kebahagiaan yang didapat Laura ketika memasak, membuat Laura lupa jika saat ini kondisinya belum benar-benar pulih.
Laura asyik dengan beberapa menu yang harus dihidangkannya.
Iya .... malam ini, Angga mengundang beberapa teman dekat dan juga rekan bisnisnya untuk makan malam di rumahnya.
Itu juga bertujuan untuk Angga bisa mempertimbangkan permintaan Ervan dan Maura.
Di luar sana sudah terdengar banyak orang yang berbicara, Laura tersenyum dan semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan kegiatannya.
"kamu baik-baik aja kan"
Revan tiba-tiba datang dan memeluk Laura dari belakang, Revan berkali-kali meminta Laura untuk menolak permintaan Angga, tapi Laura tak mendengar dan melakukan semua permintaan Angga.
"berhentilah, keringat mu banyak sekali"
Laura menggeleng dan melepaskan pelukan Revan, Laura ingin apa yang menjadi rencana Ervan dan Maura bisa terwujud, dan Laura akan berusaha membantu mereka.
"kamu gak mau dengar aku"
Laura menghembuskan nafasnya, berbalik menghadap Revan dan meminta Revan untuk duduk saja menemaninya memasak.
"mamah mana sih, gak bantuin kamu"
Laura menggeleng dan kembali melanjutkan kegiatannya.
Revan menggeleng, merasa kesal dengan Laura yang mengabaikan kekhawatirannya itu.
----
"ayo masuk"
"banyak mobil gini sih"
"itu semua, teman bisnisnya papah, udah ayo"
Maura mengernyit mendengar ucapan Ervan, bagaimana bisa Angga malah mengundang banyak orang seperti ini.
"kamu kenapa"
"apa harus seperti ini"
"kenapa, kamu ragu sama kemampuan kembaran kamu"
Maura menggeleng, tentu tidak bagaimana mungkin Maura ragu, sejak dulu Laura memang pandai dalam memasak.
"ayo masuk"
Ervan merangkul pundak Maura dan melangkah bersamaan.
"apa harus seperti itu"
Langkah keduanya terhenti dan menoleh bersamaan, dengan cepat Maura menjauhkan diri dari Ervan, setelah tahu suara itu adalah. milik Riana.
"kamu kesini juga"
"Revan yang minta aku datang, aku fikir kamu yang akan bawa aku kesini"
Maura mengangkat satu alisnya menatap Riana, Maura bisa melihat kekesalan diwajah Riana dan juga ada bias ketakutan disana.
"dia pasti mencintai mu Ervan"
Ucap Maura tanpa mengalihkan pandangannya, Ervan terdiam yang juga tanpa menoleh Maura.
"rangkulah dia dan bawa masuk"
Ervan menunduk sesaat, ini bukan keinginannya.
Malam ini adalah acara untuk dirinya dan Maura, kenapa harus ada Riana.
"kenapa diam, atau aku pulang aja kali ya"
"apaan sih ah, iya aku bawa dia masuk"
Maura mengangguk dan memasuki rumah lebih dulu, sedangkan Ervan berjalan balik untuk membawa Riana masuk.
"kamu gak suka aku disini"
"ya enggak, udah ayo masuk"
Riana menjauh saat Ervan hendak merangkulnya, Ervan mengernyit dan terdiam menatap Riana.
"aku akan pulang kalau kamu gak mau aku disini, jangan berpura-pura hanya untuk menenangkan aku"
"aku gak tahu Revan undang kamu kesini"
"kalau kamu tahu, kamu mau apa"
"ya aku bisa jemput kamu"
"aku fikir, kamu yang akan undang aku kalau Revan gak undang aku"
"udahlah Riana, ayo masuk"
Ervan menggandeng Riana dan membawanya masuk, Ervan tak ingin berdebat sekarang, Ervan hanya ingin jawaban pasti dari Angga untuk permintaannya.
----
Ervan dan Riana menjadi tamu paling akhir, karena ternyata semua sudah siap di ruang makan.
Banyak jenis masakan dimeja makan, Ervan kembali melangkah dan meminta Riana untuk duduk.
Ervan memperhatikan satu demi satu hidangan di meja, segitu banyaknya, sejak jam berapa Laura memasak.
