ia merasa aneh pada salah satu Penarinya.
"Shu'er? Lepaskan topeng itu" perintah Xiajaucha tegas membuat Shu'er terperanjat.
"Sebenarnya, tadi...dahi saya terbentur sesuatu dan terluka. Saya pikir...topeng ini akan menyamarkan luka saya" kata Shu'er dengan suara yang sangat tidak asing ditelinganya. Tapi acara semenit lagi akan dimulai dia sudah tak punya waktu lagi untuk mencari tahu.
Suara musik terdengar mengiringi ke enam Penari andalan Istana. Para undangan menikmati tiap gerakan para Penari. Raja baru itu menatap lekat sosok Penari bertopeng. Sosoknya, gerakannya, sangat ia kenal tapi siapa Penari itu? Ia menatap ke seluruh penjuru ruangan dan bertanya pada Ajudannya dimana Jeajangna berada.
Sang Ajudan menjawab, Selir Jeajangna sedang ke belakang sebentar. Suasana sakral pun tercipta...semilir angin mendera seluruh ruangan Istana. Muncullah cahaya kehijauan diatas keenam Penari yang saling berdekatan. Ketika keenam Penari ini membuat sebuah lingkaran, siluet kehijauan tersebut kemudian berubah menjadi sosok Wanita cantik yang ikut menari bersama keenam Penari Istana. Sosok itu tiba-tiba terus menari mengelilingi sang Penari bertopeng dengan wajah yang sangat marah.
Penari bertopeng akhirnya, bagai terhipnotis ia tak sanggup menghentikan tariannya meski musik dan para Penari lainnya telah selesai beraksi. Telinga, mata, hidungnya mengeluarkan darah segar. Penari bertopeng tersebut merasakan dirongga mulutnya terasa keluar lendir kental yang semakin lama semakin banyak hingga mulutnya tak kuasa menahan lendir itu keluar dari sela bibirnya. Maka lendir berdarah segar itu pun mengalir deras dari bibirnya.
Penari bertopeng tampaknya kehilangan banyak darah hingga jatuh tak sadarkan diri. Raja baru penasaran dan memerintahkan ajudannya membuka topeng agar ia dapat melihat siapa sang Penari malang itu. Wajah Raja mendadak pucat pasi penuh kegetiran. Di sana, Jeajangna sang Selir tercinta meninggal terkulai bersimbah darah!!
Air mata mengalir deras di wajah Raja. Tangan kiri merengkuh tengkuk Jeajangna dan tangan kanannya menepuk-nepuk pipi pujaan hati. Meski berulang kali ditepuk, bahkan tangan Raja juga berlumuran darah, Jeajangna tak kunjung membuka mata.