Tepat pukul 9 malam, Lita gelisah berjalan mondar mandir menunggu berita terbaru perihal kemajuan kesehatan sang ibu. Ditemani Pandu, paman Joko dan bibi Asri. Kakek dan juga pihak rumah sakit memberi kabar kepada Lita tentang kesehatan ibunya. Lita datang dengan pakaian sederhana yang sengaja di belinya sebelum sampai di rumah sakit.
Lita benar benar tidak mau jika semuanya terungkap sekarang. Lita hanya ingin apa yang dilakukannya tidak dia sia. Pengorbanan dirinya akan pernikahan yang bukan berdasarkan pilihan hati tidak akan mengecewakan dan bisa bertahan hingga nyawa sang ibu kembali tertolong.
Namun, malam ini sebelum kondisinya kritis, ibu ayu nyatanya sudah menunjukkan reaksi kesadaran. Jarinya sudah dapat bergerak sedikit sebelum akhirnya dia menjadi sesak dan susah bernafas. Pandu menatap curiga Lita, bagaimana Lita bisa tahu keadaan sang ibu jika pandu saja belum memberi tahu kabar apapun.
"Mbak, siapa yang mengabari embak?" Tanya pandu penasaran.
"Rumah sakit Ndu, mbak belum lama beli hp jelek ini dan meninggalkan kontak disini." jawab Lita berbohong.
Lita sengaja membeli ponsel jelek sebelum menginjakkan kakinya di rumah sakit. Dia sudah memikirkan matang matang tentang apa yang mungkin saja bisa terjadi saat dia bertemu dengan keluarga pak Joko.
"Ndu, ini. Mbak bayar hutang mbak. kemarin mbak dapat gaji." Kata Lita sambil memegang kan uang lima ratus ribu ke dalam genggaman tangan Pandu.
"Mbak bisa pakai dulu mbak kalau masih ada perlu. Aku masih ada kok." Kata pandu dengan sopan.
"Enggak, mbak sudah ada sedikit simpanan kok. Kamu jangan menolak lagi ya." Kata Lita dengan senyum manis.
"Bagaimana pekerjaanmu ta? Majikanku baik" Tanya bibi Asri.
"Baik bi. Semuanya baik baik." Jawab Lita dengan senyum.
"Oh iya ta, besok paman sekeluarga ada acara di tempat Neneknya Pandu. Sepupu pandu ada yang khitanan. Jadi kami tidak bisa menunggu ibumu." Kata paman Joko sambil menatap Lita lekat.
"Tidak apa apa paman, kalian bisa pergi. Majikan Lita mengijinkan Lita kerja setengah hari saja. Jadi malam harinya Lita bisa menjaga ibu." Jawab Lita berbohong lagi.
"Oh, syukurlah." Kata bibi Asri.
Dari kejauhan Robby mengamati dan mendengarkan pembicaraan mereka. Robby terlihat sangat marah mendapati kenyataan jika Lita mau menikah hanya karena jaminan kesehatan ibunya. Robby bukanlah manusia berhati iblis, kemarahannya lebih tepatnya tertuju kepada kakek Agus yang tega memanfaatkan keadaan terdesak Lita. Tapi entah kenapa hatinya tidak bisa menerima jika Lita yang menjadi istrinya lantaran keadaan terdesak.
*Tenang Robby, tenang. dia wanita baik, dia melakukan ini demi nyawa ibunya. Tidak ada pilihan lain. Kamu harus memahaminya.*
*Setidaknya dia tidak memperalat mu atau mengambil hartamu. Dia hanya ingin nyawa ibunya tertolong.*
*Apa bedanya? Intinya adalah sama sama memanfaatkan uang keluarga mu. Faktanya adalah karena kebutuhan. Jika tidak, mana mungkin dia akan menikah denganmu.*
Pergelutan terjadi di dalam benak Robby. Robby lantas berbalik dan menuju ke ruangan kakek. Dengan mata yang merah penuh emosi. Pikirannya kalut dan kacau memikirkan sebab Lita mau menjadi istrinya hanyalah karena perawatan geratis untuk ibunya.
"Ada apa kek?" Tanya Robby yang duduk begitu saja tanpa permisi di ruangan sang kakek.
"Kamu sudah datang?" Kata kakek sambil melepas kacamatanya.
"Sebentar," kata kakek sambil memainkan ponselnya.
"Ada apa menyuruhku malam malam datang kemari?" Tanya Robby yang berpura pura tidak tahu.
"Kakek rasa, ini saatnya kakek katakan hal ini kepadamu. Ini tentang istrimu."
"Kenapa dia?" tanya Robby acuh.
"Kakek akan berterus terang tentang sebab kenapa istrimu mau menikah denganmu." Kata kakek dengan wajah pasrah.