"ayo duduk Ervan"
Ucapan Angga membuat fokus Ervan pecah, Ervan pun duduk dan setelah melewati beberapa perbincangan.
Mereka pun mulai makan malamnya, Laura takut bergabung karena rasa lelahnya setelah memasak.
Dan selain itu, Laura memang tak ingin berada ditengah mereka semua.
"Laura mana"
Bisik Maura pada Revan, mereka duduk bersebelahan karena ternyata Laura tak ada disana.
"di kamar, kamu tahu sendiri kan, Laura gak suka ada ditengah banyak orang"
Maura mengangguk, dan kembali melahap makanannya.
"masakan siapa ini"
Semua menoleh mendengar pertanyaan dari salah satu rekan bisnis Angga.
"ada masalah"
Tanya Angga dengan ragu, sejak tadi Angga tak merasa ada masalah dari masakan Laura itu.
"mana yang masaknya"
Semua bertambah bingung dengan pertanyaan kedua itu.
"sebenarnya ada apa pak"
Revan turut bertanya, karena untuk apa bertanya seperti itu.
"dimana ARTnya"
"ini bukan masakan pembantu, ini masakan calon istri saya"
Angga mengangkat kedua alisnya mendengar jawaban Revan, untuk apa kalimat itu diucapkan.
"oh iya, mana .... yang mana calon istri mu, apa dia yang disamping mu"
Revan melirik Maura yang juga melirik kearahnya, untuk sesaat Revan mengalihkan pandangannya pada Angga dan kembali pada orang yang memberi pertanyaan.
"bukan .... tapi pak Riki bisa menganggapnya iya, karena calon istri saya adalah kembaran dari perempuan disamping saya ini, mereka sangat mirip"
"lantas, dimana dia sekarang"
"di kamar, bukankah setelah memasak sebanyak ini, satu kepastian jika dia merasa lelah"
"baiklah-baiklah, ayo lanjutkan lagi makan malamnya"
Riki mengakhiri percakapannya dan kembali menikmati hidangannya, Riki mencoba setiap menu yang ada disana dan tentunya dengan seizin Angga.
Angga melihat rekan kerjanya mulai berbisik satu sama lain, Angga mulai cemas dengan apa yang akan mereka katakan.
Cepat waktu berlalu, hidangan pun telah habis tak tersisa.
Ervan dan Maura saling tatap, ada kepuasan dan keyakin tersendiri bagi mereka melihat piring-piring itu kosong.
"apa calon istri mu masih kelelahan, Revan"
Revan yang sedang menguk air digelasnya, tersendak mendengar pertanyaan Riki.
"gimana sih"
Maura kaget dan langsung memberikan tissue pada Revan, Revan memejamkan matanya sesaat dan kembali melirik Riki.
"bisa saya bertemu dengannya"
"untuk apa pak"
"ada apa sebenarnya, pak Riki"
Angga ikut berbicara, Angga tak ingin Laura datang, Angga hanya akan malu jika tamunya tahu kalau calon menantunya adalah gadis bisu.
"bukan apa-apa Pak Angga, saya hanya punya penawaran saja buat dia"
"penawaran apa"
"saya punya satu Restoran di Bali, dan saya ingin membuka juga disini, sepertinya saya tertarik bekerja sama dengan calon menantu mu itu"
Angga tak percaya dengan apa yang didengarnya itu, apa benar Laura sehebat itu sampai diminta untuk memasak di Restoran.
"bagaimana Revan, kamu setuju"
"masakan Laura memang enak Pak, tqpi apa cocok untuk hidangan Restoran"
"ini bukan masakan rumahan, ini bisa jadi masakan Restoran, rasanya gak kalah sama masakan di Restoran saya di Bali"
Revan tersenyum dan langsung menatap Angga, Revan berharap Angga bisa melihat kelebihan dan keistimewaan Laura sekarang.
"Bagaimana pak Angga, setuju kan dengan tawaran saya"
Angga terdiam, tak berani berkata apa pun.
Apa Riki akan tetap dengan keinginannya jika tahu seperti apa Laura sebenarnya.
"baiklah, telpon saya kalau kalian setuju, saya akan tunggu sampai 3 hari kedepan"