Jeglek....!
Pintu terbuka dan Lita seperti terkejut karena mendapati Robby yang sedang berbicara kepada kakek.
"Kemarilah nak." Panggil kakek kepada Lita sambil tersenyum.
"Iya kek, ada apa kakek menyuruh saya datang kesini?" Tanya Lita dengan wajah sendu.
Antara takut, panik dan bingung. Lita sangat gugup saat ini, Lita merasakan akan ada hal buruk yang terjadi.
"Duduklah, ada yang ingin kakek katakan." Ucap kakek dengan santainya.
Lita duduk perlahan disamping suaminya.
"Mas!" Ucap Lita menyapa suaminya sembari tersenyum manis.
"Tadi, pukul 8 malam. Keadaan ibumu menurun, kami sudah berusaha sebaik mungkin tapi." Kata kakek menggantungkan kalimatnya.
sementara itu Robby masih diam dan hanya mendengarkan percakapan mereka.
"Tapi apa kek?" Tanya Lita yang mulai berkaca kaca. Seperti tahu jika hal buruk akan menyimpannya.
"Ibumu dinyatakan mati batang otak satu jam yang lalu."
"Kek? itu bohong kan?" tandas Lita tidak percaya dengan tubuh yang bergetar.
Dengan spontan Robby menggenggam tangan istrinya seperti memberikanya kekuatan.
"Tidak itu benar. Kamu bisa membaca ini. Maaf kami sudah berusaha." Kata kakek pasrah dan sedih.
"Itu artinya, walaupun organ tubuhnya masih berfungsi beberapa jam ini, semua hanya karena alat penopang bernafas ya saja?" Tanya Lita masih dengan wajah tidak percaya.
Kakek mengangguk perlahan dan duduk di sebelah Lita.
"Aku memanggilmu kesini secara pribadi adalah untuk meminta ijinmu untuk melepaskan alat bantunya itu. Karena tidak mungkin juga kita memaksakan dia hidup tetapi dia tersiksa karena hanya bisa berbaring tanpa bisa merasakan apa apa." Kata kakek Agus memberikan penjelasan.
"Kek, apa boleh aku memeluknya sekarang saat dia memiliki detak jantung?" Pinta Lita dengan ata yang berkaca kaca.
"Boleh, tapi aku mohon kendalikan emosimu nak." Jawab kakek sambil memeluk tubuh Lita dan mengusap rambutnya.
Lita kemudian berlari dan bergegas untuk bisa memeluk sang ibu. Robby yang masih duduk di sana menuntut penjelasan dari sang kakek.
"Sekarang jelaskan kek, ada apa sebenarnya diantara kalian? Kakek sengaja memanfaatkan keadaan sulitnya untuk menikahiku?" Kata Robby penuh emosi.
"Lalu menurutmu keluarga mana yang mau putri cantik dan baik baik mereka di sentuh oleh pria semacam kamu? Adapun wanita wanita di sekelilingmu sebelumnya hanyalah wanita murahan yang sering menjajakan tubuhnya." Kata kakek penuh amarah kepada Robby.
"Harusnya kamu sadar diri dan berterimakasih kepadaku, lelaki tua Bangka ini yang telah memilihkan wanita yang baik sebagai ibu dari anak anakmu." Kata kakek yang malah berbalik memarahi Robby.
Robby tidak mampu membalas ucapan kakek Agus dan hanya mampu mencerna ucapannya secara perlahan.
"Sekarang mari, kita susul istrimu. Beri dukungan moral kepadanya." Kata kakek Agus sambil berjalan keluar menenteng jas dokternya.
Keadaan menjadi gaduh dan dramatis saat Lita tiba tiba masuk dan merangkul tubuh sang ibu. Tidak ada suara jerit tangis atau teriakan histeris. Lita benar benar sedih hingga suaranya pun hilang dan hanya air mata yang terus mengalir.
Diluar keluarga pak joko terus bertanya tanya dan bingung. Para dokter, perawat dan kakek Agus datang memberi penjelasan. Sementara itu, Robby masuk kedalam dan langsung merangkul tubuh Lita sambil mengusap usap punggungnya. Pandu melihatnya penuh curiga.
Saat para perawat melepas peralatan bantu ibu Ayu, Lita yang tidak sanggup melihatnya lalu jatuh pingsan di dekapan Robby. Robby lantas menggendongnya dan membawanya keluar menuju ke kamar rawat yang lain. Pandu seketika mengikutinya karena khawatir dengan keadaan Lita.
Semuanya menjadi rumit saat pandu dan Robby berebut untuk memberikan perhatian kepada Lita yang masih terpejam dan pingsan.